Nabi Muhammad Seorang yang Ummi

Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang ‘ummi’. Dan kata ummi menunjukkan makna seorang yang tidak bisa membaca dan menulis. Namun tidak bisa baca dan tulis bukan berarti lambang kebodohan, sebab masyarakat tempat di mana beliau hidup memang tidak punya budaya baca tulis. Mengapa demikian?

Ada beberapa analisa yang sempat mengemuka. Salah satunya adalah fakta bahwa orang Arab punya kelebihan dalam mengingat kalimat dengan teramat sempurna. Buat mereka, menghafal 100 bait syair cukup dengan sekali mendengar. Sehingga kalau semua hal bisa dihafal, buat apa lagi ditulis.

Maka budaya baca tulis nyaris tidak terlalu banyak berkembang di tanah Arab di masa itu. Sebaliknya, mereka terbiasa menghafal begitu saja jutaan kata yang kalau ditulis bisa menjadi ribuan lembar buku.

Namun ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ummi bukanlah tidak bisa baca dan tulis. Meski memang kenyataannya demikian, namun lafadz ummi lebih dimaksudkan sebagai orang yang tidak punya akses kepada kitab dan literatur agama samawi sebelumnya.

baca : Baca Dua Mushaf Berbeda, Apakah Al-Qur’an Dipalsukan?

Nabi Muhammad SAW adalah seorang Arab yang tinggal di Makkah, beliau berbahasa Arab dan tidak paham bahasa Suryani atau Ibrani, dua bahasa yang digunakan oleh umat Nasrani dan Yahudi. Beliau tidak melek kitab samawi terdahulu. Maksudnya, beliau tidak bisa baca kitab Taurat, Injil dan Zabur.

Lalu apa hubungannya? Hubungannya adalah agar tidak ada alasan bagi umat yahudi atau nasrani untuk mengatakan bahwa nabi Muhammad hanyalah sekedar ‘menyontek’ dari kitab-kitab mereka. Sebab salah satu kilah mereka untuk tidak mau beriman kepada Nabi Muhammad SAW adalah karena mereka menuduh beliau sekedar menjiplak apa yang ada dalam kitab mereka.

Apalagi ternyata memang banyak hukum syariah yang memiliki kesamaan dengan hukum yang ada pada kalangan yahudi dan nasrani. Bahkan jenis hukumannya pun nyaris sama. Agama Yahudi dan Nasrani sama-sama mengharamkan babi, khamar, zina, pembunuhan, serta memberlakukan hukum hudud dan potong tangan. Ternyata, Al-Qur’an juga turun dengan esensi yang serupa, meski dengan beberapa penyesuaian.

Maka untuk menepis tuduhan itu, disebutlah bahwa nabi Muhammad SAW adalah seorang yang ummi, yaitu orang yang tidak mengerti bahasa Injil, Taurat dan Zabur. Maka tuduhan itu menjadi mentah dengan sendirinya.

Bagikan artikel ini ke :