Membaca Shalawat Saat Istirahat Tarawih

Dasar masyru’iyah sholat tarawih ada banyak sekali, salah satunya adalah apa yang pernah dikisahkan oleh ibunda Aisyah radhiyallahuanha tentang sholat sunah yang Rasulullah SAW lakukan di bulan Ramadhan

ุตูŽู„ู‰ูŽู‘ ุงู„ู†ูŽู‘ุจููŠูู‘ ููŠู ุงู„ู…ูŽุณู’ุฌูุฏู ุฐูŽุงุชูŽ ู„ูŽูŠู’ู„ูŽุฉู ููŽุตูŽู„ู‰ูŽู‘ ุจูุตูŽู„ุงูŽุชูู‡ู ู†ูŽุงุณู ุซูู…ูŽู‘ ุตูŽู„ู‰ูŽู‘ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู‚ูŽุงุจูู„ูŽุฉู ูˆูŽูƒูŽุซูุฑูŽ ุงู„ู†ูŽู‘ุงุณู ุซูู…ูŽู‘ ุงุฌู’ุชูŽู…ูŽุนููˆุง ู…ูู†ูŽ ุงู„ู„ูŽู‘ูŠู’ู„ูŽุฉู ุงู„ุซูŽู‘ุงู„ูุซูŽุฉู ุฃูŽูˆู ุงู„ุฑูŽู‘ุงุจูุนูŽุฉู ููŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุฎู’ุฑูุฌู’ ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู’ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‡. ููŽู„ูŽู…ูŽู‘ุง ุฃูŽุตู’ุจูŽุญูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ : ู‚ูŽุฏู’ ุฑูŽุฃูŽูŠู’ุชู ุงู„ูŽู‘ุฐููŠ ุตูŽู†ูŽุนู’ุชูู…ู’ ููŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽู…ู’ู†ูŽุนู’ู†ูŠู ู…ูู†ูŽ ุงู„ุฎูุฑููˆุฌู ุฅูู„ูŽูŠู’ูƒูู…ู’ ุฅูู„ุงูŽู‘ ุฃูŽู†ูŠูู‘ ุฎูŽุดููŠู’ุชู ุฃูŽู†ู’ ุชููู’ุชูŽุฑูŽุถูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ูƒูู…ู’ ู€ ู‚ุงู„: ูˆูŽุฐูŽู„ููƒูŽ ููŠู ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†

Dari Aisyah radhiyallahuanha sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu malam pernah melaksanakan sholat kemudian orang-orang sholat dengan sholatnya tersebut. Kemudian beliau sholat pada malam berikutnya dan orang-orang yang mengikutinya bertambah banyak. Kemudian mereka berkumpul pada malam ke tiga atau ke empat namun Rasulullah SAW tidak keluar untuk sholat bersama mereka.

Pada pagi harinya Rasulullah SAW berkata, Aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan. Dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar (sholat) bersama kalian kecuali bahwasanya aku khawatir bahwa sholat tersebut akan difardukan. Rawi hadis berkata, Hal tersebut terjadi di bulan Ramadhan.(HR Bukhari dan Muslim)

Dengan dasar masyru’iyah yang qath’i, maka umat Islam sejak masa Rasulullah SAW hingga hari ini empat belas abad kemudian, selalu menjalankan sholat tarawih di malam-malam bulan Ramadhan. Saking syiarnya sholat tarawih ini, bahkan seringkali kita temui jumlah jamaahnya sampai melebihi sholat fardhu yang lima waktu.

Masjid-masjid sampai tidak mampu menampung jamaah yang membeludak. Sehingga terpaksa jamaah sampai harus sholat di halaman masjid, bahkan sampai harus ke jalan-jalan di sekitar masjid. Kalau melihat pemandangan seperti ini, tentu kita akan merasa bahagia. Betapa tidak, syiar bulan Ramadhan begitu terasa, sampai harus menutup jalan.

Namun di balik fenomena yang menyejukkan hati terkait dengan maraknya sholat tarawih di malam-malam bulan Ramadhan, kita seringkali juga harus menyaksikan hal-hal yang kurang terpuji. Misalnya apa yang sering dilakukan oleh muda-mudi terkait dengan momentum sholat tarawih. Alih-alih mereka sholat dengan khusyu’ di dalam masjid, yang terjadi malah pacaran di luar masjid.

Dari rumah pamit dengan orang tua adalah mau ke masjid untuk sholat tarawih, tetapi sampai di masjid ternyata bukannya sholat tarawih, malah sibuk sendiri dengan masing-masing pasangannya. Kebiasaan yang kurang terpuji lainnya terkait dengan sholat tarawih adalah semakin berkurangnya jumlah jamaah seiring dengan berjalannya waktu.

Malam-malam akhir Ramadhan, masjid-masjid nampak sudah sepi dari jamaah sholat tarawih. Sebaliknya, yang ramai dan dipadati orang justru pusat-pusat perbelanjaan, mal, pasar, stasiun, terminal dan bandara. Fenomena ini agak bertentangan dengan kebiasaan Rasulullah SAW, dimana beliau justru semakin mendekati akhir Ramadhan, justru semakin rajin ibadahnya.

Membaca Shalawat Saat Istirahat

Banyak yang penasaran apa sandaran adanya dzikir dan sahut-meyahut membaca shalawat di selah-selah jedah istirahat ketika shalat tarawih. Hingga akhirnya penulis bertemu dengan salah seorang sahabat yang lama tingga di Yaman, lebih tepatnya tinggal dan pernah belajar di kawasan Tarim, tempat dimana Habib Umar dengan Darul Mushtofanya, dan Habib Salim bin Abdullah As-Syathiri dengan Rubath-nya, yang baru wafat di tahun 2018 kemaren (semoga Allah menempatkan beliau di tempat terbaik

Dan sahabat kami ini pernah mendengar langsung dalam salah satu pengajian yang disampaikan oleh Habib Salim As-Syathiri bahwa salah satu sunnah dalam shalat-shalat sunnah adanya jedah/pemisah per dua rakaat agar shalat tersesebut tidak terkesan menyatu, serta disunnhkan untuk berpindah tempat, karenanya menurut beliau sebagai tanda pemisah yang paling bagus itu adalah dengan berdzkir dan bershalawat. Allahumma shalli ala (sayyidana) Muhammad

Jika ini yang menjadi sandarannya maka tentunya sebagai bagian dari Ulama dunia patut bagi kita untuk menghormati pendapat ini serta patut juga bagi kita untuk mempersilahkan dan tidak mempermasahkan sebagian jamaah dan masjid yang terus mempertahankan dzikir dan sholawat pada saat jedah antara shalat tarawih yang dikerjakan.

Walaupun dalam prakteknya kadang ada sebagian yang melakukannya sambil guyon atau malah seperti terlihat main-main, maka tentunya itu juga harus diperbaiki, walau bagaimanapun dzikir dan sholawat kudu dibaca dengan penuh khidmat.

Jikapun memilih untuk diam saja, atau berdzikir sendirian maka itu juga pilihan yang juga harus dihormati, sebagaimana banyak juga masjid yang jamaahnya yang hanya diam atau berdzikir sendiri-sendiri pada jedah shalat tarawih.

Bagikan artikel ini ke :