Para ulama yang membolehkan bertawassul kepada kemulian Nabi saw dan kemulian dzat lainnya, juga mendasarkannya kepada perbuatan Nabi saw yang melakukan tawassul kepada kemulian selain dirinya dari para makhluk. Jika hal tersebut dibolehkan, tentu kemulian Nabi lebih pantas untuk dijadikan sebagai wasilah dalam bertawassul.
Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir dan al-Muโjam al-Ausath pada redaksi hadits yang sangat panjang dari Anas bin Malik, bahwa ketika Fatimah binti Asad bin Hasyim (Ibu Sayyidina Ali) wafat, maka Rasulullah saw turut menggali makam untuknya, lalu beliau masuk ke dalam liang lahadnya sembari merebahkan diri di dalam liang tersebut dan beliau berdoa:
ุฃููููู ุงูููุฐููู ููุญููููู ููููู ูููุชู ูููููู ุญูููู ููุง ููู ูููุชู ุงูุบูููุฑู ููุฃูู ูููู ููุงุทูู ูุฉู ุจูููุชู ุฃูุณูุฏู ูููููููููููุง ุญูุฌููุชูููุง ููููุณููุนู ุนูููููููุง ู ูุฏูุฎูููููุง ุจูุญูููู ููุจูููููู ููุงููุฃูููุจูููุงุกู ุงูููุฐููููู ู ููู ููุจููููู ููุฅูููููู ุฃูุฑูุญูู ู ุงูุฑููุงุญูู ููููู
“Allah yang menghidupkan dan mematikan. Allah maha hidup, tidak akan mati. Ampunilah ibuku, Fatimah binti Asad, tuntunlah hujjahnya dan lapangkan kuburnya, dengan haq Nabi-Mu dan para Nabi sebelumku. Sesungguhnya Engkau dzat yang paling mengasihi”. (HR Thabrani dan Abu Nuaim).
Dalam suatu hadits, Nabi mengajarkan shahabat sekaligus mertuanya, Abu Bakar ra, suatu doa yang berisi tawassul kepada Nabi-nabi Allah
ุนููููู ู ุฑูุณููููู ุงูููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุฃูุจูุง ุจูููุฑู ุงูุตููุฏูููููู ุฑุถู ุงููู ุนูู ุฃููู ูููููููู: ุงููููฐููู ูู ุฅูููููู ุฃูุณูุฃููููู ุจูู ูุญูู ููุฏู ููุจูููููู ููุฅูุจูุฑูุงููููู ู ุฎููููููููู ููู ูููุณูฐู ููุฌูููููู ููุนูููุณูฐู ููููู ูุชููู ููุฑูููุญููู ููุจูุชูููุฑูุงุฉู ู ูููุณูฐู ููุฅูููุฌููููู ุนูููุณูฐู ููุฒูุจูููุฑู ุฏูุงููุฏู ููููุฑูููุงูู ู ูุญูู ููุฏู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ููุนูููููููู ู ุฃูุฌูู ูุนููููู
Rasulullah saw mengajarkan doa kepada Abu Bakar al-Shiddiq: Ya Allah. Aku meminta kepada-Mu dengan Muhammad Nabi-Mu, Ibrahim kekasih-Mu, Musa yang Engkau selamatkan, Isa kalimat dan yang Engkau tiupkan ruh-Mu, dan dengan Taurat Musa, Injil Isa, Zabur Dawud dan al-Quran Muhammad. Semoga Allah memberi shalawat dan salam kepada semuanya
Hadits ini dikutip oleh Imam al-Ghazali (w. 505 H) dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, dan al-Hafidz Zainuddin al-Iraqi (w. 806 H) mengomentari status hadis di atas dengan mengatakan
ููู ุงูุฏููุนูุงุกู ููุญูููุธู ุงููููุฑูุขูู ุฑูููุงูู ุฃูุจููู ุงูุดููููุฎู ุงุจููู ุญูุจููุงูู ููู ููุชูุงุจู ุงูุซููููุงุจู ู ููู ุฑูููุงููุฉู ุนูุจูุฏู ุงููู ููููู ุจููู ููุงุฑููููู ุจููู ุนูุจูุซูุฑูุฉู ุนููู ุฃูุจููููู ุฃูููู ุฃูุจูุง ุจูููุฑู ุฃูุชูู ุงููููุจูููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ููููุงูู ุฅูููููู ุฃูุชูุนููููู ู ุงููููุฑูุขูู ููููููููููุชู ู ูููููู ููุฐูููุฑููู ููุนูุจูุฏู ุงููู ููููู ููุฃูุจููููู ุถูุนูููููุงูู ูููููู ู ูููููุทูุนู ุจููููู ููุงุฑููููู ููุฃูุจููู ุจูููุฑู.
