Seorang mukmin sejati pastilah memiliki orientasi kehidupan yang tinggi. Ia senantiasa akan memperbaiki pundi-pundi amal shalihnya baik dari segi kualitas maupun kuantitas, semata-mata mencari ridha Allah semata. Ia juga sadar bahwasanya akan datang suatu hari, dimana harta, tahta dan anak keturunan tidak dapat memberikan manfaat secuil pun dan tidak pula mampu menolak mudarat yang akan menimpanya. Baginya, kebangkitan setelah kematian merupakan suatu keniscayaan yang tiada keraguan sedikitpun di dalam nuraninya.
ثُمَّ إِنَّكُم بَعۡدَ ذَٰلِكَ لَمَيِّتُونَ. ثُمَّ إِنَّكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ تُبۡعَثُونَ
Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) pada hari Kiamat (QS. Al-Mu’minun : 15-16).
Mukmin tersebut tidak meragukan sedikitpun kemahakuasaan Allah yang dapat menghidupkan manusia kembali dari kubur mereka.
يَوۡمَ نَطۡوِى ٱلسَّمَآءَ كَطَىِّ ٱلسِّجِلِّ لِلۡكُتُبِ ۚ كَمَا بَدَأۡنَآ أَوَّلَ خَلۡقٍ نُّعِيدُهُۥ ۚ وَعۡدًا عَلَيۡنَآ ۚ إِنَّا كُنَّا فَٰعِلِينَ
Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanakannya. (QS. Al-Anbiya’ : 104).
Hal ini tidaklah bertentangan dengan logika manusia yang masih bersih lagi murni dengan segala keterbatasannya, bahwa seorang peneliti yang telah mampu menciptakan sebuah temuan baru (yang sejatinya berasal dari komponen yang telah eksis) akan dapat memproduksinya kembali di hari kemudian. Bahkan ia dapat memproduksinya secara massal dengan lebih mudah. Maka bagaimana dengan Allah, Sang Pencipta seluruh makhluk-Nya, yang mencipakan bahkan dari suatu ketiadaan menjadi sesuatu yang sempurna!
Setelah kita meyakini bahwasanya manusia akan dibangkitkan kembali, maka yang terlintas adalah balasan apakah yang akan kita terima kelak. Akankah rumah di surga dan berbagai kenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan terlintas dalam pikiran akan dikaruniakan kepada kita. Atau justru malapetaka, siksaan dan penderitaan yang tiada akhirnya menjadi terminal akhir kehidupan kita, wal ‘iyadzubillah (semoga Allah melindungi kita dari siksa neraka). Untuk itu, marilah kita mulai berupaya untuk membangun rumah di surga dengan amalan-amalan yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah.
Kiat-Kiat Membangun Rumah di Surga
ada beberapa amalan yang dicontohkan oleh Nabi yang memiliki keistimewaan, yang mana buahnya dapat kita petik kelak di akhirat berupa rumah di surga-Nya. Diantaranya membangun masjid. Rasulullah pernah bersabda,
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ
Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah, maka akan Allah bangunkan baginya rumah di surga. (Muttafaqun ‘alaih).
Kedua adalah membaca surat Al Ikhlas 10 kali. Hal ini berdasarkan hadits dari sahabat Mu’adz bin Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda,
مَنْ قَرَأَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) حَتَّى يَخْتِمَهَا عَشْرَ مَرَّاتٍ بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْراً فِى الْجَنَّةِ
barangsiapa membaca Qul huwallahu ahad sampai selesai (Surat Al Ikhlas) sebanya sepuluh kali, maka akan Allah bangunkan baginya rumah di surga. (HR. Ahmad)
Mengerjakan 12 raka’at shalat rawatib dalam sehari juga termasuk salah satu upaya membangun rumah disurga. Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah bersabda,
مَنْ صَلَّى فِي يَوْمٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً سِوَى الْفَرِيضَةِ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
Barangsiapa mengerjaan shalat sunnah dalam sehari semalam sebanyak 12 raka’at, maka akan Allah bangunkan rumah di surga disebabkan amalan tersebut. (HR. Muslim no. 728)
مَنْ ثَابَرَ عَلَى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ دَخَلَ الْجَنَّةَ، أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi Muhammad bersabda, “Barangsiapa merutinkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari, maka Allah akan bangunkan baginya sebuah rumah di surga. Dua belas raka’at tersebut adalah empat raka’at sebelum zhuhur, dua raka’at sesudah zhuhur, dua raka’at sesudah magrib, dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua raka’at sebelum shubuh.” (HR. Tirmidzi no. 414, Ibnu Majah no. 1140, An-Nasa’I no. 1795)
Selain hal diatas, meninggalkan perdebatan, meninggalkan dusta dan berakhlak mulia dapat mempercepat bangunan rumah kita di surga. Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Ia berkata bahwa Rasulullah bersabda,
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Aku memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun Ia adalah orang yang benar. Aku memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta walaupun dalam bentuk candaan. Aku memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang baik akhlaknya. (HR. Abu Daud no. 4800)
Selain itu, anda harus menutup celah dalam shaf ketika shalat berjama’ah Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah bersabda,
مَنْ سَدَّ فُرْجَةً بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً
“Barangsiapa yang menutupi suatu celah (dalam shaf), niscaya Allah akan mengangkat derajatnya karena hal tersebut dan akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga.” (HR. Al Muhamili dalam Al Amali 2 : 36. Disebutkan dalam Ash Shahihah no. 1892)
Amalan lainnya yang dicontohkan Nabi ialah mengucapkan tahmid (Alhamdulillah) dan istirja’ (Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) ketika anaknya wafat Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “”Apabila anak seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman kepada malaikat-Nya, “Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?” Mereka berkata, “Benar.” Allah berfirman, “Kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?”
Mereka menjawab, “Benar.” Allah berfirman, “Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku saat itu?” Mereka berkata, “Ia memujimu dan mengucapkan istirja’ (innaa lilaahi wa innaa ilaihi raaji’uun).” Allah berfirman, “Bangunkan untuk hamba-Ku di surga, dan namai ia dengan nama baitul hamdi (rumah pujian).” (HR. Tirmidzi, no. 1021; Ahmad, 4: 415.).
Akhir Kehidupan Yang Baik.
Tidak ada seorang pun yang mengetahui akhir kehidupannya, akankah ditutup dengan amal kebajikan ataukah dengan perbuatan dosa. Keadaan setiap manusia di saat akhir hayatnya menjadi sesuatu yang sangat menentukan bagi kehidupan akhiratnya. Karena seluruh amal kia di dunia tergantung pada kondisinya saat tutup usia. Rasulullah bersabda,
وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
Sesungguhnya amal-amal itu tergantung (amal) penutupnya. (HR. Bukhari 5/2381/33).