Pelajaran dari Kisah Ashabul Ukhdud

Diantara metode pendidikan Islam adalah menceritakan kisah nyata dari orang-orang terdahulu untuk diambil pelajarannya. Dengan hal tersebut, pelajaran bisa lebih mengena karena si pembaca bisa mengetahui bagaimanakah kesudahan dari orang-orang yang baik ataupun orang-orang yang buruk. Buktinya, kita akan dapatkan bahwa sekitar sepertiga Al Qur’an adalah kisah sebagaimana keterangan Ibnu Hajar, “Isi Al Qur’an adalah tentang hukum-hukum, berita (kisah), dan tauhid”. (Fathul Baari, 9/61)

Diantara kisah dalam Al Qur’an yang sangat layak kita ambil pelajarannya adalah kisah ashabul ukhdud, yaitu kisah dibakarnya orang-orang yang beriman di dalam parit. Kisah ini Allah abadikan di dalam Al Qur’an surat Al Buruj.

Dari Shuhaib, Rasulullah bersabda, Dahulu ada raja dari golongan umat sebelum kalian, ia mempunyai tukang sihir. Ketika tukang sihir tersebut dalam usia senja, ia mengatakan kepada raja bahwa ia sudah tua dan meminta agar dikirimkan anak yang mewarisi ilmu sihirnya. Maka ada seorang anak yang diutus padanya. Tukang sihir tersebut lalu mengajarinya.

Di tengah perjalanan belajar, anak ini bertemu seorang rahib. Ia pun duduk bersamanya dan menyimak nasehat si rahib. Ia begitu takjub pada apa yang disampaikan si rahib. Ketika ia telah mendatangi tukang sihir untuk belajar, ia pun menemui si rahib dan duduk bersamanya. Ketika ia terlambat mendatangi tukang sihir, ia dipukul, maka ia mengadukannya pada rahib. Rahib berkata, “Jika engkau khawatir pada tukang sihir, maka katakan bahwa keluargaku menahanku. Jika engkau khawatir pada keluargamu, maka katakan bahwa tukang sihir telah menahanku”

Suatu ketika tibalah ia di suatu tempat dan di sana ada seekor binatang besar yang menghalangi jalan orang-orang banyak. Anak itu berkata, “Pada hari ini saya akan mengetahui, apakah penyihir itu yang lebih baik ataukah rahib itu.” Ia mengambil sebuah batu seraya berkata, “Ya Allah, apabila pelajaran dari rahib lebih Engkau cintai daripada tukang sihir, maka bunuhlah binatang ini sehingga orang-orang dapat melintas.” Lalu ia melempar sesuatu kepada binatang tersebut dan binatang itu terbunuh. Lalu orang-orang dapat melintas. Lalu ia mendatangi rahib dan mengabarkan hal tersebut. Rahib mengatakan, “Wahai anakku, saat ini engkau lebih mulia dariku. Kamu sudah pada suatu tingkat yang saya lihat. Sesungguhnya engkau akan mendapat cobaan, maka jika benar, janganlah menyebut namaku”

Anak itu lalu dapat menyembuhkan orang buta dan yang berpenyakit kulit. Ia dapat menyembuhkan orang-orang dari berbagai macam penyakit. Berita ini sampai ke telinga sahabat dekat raja yang telah lama buta. Ia mendatangi pemuda tersebut dengan membawa banyak hadiah. Ia berkata, “Ini semua jadi milikmu asalkan engkau menyembuhkanku”. Anak itu berkata, “Aku tidak dapat menyembuhkan seorang pun. Yang mampu menyembuhkan hanyalah Allah. Jika engkau beriman pada Allah, aku akan berdoa pada-Nya agar engkau bisa sembuh.” Ia pun beriman pada Allah, lantas Allah menyembuhkannya.

Sahabat raja tadi kemudian mendatangi raja dan ia duduk seperti biasanya. Raja bertanya padanya, “Siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?” Ia menjawab, “Tuhanku”. Raja kaget, “Apa engkau punya Tuhan selain aku?” Ia menjawab, “Tuhanku dan Tuhanmu itu sama yaitu Allah.” Raja pun menindaknya. Ia terus menyiksanya sampai ditunjukkan anak yang tadi.

Raja lalu berkata pada anak itu, “Wahai anakku, telah sampai padaku berita mengenai sihirmu yang bisa menyembuhkan orang buta dan berpenyakit kulit, serta engkau dapat melakukan ini dan itu.” Anak itu menjawab, “Sesungguhnya aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun. Yang menyembuhkan adalah Allah.” Raja lalu menindaknya dan terus menyiksanya, sampai ditunjukkan pada rahib.

Raja berkata kepada rahib, “Kembalilah pada agamamu!” Rahib itu enggan. Lantas didatangkanlah gergaji dan diletakkan di tengah kepalanya. Lalu dibelahlah kepalanya dan terjatuhlah belahan kepala tersebut. Setelah itu, sahabat dekat raja didatangkan, ia diperintahkan hal yang sama dengan rahib, “Kembalilah pada ajaranmu!” Ia enggan. Lantas terjadilah hal yang sama padanya sebagaimana keadaan si rahib.

Kemudian giliran anak tersebut yang didatangkan. Ia diperintahkan hal yang sama, Ia pun enggan. Kemudian anak itu diserahkan kepada pasukan raja. Raja berkata, “Pergilah kalian ke gunung ini dan itu. Dakilah gunung tersebut bersamanya. Jika kalian telah sampai di puncaknya (tanyalah dirinya), apabila ia kembali pada agamanya, bebaskan ia. Jika tidak, lemparkanlah ia dari gunung tersebut.” Lantas pasukan raja tersebut pergi bersama pemuda itu lalu mendaki. Lalu anak ini berdoa, “Ya Allah, lindungilah aku dari tindakan mereka dengan kehendak-Mu.” Gunung lantas berguncang dan semua pasukan raja jatuh.

