Non Muslim Itu Teman atau Musuh?

Apa hakikat paling dasar hubungan muslim dengan non-muslim? Apakah hubungan dasarnya pertemanan, damai dan hidup berdampingan, ataukah hubungan dasarnya permusuhan, perang dan saling bunuh?

Sebenarnya pertanyaan ini mudah sekali dijawab, karena seluruh ulama sudah ber-ijma’ bahwa hubungan dasar muslim dengan non muslim adalah hubungan pertemanan, damai dan berdampingan. Sejak diangkat menjadi utusan Allah SWT secara resmi, Nabi SAW tidak pernah berada di lingkunan yang steril dari orang kafir. Justru kehidupan Beliau SAW baik selama di Mekkah 13 tahun atau pun setelah hijrah ke Madinah selama 10 tahun, selalu dikerumuni oleh kalangan non muslim di sekeliling beliau.

Paman : Abu Thalib adalah paman beliau sendiri. Bahkan tahun kematiannya diresmikan menjadi tahun duka cita. Padahal Abu Thalib tidak pernah mengucapkan shahabat. Mertua : Abu Sufyan bin Al-Harb sebelum akhirnya masuk Islam, ternyata sepanjang 21 tahun dakwah kenabian selalu berada pada posisi sebagai orang kafir yang memerangi. Padahal puterinya sendiri, Ibunda Ramlah radhiyallahuanha menikah dengan Rasulullah SAW. Ini berarti Nabi SAW punya mertua yang agamanya non muslim.

Menantu : salah satu menantu Rasulullah SAW yang bernama Abul Ash, agak lama menjadi orang kafir. Sampai pernah berhadapan dengan beliau di medan perang ikut berperang di pihak Quraiys, memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin. Atas pertolongan Allah, kaum Muslimin menang di Badar, dan Abul Ash pun menjadi tawanan.

Kalau pun nanti ada kisah perang, yang jadi titik masalah bukan karena berbeda iman dan aqidah. Perang Badar, Uhud, Khandaq dan perang-perang yang lain itu bisa kita bedah satu per satu penyebabnya. Dan tidak ada satu pun perang yang didasari oleh perbedaan agama dan keyakinan.

Buktinya saat Perang Badar, Uhud dan Khandaq berlangsung, di Madinah ada begitu banyak orang Yahudi yang bukan muslim. Mereka terikat perjanjian untuk saling membela dengan sesama penduduk Madinah, meski beda agama.

Ketika Rasulullah SAW mengusir yahudi dari Madinah pun, sebenarnya dasarnya bukan karena perbedaan aqidah. Dasarnya khianat yang mereka lakukan. Ibarat menohok kawan seiring, menggunting dalam lipatan dan menyalip di tikungan.

Dalam sirah nabawiyah, kalau kita bandingkan siapa saja yang jadi orang kafir pada saat awal kenabian dengan pada 23 tahun kemudian kala hembuskan nafas terakhir, maka kita bisa temukan fakta bahwa semua yang kafir itu pada akhirnya masuk Islam juga. Hamzah dan Umar bin Khattab pada awalnya kafir, tapi akhirnya masuk Islam juga. Amar bin Al-Ash dan Khalid bin Walid itu kafir yang jadi musuh Islam, tapi akhirnya masuk Islam juga. Bahkan sekelas Abu Sufyan, walaupun sudah injury time, tapi masuk Islam juga.

Bagikan artikel ini ke :