Pengertian Asal Kata dan Definisi Al-Qur’an

Ada banyak pendapat yang berbeda-beda tentang asal kata dari lafadz Al-Qur’an. Sebagian berpendapat bahwa lafadz Al-Qur’an itu merupakan bentukan mashdar (مصدر) dari fi’il madhi (فعل الماضى). Ini merupakan kebiasaan orang Arab yang dalam masalah gramatika bahasa, selalu mengaitkan nama dan istilah dengan akar katanya. Namun sebagian ulama ada yang berpendapat lafadz Al-Qur’an itu adalah nama asli dan bukan bentukan dari kata lain. Maksudnya tidak punya akar kata.

Pendapat pertama menyebutkan bahwa lafadz Al-Qur’an itu bentuk mashdar (مصدر) , yang terbentuk dari fi’il madhi (فعل الماضى) sebagai akar katanya. Namun mereka yang mengatakan demikian ternyata berbeda pendapat tentang akar katanya. Al-Lihyani mengatkaan bahwa lafadz Al-Qur’an itu bentuk mashdar dari fi’il madhi (قرأ-يقرأ), maknanya adalah talaa (تلا) yang berarti membaca. Pendapat inilah yang barangkali paling sering kita dengar dari banyak kalangan.

Namun pendapat al-Lihyani di atas ditampik oleh Az-Zajjaj. Beliau mengatkan bahwa lafadz Al- Qur’an itu terbentuk dari asalnya yaitu al-qar’u (القرء) yang bermakna al-jam’u (الجمع) kumpulan atau gabungan. Wazannya adalah fu’la’ (فُعْلَاءْ) sebagaiman lafadz ghufran (غفران) .Seperti orang Arab menyebut (جمع الماء فى الحوض) yaitu air telah berkumpul atau bergabung dalam telaga. Az-Zajjaj mengatakan secara akar kata bahwa Al-Qur’an itu bermakna gabungan, karena pada hakikatnya merupakan gabungan dari kitab- kitab samawi sebelumnya. Hal itu dikutip oleh Az- Zarkasyi dalam kitabnya Al-Burhan. Lain lagi pendapat Al-Farra’, Beliau mengatakan bahwa kata Al-Qur’an itu tidak terbentuk dari kata qara’a – yaqra’u (قرأ-يقرأ), tetapi merupakan bentukan dari kata dasar al-qarain (القرائن) yang merupakan bentuk jama’ dari qarinah (قرينة). Makna qarinah itu sebanding, karena tiap ayat Al-Qur’an dengan ayat lainnya sebanding.

Demikian juga dengan Al-Asy’ari yang berpendapat agak mirip dengan Al-Farra’ di atas, bahwa lafadz Al-Qur’an itu merupakan bentukan dari sebuah kata dasar, yaitu qarana (قرن) yang berarti menggabungkan,bukan virus lho yaaa 😅 sebagaimana kalimat qarana asy- syai’a bisy-syai’i (قرن الشئ بالشئ) maknanya menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hanya saja berbeda dengan Az-Zajjaj di atas, bahwa makna yang digabung itu maksudna adalah Al-Qur’an itu di dalamnya adalah gabungan dari banyak ayat dan surat. Sekian banyak ayat dan surat di dalam Al-Qur’an digabungkan satu dengan yang lain.

Sedangkan yang paling berbeda sendiri justru Al- Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) rahimahullah. Sebagaimana dikutip oleh Al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad, disebutkan bahwa Asy-Syafi’i berpendapat bahwa lafadz Al-Qur’an tidak dibentuk dari kata dasar apapun, termasuk juga qara’a – yaqra’u sebagaimana yang banyak orang bilang. Alasannya karena kurang tepat. Sebab jika demikian, maka apapun yang dibaca termasuk Al-Qur’an juga. Menurut beliau lafadz Al-Qur’an itu bukan sesuatu yang dibaca. Tetapi kata Al-Qur’an adalah nama asli yang Allah SWT sematkan sebagaimana lafadz Taurat dan Injil, dimana keduanya tidak terbentuk dari kata dasar, tetapi yang merupakan nama asli.

Ada banyak ulama yang membuat definisi tentang Al-Qur’an. Yang paling populer adalah apa yang dijelaskan oleh Dr. Manna’ Al-Qaththan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum Al-Quran yaitu :

كلام الله المنزل على محمد المتعبد بتلاوته

Perkataan Allah yang turun kepada Nabi Muhammad SAW dimaan membacanya menjadi ritual ibadah.

