Seiring dengan bertambahnya kebutuhan manusia mulai dari yang bersifat primer maupun sekunder, maka berbagai macam cara ditempuh untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut, termasuk di antaranya adalah hutang piutang. Hutang bisa dikategorikan sebagai kebutuhan manusia itu sendiri, atau hanya sebagai perantara untuk memenuhi kebutuhan.
Menghutangi merupakan sesuatu yang disunnahkan, sementra bagi orang yang berhutang dihukumi mubah. Hikmah disyariatkannya hutang piutang adalah untuk mengasihi sesama manusia. Hal itu juga menjadi sarana bagi orang yang menghutangi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam beberapa hadits disebutkan memberi hutang memiliki nilai ibadah yang lebih tinggi daripada sedekah bagi pihak yang menghutangi.
Hal itu karena tidak semua orang yang disedekahi membutuhkan, berbeda dengan orang yang berhutang, sudah pasti dia butuh. Tapi disisi lain, hutang bisa menjadikan orang berdosa. Lantas apa saja hutang yang berpahala dan berdosa, bagaimana Islam mengatur hutang piutang
Abu Bakr bin Muhammad Syattha adDimyati dalam kitab I’anah At-Tholibin menyebutkan pengertian hutang
الاِقْرَاضُ الّذى هُوَ تَمْلِيْكُ الشَّيْئٍ عَلَى يُرَدَّ مِثْلُهُ
Akad hutang adalah pemberian kepemilikan sesuatu untuk kemudian dikembalikan dengan jenis yang sama.
Hutang ini memang menjadi kebutuhan manusia. Hanya saja kadang hutang menjadi pahala, tapi tak jarang hutang juga menjadi dosa. Dari hutang ini, ada beberapa hal yang berpotensi menghasilkan pahala, baik kepada pihak yang memberi hutang atau pihak yang berhutang
Hutang yang berpotensi pahala yang pertama adalah memberikan hutang kepada Allah. Tentu ini adalah ungkapan lain dari shadaqah. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menganjurkan memberi hutang kepada Allah
مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ
Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah: 245)
وَقَالَ ٱللَّهُ إِنِّى مَعَكُمۡ ۖ لَئِنۡ أَقَمۡتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَيۡتُمُ ٱلزَّكَوٰةَ وَءَامَنتُم بِرُسُلِى وَعَزَّرۡتُمُوهُمۡ وَأَقۡرَضۡتُمُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنًا لَّأُكَفِّرَنَّ عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَلَأُدۡخِلَنَّكُمۡ جَنَّٰتٍ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ
Dan Allah berfirman, “Aku bersamamu.” Sungguh, jika kamu melaksanakan salat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, pasti akan Aku hapus kesalahan-kesalahanmu, dan pasti akan Aku masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (QS. Al-Maidah: 12)
مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥ وَلَهُۥٓ أَجۡرٌ كَرِيمٌ
Barangsiapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan mengembalikannya berlipat ganda untuknya, dan baginya pahala yang mulia, (QS. AlHadid: 11).
إِنَّ ٱلۡمُصَّدِّقِينَ وَٱلۡمُصَّدِّقَٰتِ وَأَقۡرَضُواْ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنًا يُضَٰعَفُ لَهُمۡ وَلَهُمۡ أَجۡرٌ كَرِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka; dan mereka akan mendapat pahala yang mulia. (QS. Al-Hadid: 18)
إِن تُقۡرِضُواْ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنًا يُضَٰعِفۡهُ لَكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ۚ وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ
Jika kamu meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya Dia melipatgandakan (balasan) untukmu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Penyantun. (QS. At-Tagabun: 17)
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَقۡرِضُواْ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنًا ۚ وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنۡ خَيۡرٍ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِ هُوَ خَيۡرًا وَأَعۡظَمَ أَجۡرًا ۚ وَٱسۡتَغۡفِرُواْ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
… dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. (QS. Al-Muzzammil: 20).
Memberi hutang kepada Allah itu maksudnya adalah bersedekah. Ketika turun Surat al-Hadid: 11, Abu adDahdah, salah seorang shahabat Anshar datang kepada Nabi. Beliau ingin memberi hutang kepada Allah. Kisah tentang sahabat Abu ad-Dahdah Al Anshori ini diceritakan oleh Ibnu Katsir (w. 774 H) dalam tafsirnya
Abdullah bin Mas’ud menceritakan bahwa tatkala turun ayat di atas (surat Al Hadid ayat 11), Abu ad-Dahdah Al Anshori mengatakan,
“Wahai Rasulullah, apakah Allah menginginkan pinjaman dari kami?” Rasulullah menjawab, “Betul, wahai Abu adDahdah.” Kemudian Abu ad-Dahdah pun berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah tanganmu.” Rasulullah pun menyodorkan tangannya. Abu ad-Dahdah pun mengatakan, “Aku telah memberi pinjaman pada Rabbku kebunku. Kebun tersebut memiliki 600 pohon kurma.”
