Kehadiran teknologi saat ini memang cukup membantu di banyak hal. Di satu sisi teknologi mendongkrak mobilitas dan memudahkan aktivitas manusia. Namun, tak dimungkiri di sisi lain, menurut perspektif Islam, ada persoalan yang mengganjal sebagai efek dan akibat dari teknologi itu. Fenomena akhir ini, sudah terlihat dari maraknya mp3 murottal Al-Qur’an yang bisa tersimpan di berbagai perangkat telepon. Maksudnya mungkin baik, ingin menghadirkan kekhusyukan dan keteduhan, tak sedikit dari kita memasang nada dering berupa lantunan ayat suci Al-Qur’an. Bolehkah hal ini dilakukan?
Terus tetang masalah ini adalah masalah yang tidak ada nashnya, baik di dalam Al-Qur’an maupun hadist Nabi, bahkan dalam kitab-kitab fiqih sekalipun. Sebab ringtone dengan bacaan murattal Al-Qur’an memang merupakan hal yang benar-benar baru. Mungkin 10 tahun yang lalu belum pernah ada, apalagi dizaman Nabi dan para sahabat.
Seiring dengan semakin majunya teknologi, dering telepon tidak lagi berbunyi kring atau tut..tut..tut, tetapi bisa digunakan beragam bunyi, mulai dari MIDI file hingga mp3. Sehingga suara apa pun bisa dibunyikan, termasuk suara bacaan Al-Qur’an.
Mungkin ada sebagian orang yang berpendapat bahwa suara dering telepon itu haram, atau karena beranggapan bahwa musik itu haram, sehingga tidak mau bila telepon selulernya berdering seperti bel atau bersuara lagu-lagu dengan musik. Maka digantinya suara dering itu dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an.
Atau sebagian lagi mungkin tidak berangkat dari pemikiran bahwa dering telepon itu haram karena menyerupai musik, tetapi dia ikut-ikutan ‘latah’ melihat orang lain punya dering telepon yang unik, yaitu yang bisa ngaji.
Pendapat Mereka Yang Mengharamkan
Kalau kita perhatikan, ada sebagian ulama kontemporer yang memandang ringtone Al-Qur’an sebagai sebuah kreatifitas. Namun tidak sedikit yang memandang miris, karena menganggap hal itu justru merupakan sikap kurang hormat pada Al-Qur’an. Sebab menurut mereka, seharusnya Al-Qur’an tidak dijadikan alat untuk memanggil orang. Seharusnya Al-Qur’an itu didengarkan baik-baik, untuk direnungkan ayat demi ayatnya.
Maka sebenarnya wajar ketika sebagian ulama menganjurkan agar umat Islam tidak menggunakan ringtone Al-Qur’an, demi agar tidak terjadi ketidak-sopanan kepada Al-Qur’an
Tidak Mengharamkan Secara Mutlak
Namun meski cenderung setuju dengan pendapat para ulama di atas, bukan berarti langsung mengharamkan secara mutlak. Ringtone seperti itu pada dasarnya sah-sah saja, selama dampak negatifnya tidak terasa mengganggu.
Sebab mungkin saja ada orang merasa lebih nyaman bila mendengar bacaan Al-Qur’an, meski untuk ringtone. Demikian juga bila tidak mengganggu perkiraan orang lain dalam masalah waktu shalat dan puasa.
Kreatif tapi Bermanfaat
Saat ini yang dibutuhkan memang sikap kreatif, tetapi harus yang bermanfaat, bukan malah melahirkan madharat atau masalah baru. Misalnya, bisakan kita membuat mesin yang bisa merecognize dan mengoreksi bacaan Al-Qur’an? Misalnya, ada orang baru belajar baca Al-Quran, tentu bacaannya masih salah di sana sini.
Tugas alat itu adalah bagaimana bisa mengenali bacaan yang salah, sambil menjelaskan di mana letak titik kesalahannya, lalu mencontohkan bacaan yang benar.
Seandainya software seperti ini ada, maka akan sangat berguna sekali. Lantaran begitu banyak umat Islam yang masih belum bisa baca Al-Qur’an dengan baik. Software ajaib inilah solusinya. Dampak kecilnya, mungkin ada sebagian guru ngaji baca Al-Qur’an mungkin akan kehabisan murid, karena muridnya punya alat ini.
Tapi intinya, alat seperti ini kreatif dan sangat bermanfaat. Tapi kalau sekedar mengganti ringtone dengan bacaan Al-Qur’an, saya menganggap bahwa sikap seperti ini memang kreatif, tetapi melahirkan masalah baru.