Sebenarnya definisi ini bukan satu-satunya definisi tentang Al-Qur’an. Kita menemukan banyak ulama yang membuat definisi yang lebih lengkap lagi. Diantaranya ada yang menambahkan tentang malaikat Jibril sebagai perantaranya, juga ada tambahan tambahan masalah bahasa arab, juga tentang terbatas hanya yang diriwayatkan secara mutawatir dan juga tentang adanya tantangan kepada bangsa (penyair) Arab untuk bisa membuat tandingannya. Semua definisi yang dibuat oleh para ulama tentu saja untuk memberikan batasan mana yang termasuk Al-Qur’an dan mana yang bukan. Kita akan rinci satu per satu

Al-Qur’an pada hakikatnya adalah perkataan Allah. Namun perkataan Allah itu ada banyak macam dan jenisnya. Tidak semua perkataan Allah itu menjadi Al-Qur’an. Al-Qur’an banyak menceritakan bahwa Allah SWT berbicara dengan banyak makhluknya, seperti para malaikat, para nabi, bahkan kepada hewan dan juga jin, iblis dan lainnya. Apakah semua perkataan Allah itu menjadi Al-Qur’an Tentu saja bukan. Setiap manusia yang lahir di dunia ini pernah diajak dialog oleh Allah SWT, yaitu ketika jasadnya akan ditiupkan ruh.

وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَأَشۡهَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡ ۖ قَالُواْ بَلَىٰ ۛ شَهِدۡنَآ ۛ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنۡ هَٰذَا غَٰفِلِينَ

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,(QS Al-A’raf:172)

Ini adalah dialog antara Allah SWT dengan calon bayi atau calon manusia. Disitu ada perkataan Allah SWT juga, tapi itu bukan termasuk wahyu apalagi Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an juga ada disebutkan bagaimana dialog antara Allah SWT dengan para pengikut Nabi Isa alaihissam. tentunya mereka bukan nabi. Maka hal itu disebut ilham.

وَإِذۡ أَوۡحَيۡتُ إِلَى ٱلۡحَوَارِيِّۦنَ أَنۡ ءَامِنُواْ بِى وَبِرَسُولِى قَالُوٓاْ ءَامَنَّا وَٱشۡهَدۡ بِأَنَّنَا مُسۡلِمُونَ

Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: “Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku”. Mereka menjawab: Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)”.(QS Al-Ma’idah:111)

Entah apakah dialog ini lewat malaikat Jibril atau lewat Nabi Isa alaihissalam, tapi intinya dialog itu juga termasuk perkataan Allah SWT juga. Tetapi perkataan Allah SWT yang satu ini jelas bukan Al-Qur’an.

وَإِذِ ٱعۡتَزَلۡتُمُوهُمۡ وَمَا يَعۡبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ فَأۡوُۥٓاْ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ يَنشُرۡ لَكُمۡ رَبُّكُم مِّن رَّحۡمَتِهِۦ وَيُهَيِّئۡ لَكُم مِّنۡ أَمۡرِكُم مِّرۡفَقًا

Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu. (QS Al-Kahfi:16)

Ayat ini menceritakan bahwa Allah SWT memerintahkan para pemuda itu untuk masuk ke dalam gua. Tidak dijelaskan apakah ini dialog langsung atau lewat perantaraan malaikat, ataukah barangkali perintah itu datang secara ilham di dalam kepala mereka. Namun pasti perintah ini bukan wahyu risalah, apalagi Al-Qur’an. Allah SWT juga pernah berbicara kepada ibunda Nabi Musa alaihissalam, yang tentunya juga bukan seorang nabi.

إِذۡ أَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰٓ أُمِّكَ مَا يُوحَىٰٓ. أَنِ ٱقۡذِفِيهِ فِى ٱلتَّابُوتِ فَٱقۡذِفِيهِ فِى ٱلۡيَمِّ

yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, Yaitu: “Letakkanlah ia (Musa) didalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (QS Taha 38-39)

Ayat ini menggunakan frasa ‘awha’ (أوحى ) yang secara baku bermakna menurunkan wahyu, namun terjemahan versi Kementerian Agama RI. mengubahnya menjadi ‘mengilhamkan’. Lepas dari diskusi maknya, yang jelas lafadz mewahyukan sebenarnya masuk ke dalam kategori perkataan Allah SWT juga. Namun sepakat para ulama menyimpulkan, bahwa peristiwa ini bukan wahyu kenabian, dan perkataan Allah SWT yang satu ini pastinya juga bukan Al-Qur’an.

