Dalam penyebaran agama islam, banyak peperangan yang terjadi. Dimulai perang pertama di masa Nabi Muhammad SAW yaitu perang badar, hingga peperangan yang terjadi di masa kekhalifahan para khulafaurrasyidin. Banyak kemenangan yang telah di raih oleh pasukan islam, namun ada juga kekalahan yang pernah menimpa kaum islam ketika perang, salah satunya perang uhud.
Perang uhud sendiri terjadi akibat dendam kaum kafir atas kemenangan kaum muslim pada perang badar. Banyak kerabat orang kafir yang terbunuh dalam perang badar, sehingga mereka ingin membalas kematian tersebut. Dalam perang ini, kaum islam mengalami kekalahan dan menewaskan banyak sekali pasukan islam, salah satunya adalah paman nabi yakni Hamzah bin Abdul Muthalib. Beliau terbunuh di tangan seorang budak milik Jubair bin Muth’im yang bernama Wahsyi Bin Harb.
Wahsyi bin Harb sendiri merupakan budak berkulit hitam milik Jubair bin Muth’im, seorang bangsawan dari Bangsa Quraisy. Wahsyi diiming-iming akan dimerdekakan apabila ia mampu membunuh paman nabi, yakni Sayyidina Hamzah. Ia diprovokasi oleh Hindun binti Utbah untuk membalaskan dendamnya pada nabi lewat paman nabi. Hal ini dikarenakan ada banyak kerabat Hindun yang terbunuh dalam perang badar.
Selain itu, kematian pamannya, juga menimbulkan dendam tersendiri dalam Hindun. Hal itulah yang akhirnya memacu keberanian dalam hati Wahsyi untuk membunuh Sayyidina Hamzah. Akhirnya, Wahsyi berhasil membunuh Sayyidina Hamzah dengan tombaknya, dan ia pulang dari perang uhud dalam keadaan merdeka.
Lambat laun, hidayah Allah pun datang pada Wahsyi. Lebih tepatnya ketika terjadi peristiwa Fathu Makkah, dimana ketika itu banyak sekali orang yang berbondong bondong masuk islam dan akhirnya orang kafir mulai tersingkir dari kota Makkah. Wahsyi merasa sangat gelisah dan ketakutan atas perbuatannya di masa lalu, dimana ia membunuh paman nabi yakni Sayyidina Hamzah.
Ia akhirnya kabur ke pinggiran kota Thaif dengan keadaan ketakutan dan penuh penyesalan. Mengetahui hal itu, ada sahabat Wahsyi yang akhirnya menasehatinya agar ia mau bertaubat dan mengakui kesalahannya. Awalnya Wahsyi ragu, namun akhirnya memantapkan diri dan mau menemui rasul untuk masuk islam.
Ketika ia menghadap pada rasul, rasul berkata pada Wahsyi agar ia tidak menampakan wajahnya di hadapan rasul. Hal ini di karenakan, saat rasul melihat Wahsyi, rasul akan kembali teringat pada paman beliau yakni Sayyidina Hamzah, dan itu membuat beliau menjadi sedih kembali. Mendengar hal itu, Wahsyi kembali merasa bersalah.
Ia sangat menyesali apa yang telah ia lakukan di masa lalu. Akhirnya Wahsyi pun pergi dari hadapan rasul dan tidak pernah menampakan dirinya di hadapan rasul hingga rasul wafat. Hidup Wahsyi selalu di hantui oleh penyesalan atas perbuatannya di masa lalu. Ia selalu mencari kesempatan untuk menebus kesalahan yang telah ia perbuat.
Hingga akhirnya setelah wafatnya rasulullah SAW, kepemimpinan umat islam beralih ke tangan Abu Bakar As Shiddiq. Permasalahan yang di alami di masa itu bukan lagi tentang orang kafir, melainkan tentang kemurtadan dan kemunculan para nabi palsu. Salah satunya adalah Musailamah Al Kadzab. Di bawah pimpinan Khalifah Abu Bakar, umat islam kembali menyiapkan pasukan untuk menumpas kejahatan yang di lakukan Musailamah Al Kadzab tersebut. Abu Bakar mengirim pasukan ke Yamamah, untuk memberantas Musailamah dan pengikutnya.
Mengetahui hal itu, Wahsyi tak tinggal diam. Ia turut serta turun ke medan perang. Dengan semangat yang membara, ia berniat untuk turut serta menegakan kembali syiar islam dengan cara membunuh Musailamah. Ia memantapkan niatnya untuk menebus kesalahan yang di perbuat dengan membunuh musuh Allah atau ia yang akan terbunuh karena mempertahankan agama Allah.
Pasukan Islam berhasil mendobrak pertahanan pasukan Musailamah dan memporak porandakan mereka. Wahsyi pun akhirnya melompat ke barisan depan dan mengintai Musailamah. Hingga akhirnya, ia berhasil membunuh Musailamah dengan tombaknya. Tombak yang sama, dengan tombak yang ia gunakan untuk membunuh paman nabi, Sayyidina Hamzah.