Anak itu kembali kepada raja. Ketika sampai, raja berkata, “Apa yang dilakukan teman-temanmu?” Ia menjawab, “Allah telah mencukupiku dari tindakan mereka.” Lalu anak ini dibawa lagi bersama pasukan raja. Raja berkata, “Pergilah kalian dengan sebuah sampan menuju tengah lautan. Jika ia mau kembali pada ajarannya, bebaskan dia. Jika tidak, tenggelamkan ia.” Mereka pun lantas pergi. Lalu anak ini berdoa sama seperti sebelumnya. Tiba-tiba sampan pun terbalik, pasukan raja tenggelam. Anak tersebut kembali mendatangi raja. Raja pun berkata, “Apa yang dilakukan teman-temanmu?” Ia menjawab dengan jawaban sebelumnya.

Ia berkata pada raja, “Engkau tidak bisa membunuhku kecuali engkau memenuhi syaratku.” Raja bertanya, “Apa syaratnya?” Anak itu menjawab, “Kumpulkanlah rakyatmu di suatu bukit. Lalu saliblah aku. Ambillah anak panah dari tempat panahku, ucapkanlah, “Dengan nama Allah, Tuhan dari anak ini.” Lalu panahlah aku maka pasti engkau dapat membunuhku.”

Rakyat pun dikumpulkan. Anak tersebut disalib, lalu raja tersebut mengambil anak panah si anak kemudian diletakkan di busurnya. Lalu mengucapkan, “Dengan nama Allah Tuhan anak ini.” Lalu dilepaslah dan panah tersebut mengenai pelipisnya, lalu ia pun mati. Rakyat yang berkumpul tersebut berkata, “Kami beriman pada Tuhan anak itu.”

Raja datang, lantas ada yang berkata, “Apa yang selama ini engkau khawatirkan sepertinya benar-benar terjadi. Manusia saat ini telah beriman pada Tuhan anak tersebut.” Lalu raja tadi membuat parit di jalan lalu dinyalakan api di dalamnya. Raja berkata, “Siapa yang tidak mau kembali pada ajarannya, maka lemparkanlah ia ke dalamnya.” Mereka pun melakukannya, sampai ada seorang wanita bersama bayinya. Wanita ini pun begitu tidak berani maju ketika akan masuk di dalamnya. Bayinya lantas berkata, “Wahai ibu, bersabarlah karena engkau di atas kebenaran.” (HR. Muslim)

Diantara pelajaran berharga, Orang-orang yang beriman kepada Allah pasti diuji.

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ. وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ ۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja setelah mengatakan, “Kami telah beriman,” sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka. Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al Ankabut : 2-3)

Tamak dengan kekuasaan merupakan penghalang sesorang dari hidayah. Lihatlah betapa gelapnya mata raja tersebut setelah ia melihat tanda-tanda kekuasaan Allah dengan mata kepalanya sendiri. Apabila dia beriman kepada Allah, akan hilanglah kekuasaannya, sehingga dia lebih memilih kekuasaan yang fana daripada akhirat yang kekal.

Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dilepas di tengah sekawanan kambing itu lebih merusak dibandingkan ambisi seseorang kepada harta dan kekuasaan terhadap agamanya. (HR. Tirmidzi)

Ibnu Hajar berkata, “Siapa yang mencari kekuasaan dengan begitu tamaknya, maka ia tidak ditolong oleh Allah” (Fathul Bari, 13/124)

Tidak boleh menyandarkan kesembuhan kepada manusia. Anak dalam kisah tersebut menolak bahwasanya dia lah yang menyembuhkan berbagai macam penyakit. Hal itu dikarenakan perkataan tersebut bisa merusak tauhid seseorang. Anak tersebut hanyalah perantara atau sebab. Namun yang terpenting adalah meyakini bahwa Allah lah yang berkuasa menjadikan suatu sebab dapat berpengaruh.

وَتُبۡرِئُ ٱلۡأَكۡمَهَ وَٱلۡأَبۡرَصَ بِإِذۡنِى

Dan ingatlah (wahai Isa), ketika engkau menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit kusta dengan seizin-Ku. (QS. Al Maidah : 110)

Sihir adalah hal yang sangat buruk. Terbunuhnya binatang buas tersebut merupakan tanda bahwa sihir adalah sesuatu yang sangat dibenci oleh Allah. Hal tersebut dikarenakan orang yang mempelajari sihir, mereka harus kafir kepada Allah dan beriman kepada setan, sehingga jatuhlah dia kepada dosa terbesar yaitu kesyirikan.

وَمَا كَفَرَ سُلَيۡمَٰنُ وَلَٰكِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحۡرَ

Dan Sulaiman tidaklah kafir, akan tetapi setan-setanlah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia (QS Al Baqarah : 102)

Semangatnya para penyebar kesesatan. Dalam kisah ini tukang sihir raja sangat ingin mewariskan ilmu sihirnya (kesesatannya). Oleh karena itulah, sebagai orang yang beriman, kita tidak boleh kalah semangat dengan para penyebar kesesatan dalam menyebarkan kebaikan. Apalagi pahala yang dijanjikan sangatlah besar.

Demi Allah, apabila Allah menunjuki seorang saja melalui dakwahmu itu lebih baik bagimu daripada kamu memiliki onta-onta merah (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikianlah diantara pelajaran yang bisa kita petik dari kisah tersebut. Tentu saja masih sangat banyak pelajaran yang bisa kita dapatkan. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan untuk ikhlas dan istiqomah dalam setiap amal shalih yang kita lakukan.

Bagikan artikel ini ke :