Tidak lagi ada keraguan bahwa memang apa yang dibawa oleh Muhammad adalah kebenaran yang datang dari tuhan. Dan beliau ditugasi untuk menyebarkan ajaran itu ke seluruh alam. Akan tetapi walaupun sudah pasti apa ayng didakwahkan adalah kebenaran mutlak, Nabi tetap saja menggunakan cara dakwah yang baik dan tidak beringas.
عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا، وَسَكِّنُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
Dari Anas bin Malik r.a., Bahwasanya Rasul bersabda: mudahkanlah, jangan susahkan. Dan berikan ketenangan, jangan kaklian takut-takuti. (Muttafaq ‘alayh)
Ini menjadi buah cinta gaya dakwahnya Nabi, yang adem dan menanangkan, serta tidak menyusahkan dan tidak memberikan ketakutan. Karena memang begitulah harusnya seorang da’i. Dan itu dibuktikan oleh Nabi sendiri yang dalam banyak riwayat disebutkan bahwa beliau pernah menegur beberapa sahabatnya yang menjadi imam shalat untuk sahabat lain akan tetapi beliau membaca surat-surat panjang yang menyusahkan makmum. Sahabat Mu’adz bin Jabal pernah mendapat teguran itu.
Coba kita buka lagi buku sejarah, tentu kita hapal betul tentang surat-surat Nabi kepada para raja-raja guna mendakwahkan Islam. Dari mulai Muqouqis (Penguasa Mesir), Hiraql (Raja Rum), Kisra (Petinggi Persia), al-Mundzir (Pemangku Bahrain), sampai al-Najasyi (Etiophia), hapal redaksi surat beliau? Adakah kalimat murka, laknat sambil menghakimi bahwa mereka raja zalim yang mengajak penduduknya menuju kesengsaraan?
Tidak. Justru beliau mengajak dengan penuh kesopanan dan tetap mengakui kedudukan mereka sebagai raja, bahkan di awal suratnya beliau selalu menuliskan ‘jabatan’ si tertuju surat, padahal mungkin saja kepemimpinannya diraih dengan jalan yang Islam tidak meridhai itu, tapi Nabi tetap menghormati itu.
Ketika beliau berumur sekitar 35 tahun, terjadi rekonstruksi Ka’bah oleh para pemuka suku di Makkah. Dan karena memang Ka’bah adalah bangunan terhormat yang memilki keagungan bagi setiap suku di Hijaz, mereka memutuskan untuk membagi peran dalam pembangunan Ka’bah agar semua mendapat kehormatan itu. Akhirnya setiap suku mendapat jatah masing-masing batu untuk dibangun menjadi Ka’bah, dengan tetap memakai arsitek sebagai komandan pembangunan, yakni arsitek dari Romawi yang bernama Yaquum.
Akhirnya sampailah pembangun kepada posisi Hajar Aswad, yang mereka semua berselisih, siapa yang berhak dan dari suku mana yang pantas dan layak mendapatkan kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. Dan peselisihan itu terjadi 4 sampai 5 malam. Bahkan perselisihan itu sampai-sampai membuat mereka ingin berperang satu sama lain di tanah Haram. Sampai akhirnya Abu Umayyah bin al-Mughirah al-Makhzumi memberikan penawaran atas solusi, yakni solusinya diberikan kepada orang yang pertama kali masuk masjid al-haram esok hari. Dan mereka semua setuju.
Dan Allah berkehndak, yang membuat Muhammad masuk pertama kali ke masjid al-haram keesokan harinya. Dan mereka (suku-suku) itu sudah bersepakat bahwa yang akan mengatur peletakan ahajar aswad adalah orang yang pertama kali masuk masjid al-haram; dan itu Muhammad Melihat itu terjadi, mereka semua sepakat untuk diatur oleh Muhammad, karena sebab mereka pun tahun bahwa Muhammad adalah orang jujur yang tidak pernah menipu. Lalu diberitahukanlah beliau dengan apa yang sedang menjadi perdebatan para suku-suku Jazirah. Setelah beliau paham,beliau mulai berfikir untuk mendamaikan para suku-suku yang ada.
Dan beliau memulai jalan damainya dengan menggelar sorban dan meletakkan batu Hajar Aswad di atasnya. Kemudian beliau meminta pimpinan semua suku untuk memegang setiap ujung sorban tersebut dan mengangkatnya bersamaan sampai pada tempat Hajar Aswad yang semestinya. Lalu beliau turunkan batu itu dari sorban ke tempat semestinya.
Dan semua kepala suku itu pun senang, sebab mereka semua mendapatkan kehormatan yang sama dan adil dalam memindahkan Hajar Aswad yangs sejak beberapa haru sebelumnya mereka perdebatkan. Ini yang beliau lakukan, bahkan sebelum beliau diangkat menjadi Rasul, pandai mendamaikan orang yang berselisih. Pintar menenangkan keadaan dan tidak membuat masalah jauh lebih rumit, tapi membuatnya sederhana serta mengakomodasi keinginan semua.
Dan ini adalah kepribadian yang memang dibutuhkan untuk seorang yang nantinya akan diikuti banyak orang, yakni kepribadian yang mengayomi dan tiak menang sendiri serta peduli untuk kemaslahatan orang banyak, bukan hanya kepentingan golongan sendiri. Dan itu diberikan oleh Allah kepada Muhammad sebagai persiapan datangnya kenabian untuk beliau