وَٱذۡكُرۡ فِى ٱلۡكِتَٰبِ مَرۡيَمَ إِذِ ٱنتَبَذَتۡ مِنۡ أَهۡلِهَا مَكَانًا شَرۡقِيًّا. فَٱتَّخَذَتۡ مِن دُونِهِمۡ حِجَابًا فَأَرۡسَلۡنَآ إِلَيۡهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا. قَالَتۡ إِنِّىٓ أَعُوذُ بِٱلرَّحۡمَٰنِ مِنكَ إِن كُنتَ تَقِيًّا. قَالَ إِنَّمَآ أَنَا۠ رَسُولُ رَبِّكِ لِأَهَبَ لَكِ غُلَٰمًا زَكِيًّا. قَالَتۡ أَنَّىٰ يَكُونُ لِى غُلَٰمٌ وَلَمۡ يَمۡسَسۡنِى بَشَرٌ وَلَمۡ أَكُ بَغِيًّا. قَالَ كَذَٰلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَىَّ هَيِّنٌ ۖ وَلِنَجۡعَلَهُۥٓ ءَايَةً لِّلنَّاسِ وَرَحۡمَةً مِّنَّا ۚ وَكَانَ أَمۡرًا مَّقۡضِيًّا

Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Quran, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: “Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan Yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa”. Ia (jibril) berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci”. Maryam berkata: “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!” Jibril berkata: “Demikianlah”. Tuhanmu berfirman: “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan”. (QS. Maryam :16- 21)

Tentu saja malaikat dan iblis pernah berdialog dengan Allah SWT. Para malaikat itu disuruh sujud kepada Nabi Adam alaihissalam ketika baru saja diciptakan, namun iblis menolak untuk sujud. Semua itu diceritakan Al-Qur’an dalam bentuk dialog, dimana disitu ada perkataan Allah SWT.

وَلَقَدۡ خَلَقۡنَٰكُمۡ ثُمَّ صَوَّرۡنَٰكُمۡ ثُمَّ قُلۡنَا لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ ٱسۡجُدُواْ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓاْ إِلَّآ إِبۡلِيسَ لَمۡ يَكُن مِّنَ ٱلسَّٰجِدِينَ. قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسۡجُدَ إِذۡ أَمَرۡتُكَ ۖ قَالَ أَنَا۠ خَيۡرٌ مِّنۡهُ خَلَقۡتَنِى مِن نَّارٍ وَخَلَقۡتَهُۥ مِن طِينٍ. قَالَ فَٱهۡبِطۡ مِنۡهَا فَمَا يَكُونُ لَكَ أَن تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَٱخۡرُجۡ إِنَّكَ مِنَ ٱلصَّٰغِرِينَ. قَالَ أَنظِرۡنِىٓ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ. قَالَ إِنَّكَ مِنَ ٱلۡمُنظَرِينَ

Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”, maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. Allah berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina”. Iblis menjawab: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”. Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh”. (QS. Al-A’raf : 11-15)

Dialog segitiga antara Allah SWT dengan para malaikat dan iblis ini pada intinya terdapat perkataan Allah SWT. Namun ini bukan wahyu risalah dan juga bukan termasuk Al-Qur’an.

وَأَوۡحَىٰ رَبُّكَ إِلَى ٱلنَّحۡلِ أَنِ ٱتَّخِذِى مِنَ ٱلۡجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ ٱلشَّجَرِ وَمِمَّا يَعۡرِشُونَ

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”, (QS. An-Nahl : 68)

Lafadz ayat ini juga menggunakan awha (أَوۡحَىٰ ) yang secara bahasa berarti memberi wahyu. Setidaknya ini merupakan perkataan Allah SWT juga, meski pun kepada hewan yaitu lebah. Namun yang pasti perkataan Allah SWT ini bukan wahyu risalah dan juga bukan Al-Qur’an.

ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ وَهِىَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلۡأَرۡضِ ٱئۡتِيَا طَوۡعًا أَوۡ كَرۡهًا قَالَتَآ أَتَيۡنَا طَآئِعِينَ

Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. (QS. Fushshilat : 11)

Ketika menghancurkan umat Nabi Nuh alahissalam dengan banjir besar, Allah SWT berkata kepada bumi dan langit sebagai berikut :

وَقِيلَ يَٰٓأَرۡضُ ٱبۡلَعِى مَآءَكِ وَيَٰسَمَآءُ أَقۡلِعِى وَغِيضَ ٱلۡمَآءُ وَقُضِىَ ٱلۡأَمۡرُ وَٱسۡتَوَتۡ عَلَى ٱلۡجُودِىِّ ۖ وَقِيلَ بُعۡدًا لِّلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim”. (QS. Hud : 44)

Jadi kesimpulannya bahwa perkataan Allah itu bisa banhyak macam dan jenisnya, tentu tidak semua itu menjadi wahyu dan bukan Al-Qur’an. Kalau demikian, lalu yang manakah dari semua perkataan Allah SWT itu merupakan Al-Qur’an Jawaban sementarnya adalah perkataan yang khusus kepada para nabi dan rasul saja, itu pun lebih dikhususnya lagi yaitu hanya Nabi Muhammad SAW saja.

Bagikan artikel ini ke :