Bagi bangsa Indonesia, Ramadhan bukan hanya urusan agama atau syariah, tetapi sudah berubah wujud menjadi urusan tradisi yang sulit dipisahkan dari lifestyle dan mentalitas bangsa. Tradisi bulan Ramadhan ini sudah sangat melekat sedemikian rupa, sehingga menjadi indikasi betapa lekatnya agama Islam ini terhadap pola hidup dan gaya kehidupan bangsa Indonesia
Keliru besar kalau dikatakan bahwa agama Islam hanya sekedar pendatang baru di nusantara ini. Pengaruh agama Islam boleh dibilang sangat lekat dan tidak pernah bisa digantikan oleh nilai mana pun.
Namun di balik kemeriahan dan gegap gempita tradisi Ramadhan dari bangsa ini, kadang timbul juga kritik yang menelaah sejauh mana tradisi ini masih kuat berpijak pada syariat Islam yang asli sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah.
Dari sebagian tradisi itu, ada yang memang masih original tanpa mengalami penyimpangan yang berarti, tetapi juga tidak sedikit yang telah mengalami penyimpangan. Dalam hal ini kita bisa membagi hubungan tradisi masyarakat terhadap kemeriahan bulan Ramadhan dibandingkan dengan otentitas syariat Islam menjadi tiga jenis hubungan.
Pertama, tradisi yang masih sejalan dengan syariat Islam secara murni dan paten, dan memang didasari dalil-dalil yang khusus diperintahkan untuk dikerjakan pada bulan Ramadhan. Kedua, tradisi yang masih sejalan dengan syariat Islam secara umum, namun tidak secara khusus diperintahkan untuk dikerjakan hanya pada bulan Ramadhan. Ketiga, tradisi yang sama sekali tidak memiliki dasar dari syariat Islam, bahkan cenderung justru bertentangan.
Di dalam bulan Ramadhan banyak sekali tradisi yang berkembang di tengah masyarakat yang masih asli merupakan perintah langsung syariat Islam secara khusus untuk dikerjakan di bulan Ramadhan. Di antara tradisi itu ada yang hukumnya wajib, seperti melakukan ibadah puasa itu sendiri. Dan ada yang hukumnya sunnah, seperti makan sahur, mempercepat berbuka (ifthar), memberi makan orang yang berbuka, dan juga shalat tarawih.
Selain yang khusus disunnahkan hanya di dalam bulan Ramadhan, juga disunnahkan banyak amalan-amalan lain yang disunnahkan di bulan lainnya, namun bila dikerjakan di dalam bulan Ramadhan, maka pahalanya akan menjadi jauh lebih besar.
Tradisi makan sahur dan berbuka puasa adalah tradisi yang punya landasan syar’i yang kuat. Para ulama sepakat bahwa disunnahkan bagi mereka yang berniat untuk berpuasa keesokan harinya, agar malam sebelumnya dia bangun untuk makan sahur. Adapun dasar rujukan syar’i tentang disyariatkannya makan sahur sebelum berpuasa adalah beberapa hadits Rasulullah SAW
ุชูุณูุญููุฑููุง ููุฅูููู ููู ุงูุณููุญููุฑู ุจูุฑูููุฉ
Dari Anas ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Makan sahurlah, karena sahur itu barakah. (HR Bukhari dan Muslim) .
ูุงู ุชูุฒูุงูู ุฃูู ููุชูู ุจูุฎูููุฑู ู ูุง ุนูุฌูููููุง ุงูููุทูุฑู ููุฃูุฎููุฑููุง ุงูุณููุญููุฑ
Dari Abu Zarr Al-Ghifari radhiyallahuanhu dengan riwayat marfu’, Umatku masih dalam kebaikan selama mendahulukan buka puasa dan mengakhirkan sahur. (HR. Ahmad)
ุงุณูุชูุนูููููุง ุจูุทูุนูุงู ู ุงูุณููุญูุฑู ุนูููู ุตูููุงู ู ุงููููููุงุฑู ููุจูุงูููููููููููุฉู ุนูููู ููููุงู ู ุงููููููู
Mintalah bantuan dengan menyantap makan sahur agar kuat puasa di siang hari. Dan mintalah bantuan dengan tidur sejenak siang agar kuat shalat malam. (HR. Ibnu Majah)
ุงูุณููุญููุฑู ุจูุฑูููุฉ ูููุงู ุชูุฏูุนูููู ูููููู ุฃููู ูุฌุฑุน ุฃูุญูุฏูููู ุฌูุฑูุนูุฉ ู ูุงุกู ููุฅูููู ุงูููู ููู ููุขุฆูููุชููู ููุตููููููู ุนูููู ุงูู ูุชูุณูุญููุฑููู
Dari Abi Said Al-Khudri radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sahur itu barakah, maka janganlah kalian tinggalkan meski hanya dengan seteguk air. Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang sahur. (HR Ahmad)
Semangat untuk bangun malam untuk makan sahur sebenarnya merupakan tradisi yang baik, karena didasarkan pada dalil-dalil syar’i yang valid. Namun kadang muncul tradisi bawaan yang sifatnya lokal. Misalnya kebiasaan pada sementara kalangan untuk berkeliling membangunkan orang sahur dengan membawa berbagai macam bunyi-bunyian. Barangkali niatnya mulia, yaitu membangunkan orang agar tidak kesiangan makan sahur.