Ummu ad-Dahdah; istri dari Abu adDahdah bersama keluarganya berada di kebun tersebut, lalu Abu ad-Dahdah datang dan berkata, “Wahai Ummud Dahdaa!””Iya,” jawab istrinya. Abu ad-Dahdah berkata, “Keluarlah dari kebun ini. Aku baru saja memberi pinjaman kebun ini pada Rabbku.” Dalam riwayat lain, Ummud Dahdaa menjawab, “Engkau telah beruntung dengan penjualanmu, wahai Abu ad-Dahdah.”
Ummu Dahda pun pergi dari kebun tadi, begitu pula anak-anaknya. Rasulullah pun terkagum dengan Abu ad-Dahdah. Beliau mengatakan,
كَمْ مِنْ عَذق رَدَاحَ فِي الْجَنَّةِ لِأَبِي الدَّحْدَاحِ. وَفِي لَفْظٍ : رُبَّ نَخْلَةٍ مُدَلَّاةٍ عُرُقُهَا دُرٌّ وَيَاقُوْتٌ لأبي الدحداح في الجنة
“Begitu banyak tandan anggur dan harumharuman untuk Abu ad-Dahdah di surga.” Dalam lafazh yang lain dikatakan, “Begitu banyak pohon kurma untuk Abu Dahdaa di surga. Akar dari tanaman tersebut adalah mutiara dan yaqut (sejenis batu mulia).”
Inilah yang dimaksud memberi hutang kepada Allah. Tentunya akan timbul pertanyaan; kenapa Allah menyebutnya sebagai hutang atau pinjaman? Para ulama telah menjawab pertanyaan tersebut bahwa Allah menyebutnya sebagai pinjaman untuk memberitahukan bahwa pahala yang dijanjikan atas perbuatan tersebut pasti akan mereka dapatkan sebagaimana sesuatu yang dipinjamkan, seperti orang yang meminjam pasti akan mengembalikan pinjamannya.
Islam menganjurkan memberi hutang kepada orang yang mempunyai kebutuhan. Hutang ini sendiri masuk dalam akad sosial yang mendapatkan janji pahala. Asalkan tidak mengandung unsur haram dalam hutang piutang. Dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللّٰهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللّٰهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْاَخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللّٰهُ فِي الدُّنْيَا وَالْاَخِرَةِ وَاللّٰهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebtu menolong saudaranya. (HR. Muslim)
Keutamaan seseorang yang memberi utang terdapat dalam hadits yang mulia yaitu pada sabda beliau: Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat.
Al-Mubarakfuri (w. 1353 H) dalam menjelaskan hadits diatas di kitabnya Tuhfatul Ahwadzi (7/261) menjelaskan maksud hadits ini yaitu: “Memberi kemudahan pada orang miskin yang memiliki utang, dengan menangguhkan pelunasan utang atau membebaskan sebagian utang atau membebaskan seluruh utangnya.”
Bahkan disebutkan bahwa memberikan pinjaman atau hutang itu lebih baik daripada sedekah. Kena begitu? Sebab bisa kepada siapa saja, kaya atau miskin. Sedangkan hutang untuk seseorang yang benar-benar membutuhkan. Rasulullah bersabda
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ عَلَى بَابِ الجَنَّةِ مَكْتُوْبًا : الصَّدَقَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَالْقَرْضُ بِثَمَانِيَةَ عَشَرَ، فَقُلْتُ: يَا جِبْرِيْلُ مَابَلَ الْقَرْضِ أفْضَلُ مِنَ الصَّدَقَةِ؟ قال: لِأَنّ السَّائِلَ يَسْئَلُ وَعِنْدَهُ، وَالْمُسْتَقْرِضُ لَا يَسْتَقْرِضُ أِلَّا حَاجَةٍ
Rasulullah bersabda: ketika di isra’kan kulihat tulisan di pintu surga, “sedekah itu dilipatkan sepuluh kali lipat. Sedang memberi satu hutang dilipatkan delapan belas kali”. Aku bertanya, “wahai Jibril, mengapa sedekah ini digandakan sepuluh kali, dan hutang menjadi delapan belas kali?” Jibril menjawab, kaena sedekah bisa terjadi pada orang kaya dan orang fakir. Sedangkan hutang tidak terjadi kecuali pada orang yang membutuhkannya. (HR. Ibnu Majah).
Meski hadits diatas masih diperselisihkan status keshahihannya, bahkan beberapa ulama menyatakan hadits diatas dhaih jiddan, di antaranya oleh Khalid bin Zaid as-Syami tetapi ada hadits lain riwayat dari Abu Umamah al-Bahili dengan sanad hasan
عن أبي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: دَخَلَ رَجُلُ الْجَنَّةَ، فَرَأَى عَلَى بَائِهَا مَكْتُوْبًا : الصَّدَقَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَالْقَرْضُ بِثَمَانِيَةَ عَشَرَ
Dari Abi Umamah Al-Bahili radhiyallahu’anhu berkata: Rasullah bersabda: “Ada seseorang masuk surga kemudian ia melihat di atas pintu surga tertulis: sedekah dibalas sepuluh kali lipat, sementara menghutangi dibalas delapan belas kali lipat.