Hadits tersebut adalah doa untuk menghafal al-Quran, diriwayatkan oleh Abu Syaikh Ibnu Hibban dalam kitab al-Tsawab dari Abdul Malik bin Harun bin Abtsarah, dari bapaknya bahwa Abu Bakar datang kepada Nabi untuk mempelajari al-Quran. Abdul Malik dan bapaknya adalah dha’if, dan hadis ini terputus antara Harun dan Abu Bakar
Kendatipun hadits ini dha’if, namun tetap diperbolehkan untuk diamalkan. Sebab dikuatkan oleh hadits lainnya yang berderajat shahih yang menjelaskan tentang kebolehan tawassul dengan kemulian dzat. Sehingga hadist ini masuk ke dalam koridor tersebut. Karena diantara syarat mengamalkan hadits dha’if adalah tidak bertentangan dengan dalil al-Quran maupun hadits shahih, sebagaimana telah diketahui dalam ilmu hadist.
Dengan demikian, bertawassul dengan orang yang telah wafat diperbolehkan, karena Rasulullah saw dalam dua hadits di atas bertawassul dengan para nabi sebelum beliau yang kesemuanya telah wafat kecuali Nabi Isa as.
Dalam suatu hadits, Nabi saw mengajarkan salah seorang shahabatnya suatu doa yang berisi tawassul kepada dirinya.
ุนููู ุนูุซูู ูุงูู ุจููู ุญููููููู ุฑูุถููู ุงูููููู ุนููููู: ุฃูููู ุฑูุฌูููุง ุถูุฑููุฑู ุงููุจูุตูุฑู ุฃูุชูู ุงููููุจูููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ูุ ููููุงูู: ููุง ุฑูุณูููู ุงููููููุ ุนููููู ูููู ุฏูุนูุงุกู ุฃูุฏูุนูู ุจููู ููุฑูุฏูู ุงูููููู ุนูููููู ุจูุตูุฑููุ ููููุงูู ูููู: ูููู ุงููููููู ูู ุฅููููู ุฃูุณูุฃูููููุ ููุฃูุชูููุฌูููู ุฅููููููู ุจูููุจูููููู ููุจูููู ุงูุฑููุญูู ูุฉูุ ููุง ู ูุญูู ููุฏู ุฅููููู ููุฏู ุชูููุฌููููุชู ุจููู ุฅูููู ุฑูุจูููุ ุงููููููู ูู ุดููููุนููู ูููููุ ููุดููููุนูููู ููู ููููุณูู ุ ููุฏูุนูุง ุจูููุฐูุง ุงูุฏููุนูุงุกู ููููุงู ู ููููุฏู ุฃูุจูุตูุฑู
“Dari Utsman bin Hunaif ra: “Suatu hari seorang yang buta datang kepada Rasulullah saw dan berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkan kepadaku sebuah doa yang akan aku baca agar Allah mengembalikan penglihatanku.” Rasulullah berkata: “Bacalah doa (artinya): “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat. Kemudian ia berdoa dengan doa tersebut, ia berdiri dan telah bisa melihat”. (HR. Hakim dalam al-Mustadrak)
Hadits ini tegas menjelaskan ajaran Nabi saw untuk bertawassul kepadanya dalam doa. Hanya saja, kalangan yang menolak tawassul menggugat argumentasi ini dengan beberapa gugatan. Gugatan pertama, Syaikh Nasiruddin al-Albani dan yang sependapat dengannya mengatakan bahwa orang buta tadi sembuh karena didoakan oleh Rasulullah, bukan karena tawassul melalui Nabi.
Pendapat ini sama sekali tidak ada dasarnya dan bertentangan dengan riwayat al-Hakim diatas. Sebab doa tersebut memang benar-benar dibaca oleh orang yang buta, bukan didoakan oleh Rasulullah.