Akan tetapi kalau kurang hati-hati dalam pelaksanaannya, adakalanya tradisi itu bisa berubah menjadi makruh bahkan sampai ke titik haram. Misalnya ketika tradisi itu dilakukan dengan cara yang kurang tepat. Salah satunya dengan cara berteriak-teriak dengan memukul-mukul benda bersuara keras dan arak-arakan keliling kampung bukan pada jam sahur, misalnya masih jam 02.00 malam.
Sebab boleh jadi pada jam itu orang masih istirahat tidur atau malah sedang melakukan shalat tahajjud. Kalau diganggu dengan suara-suara seperti itu, maka niat baik membangunkan orang makan sahur berubah menjadi kegiatan mengganggu orang tidur dan orang yang sedang ibadah. Akan lebih tepat kalau membangunkan sahur dengan mengirim sms, menelpon, atau mengetuk pintu rumah yang dikhawatirkan belum bangun pada jam yang seharusnya makan sahur.
Dan kalau mau merujuk kepada praktek aslinya, membangunkan sahur di masa Rasulullah SAW tidak lain adalah dengan dikumandangkannya adzan. Perlu diketahui bahwa di masa Rasulullah SAW ada dua kali adzan pada saat menjelang terbit fajar.
Adzan yang pertama, bukan adzan yang menandakan datangnya waktu shubuh. Sebagian ulama menyebutkan bahwa adzan ini salah satu fungsinya membangunkan orang untuk shalat malam, atau untuk makan sahur. Sedangkan adzan pertanda masuknya waktu shubuh dilakukan setelah terbit fajar, yaitu adzan yang kedua.
Para ulama sepakat bahwa kita disyariatkan untuk berbuka ketika matahari terbenam, yang menandakan datangnya waktu Maghrib. Dan di sebagian masyarakat Indonesia, tradisi berbuka puasa menjadi bentuk tradisi tersendiri yang berbeda-beda gayanya di setiap daerah.
Namun secara umum, berbuka puasa adalah ibadah yang disyariatkan dalam agama Islam. Berbuka puasa tentu jelas-jelas memiliki landasan syariah
ูุงู ููุฒูุงูู ุงููููุงุณู ุจูุฎูููุฑู ู ูุง ุนูุฌูููููุง ุงูููุทูุฑู
Dari Sahl bin Saad bahwa Nabi SAW bersabda, Umatku masih dalam kebaikan selama mendahulukan berbuka. (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun kadang apa yang asalnya bersumber dari syariat Islam bisa saja berubah menjadi bertentangan dengan syariat. Misalnya ketika bercampur dengan tradisi yang sesungguhnya malah bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat.
Contoh yang mudah adalah berbuka dengan memakan apa saja dalam jumlah sebanyak-banyaknya, sehingga perut terisi penuh sesak sampai tidak bisa bernafas. Dan menghidangkan makanan yang terlalu banyak sehingga sampai jatuh pada sikap tabdzir dan israf, juga tidak dianjurkan dalam berbuka.
Allah SWT tidak suka kepada orang-orang yang bersikap tabdzir, sebagaimana firman-Nya
ูููุงู ุชูุจูุฐููุฑู ุชูุจูุฐููุฑูุง ุฅูููู ุงููู ูุจูุฐููุฑูููู ููุงูููุงู ุฅูุฎูููุงูู ุงูุดููููุงุทูููู ููููุงูู ุงูุดููููุทูุงูู ููุฑูุจูููู ูููููุฑูุง
Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra’ : 26-27)
Di ayat lain disebutkan bahwa Allah tidak suka kepada orang yang melakukan perbuatan israf.
ูููุงู ุชูุณูุฑููููุงู ุฅูููููู ูุงู ููุญูุจูู ุงููู ูุณูุฑูููููู
Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-An’am : 141)
Alasan lainnya, karena esensi puasa itu adalah menahan diri dan mengekang hawa nafsu. Jangan sampai begitu waktu puasa habis, orang kemudian langsung saja mengumbar hawa nafsunya seenaknya.