Sholat Sambil Membaca dan Membawa Al-Qur’an

Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang hukum membawa mushaf ketika sholat. Sebagian ada yang membolehkannya dan sebagian lainnya mengatakan bahwa hal itu membatalkan sholat.

Kalangan Ulama yang Membolehkan

Di antara yang membolehkan sholat sambil membawa dan membaca dari mushaf adalah Al-Imam Malik, Al-Imam As-Syafi’i dan Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Yusuf dan Muhammad serta yang lainnya. Namun meski mereka berpandangan sholat dengan membaca mushaf Al-Qur’an bukanlah hal yang terlarang, namun lebih dikhususkan untuk sholat sunnah atau nafilah dan bukan ketika melakukan sholat wajib.

Selain itu ulama yang membolehkan tetap mensyaratkan agar tidak terlalu banyak gerakan yang akan mengakibatkan batalnya sholat. dalam pandangan para ulama syafi’i, tiga kali gerakan yang berturut-turut tanpa jeda sudah termasuk perkara yang membatalkan sholat. Meski membolehkan, namun mereka tetap mengatakan bahwa sholat dengan menghafal langsung tanpa membaca dari mushaf tetaplah lebih utama dan lebih baik.

baca : Apakah Setiap Ayat Al-Qur’an Ada Khodam (Jin)?

Mereka berpendapat berdasarkan dalil ketika Zakwan mengimami Aisyah ra. dengan melihat mushaf. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi bahwa sahaya Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha yang bernama Zakwan telah sholat menjadi imam bagi Aisyah ra. di bulan Ramadhan. Dia menjadi imam sambil membaca Al-Qur’an dari mushaf. Hal yang sama juga dalam sholat nafilah (sunnah) yang lain (HR. Imam Baihaqi)

Selain itu juga Nabi SAW pernah melakukan sholat sambil menggendong cucunya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Qatadah bahwa Rasulullah SAW sholat sambil menggendong anak (cucu beliau). Dengan dasar itu, maka logikanya adalah kalau menggendong anak saja tidak membatalkan sholat, apalagi bila sekedar membawa mushaf. Padahal membawa mushaf itu punya tujuan agar tidak salah bacaannya, serta bermanfaat buat yang belum hafal Al-Qur’an agar bisa membaca lebih banyak lagi di dalam sholatnya.

Dan juga Nabi SAW pernah melakukan sholat dan terganggu sholatnya akan tetapi Nabi tetap meneruskan. Bahkan dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah merasa terganggu konsentrasi sholatnya ketika melihat al-khamishah (kain empat persegi terbuat dari wol), namun tidak ada keterangan bahwa beliau mengulangi sholatnya. Benda itu melalaikanku dari sholatku. (HR Bukhari dan Muslim)

baca : Membaca Basmalah di Surah Al-Fatihah

Terangganggunya sholat tidaklah membatalkan. Karena tidak ada keterangan dari ulama bahwa Nabi mengulangi sholatnya. Maka demikian juga dengan memegang mushaf, meski barangkali agak mengganggu namun tidak lantas membatalkan sholat.

Al-Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhazzab menyebutkan: Bila seseorang membaca dari mushaf, maka sholatnya tidak batal. Baik dia hafal atau tidak hafal. Bahwa wajib membaca dari mushaf bila tidak hafal surat Al-Fatihah. Meski sesekali membolak-balik halaman, tidak membatalkan.

Namun ada pendapat dari beberapa ulama yang tidak membolehkannya secara mutlak, yaitu pendapat kalangan mazhab Al-Hanafiyah dan Az-Dzahiriyah.

Dalam kitab Al-Mashahif, Imam Ibnu Abi Daud meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas ra. berkata, “Amirul Mukminin melarang kami untuk menjadi imam sholat di depan orang-orang sambil melihat ke mushaf.”

baca : Menggunkan Ayat-Ayat Al-Qur’an untuk Menarik Hati Orang Lain

Selain dengan hadits di atas mengenai larangan untuk membaca dari mushaf. Membaca dari mushaf sama kedudukannya dengan talqin (dibacakan oleh orang lain). Dan talqin itu sama halnya berbicara dengan orang di luar sholat. Berbicara dengan orang lain yang tidak ikut sholat itu membatalkan sholat.

Selain itu, membaca dari mushaf itu umumnya dilakukan sepanjang bacaan sholat. Ini berbeda dengan kasus imam yang lupa bacaan quran dan diingatkan oleh makmum. Dalam kasus itu, meski seolah ada ‘pembicaraan’ antar imam dan makmum, namun yang terjadi hanya sesekali saja, tidak sepanjang sholat. Sedangkan membaca dari mushaf didudukkan seperti imam berbicara dengan orang lain, meski hanya lewat tulisan saja.

Bila kita lebih suka dengan pendapat ulama yang membolehkan, tetap kita harus berhati-hati dengan gerakan yang berlebihan. Boleh juga untuk tidak memegang mushaf dengan tangan, melainkan cukup diletakkan di depan orang yang sholat, tentunya dengan mushaf dengan tulisan yang besar dan tidak diletakkan di atas tanah sejajar dengan kaki kita.

baca : Apakah Al-Quran Bukan Bahasa Arab?

Dan sekarang ini sudah terbit mushaf yang cocok untuk hal itu. Selain ukuran hurufnya besar juga halamannya lebar, sehingga tidak perlu membolak-balik halaman lagi. Satu halaman mushaf itu sebanding dengan 2 halaman di mushaf lain. barangkali pihak percetakan sudah paham bahwa sebagian ulama agak ketat dalam masalah tidak boleh terlalu banyak bergerak dalam shalat.

Namun karena masalah ini banyak perbedaan di kalangan para ulama, di mana sebagian membolehkannya dan sebagian melarangnya, maka yang dibutuhkan sekarang ini adalah sikap bijak dan toleran. Alangkah baiknya bila kita tidak saling menyalahkan, apalagi sampai menghujat dan menuduh sholatnya saudara kita itu batal dan tidak sah. Selama suatu masalah masih terjadi khilaf, yang terbaik adalah bersikap bijak dan berlaku adil.

Bagikan artikel ini ke :