Gugatan kedua: Hadits ini hanya berlaku bagi orang buta tersebut. Rasulullah mengajarkan doa bertawassul dengan menyebut nama beliau di atas, tidak hanya berlaku bagi orang buta tersebut dan di masa Rasulullah hidup saja, sebab Rasulullah tidak membatasinya. Dan seandainya tawassul setelah Rasulullah wafat dilarang, maka sudah pasti Rasulullah akan melarangnya dan menyatakan bahwa doa ini hanya boleh dibaca oleh orang buta tersebut ketika Rasulullah masih hidup, sebagaimana dalam masalah penyembelihan hewan qurban yang hanya dikhususkan kepada Abu Burdah saja, yaitu sabda Rasulullah
ุถูุญูู ุจูุงููุฌูุฐูุนู ู ููู ุงููู ูุนูุฒู ูููููู ุชูุฌูุฒูุฆู ุนููู ุฃูุญูุฏู ุจูุนูุฏููู
Sembelihlah kambing usia satu tahun itu, dan hal itu tidak berlaku lagi bagi orang lain selain kamu. (HR. Bukhari Muslim)
Dan memang faktanya, doa ini juga diajarkan oleh shahabat yang meriwayatkan hadits tersebut (Utsman bin Hunaif), kepada seseorang yang meminta sesuatu kepada khalifah Utsman bin Affan. Ini menunjukkan bahwa doa tersebut tidak hanya dikhususkan kepada shahabat buta tersebut.
ุนููู ุนูุซูู ูุงูู ุจููู ุญููููููู: ุฃูููู ุฑูุฌูููุงุ ููุงูู ููุฎูุชููููู ุฅูููู ุนูุซูู ูุงูู ุจููู ุนููููุงูู ุฑูุถูู ุงูููู ุนููููู ููู ุญูุงุฌูุฉู ููููุ ููููุงูู ุนูุซูู ูุงูู ููุง ููููุชูููุชู ุฅููููููู ููููุง ููููุธูุฑู ููู ุญูุงุฌูุชูููุ ูููููููู ุงุจููู ุญููููููู ููุดูููู ุฐููููู ุฅูููููููุ ููููุงูู ูููู ุนูุซูู ูุงูู ุจููู ุญููููููู: ุงุฆูุชู ุงููู ููุถูุฃูุฉู ููุชูููุถููุฃูุ ุซูู ูู ุงุฆูุชู ุงููู ูุณูุฌูุฏู ููุตูููู ููููู ุฑูููุนูุชูููููุ ุซูู ูู ูููู: ุงููููู ูู ุฅููููู ุฃูุณูุฃููููู ููุฃูุชูููุฌูููู ุฅููููููู ุจูููุจููููููุง ู ูุญูู ููุฏู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ู ููุจูููู ุงูุฑููุญูู ูุฉูุ ููุง ู ูุญูู ููุฏู ุฅููููู ุฃูุชูููุฌูููู ุจููู ุฅูููู ุฑูุจููู ููุชูููุถูู ููู ุญูุงุฌูุชูู ููุชูุฐูููุฑู ุญูุงุฌูุชููู ููุฑูุญู ุญูุชููู ุฃูุฑูููุญู ู ูุนููู. ููุงููุทููููู ุงูุฑููุฌููู ููุตูููุนู ู ูุง ููุงูู ููููุ ุซูู ูู ุฃูุชูู ุจูุงุจู ุนูุซูู ูุงูู ุจููู ุนููููุงูู ุฑูุถูู ุงูููู ุนูููููุ ููุฌูุงุกู ุงููุจููููุงุจู ุญูุชููู ุฃูุฎูุฐู ุจูููุฏููู ููุฃูุฏูุฎููููู ุนูููู ุนูุซูู ูุงูู ุจููู ุนููููุงูู ุฑูุถูู ุงูููู ุนูููููุ ููุฃูุฌูููุณููู ู ูุนููู ุนูููู ุงูุทููููููุณูุฉูุ ููููุงูู: ุญูุงุฌูุชูููุ ููุฐูููุฑู ุญูุงุฌูุชููู ููููุถูุงููุง ูููู
Dari Utsman bin Hunaif (perawi hadis yang menyaksikan orang buta bertawassul kepada Rasulullah) bahwa ada seorang laki-laki datang kepada (Khalifah) Utsman bin Affan untuk memenuhi hajatnya, namun sayidina Utsman tidak menoleh ke arahnya dan tidak memperhatikan kebutuhannya. Kemudian ia bertemu dengan Utsman bin Hunaif (perawi) dan mengadu kepadanya. Utsman bin Hunaif berkata: Ambillah air wudlu kemudian masuklah ke masjid, shalatlah dua rakaat
dan bacalah: “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu melaluimu agar hajatku dikabulkan.” Lalu sebutlah apa kebutuhanmu. Lalu lelaki tadi melakukan apa yang dikatakan oleh Utsman bin Hunaif dan ia memasuki pintu (Khalifah) Utsman bin Affan.
Maka para penjaga memegang tangannya dan dibawa masuk ke hadapan Utsman bin Affan dan diletakkan di tempat duduk. Utsman bin Affan berkata: Apa hajatmu? Lelaki tersebut menyampaikan hajatnya, dan Utsman bin Affan memutuskan permasalahannya(HR. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah)