Sebuah riwayat menyampaikan, Rasulullah SAW pernah menyebut seorang sahabat sebagai penghuni surga. Tak hanya satu kali, Rasulullah SAW menyebut sahabat itu sebagai penghuni surga sampai tiga kali secara berturut-turut. KH. Luthfi Hakim S.Pd.I, atau lebih dikenal sebagai Gus Luthfi/Mas Luth dalam acara halal bihalal bercerita, saat itu Rasulullah SAW dan para sahabat sedang berkumpul di masjid
Waktu itu Rasulullah SAW berkata kepada para sahabat sembari menunjuk pintu Masjid Nabawi, “Nanti sebentar lagi masuk dari pintu ini seorang penghuni surga.” Ucapan Rasulullah SAW ini serta-merta membuat riuh para sahabat yang tengah berada di masjid. Mereka bertanya-tanya siapa gerangan sang penghuni surga itu.
Apakah dia salah satu sahabat yang paling rajin sholatnya atau yang paling rajin puasanya? Atau, yang paling banyak sedekahnya atau mungkin yang tak pernah absen dalam jihad?
Tiba-tiba masuk dari pintu itu seseorang yang tak dikenal. Dia bukan seorang sahabat yang banyak berkomunikasi dan bersosialisasi dengan sahabat lainnya ataupun sahabat yang ditunjuk untuk meriwayatkan hadist Rasulullah SAW. Para sahabat pun bertanya-tanya alasan apa yang membuat laki-laki tersebut menjadi penghuni surga. Tentu saja itu derajat tinggi yang sangat diinginkan setiap Muslim, apalagi para sahabat Rasul. Mereka semua menginginkan jaminan surga.
Keesokan hari belum terjawab rasa penasaran para sahabat, Rasulullah kembali mengucapkan hal sama. “Akan datang kepada kalian sekarang ini seorang laki-laki penghuni surga.” Mereka pun kembali riuh bertanya-tanya, siapa lagi yang dipastikan merasakan nikmat Allah yang kekal.
Ternyata, yang masuk adalah pria yang sama dengan hari sebelumnya. Para sahabat semakin bertanya-tanya, namun tak ada satu pun yang berani bertanya pada Rasulullah.
Hingga ketiga kalinya, Rasulullah mengucapkan hal yang sama. Namun, tetap saja yang muncul laki-laki tadi. Para sahabat pun yakin laki-laki itulah calon penghuni surga. Tapi, tak satu pun sahabat yang mengetahui alasan di balik rahmat Allah memasukkan laki-laki itu dalam golongan yang selamat pada hari akhir.
Namun, mereka tetap merasa tak enak hati jika menanyakannya hal itu kepada Rasulullah. Tinggallah para sahabat terus dirundung keingintahuan. Salah satu sahabat Abdullah bin Amr memilih inisiatif untuk mencari tahu sendiri. Maka ia mendatangi rumah pria yang telah disebut tiga kali oleh Rasulullah SAW sebagai penghuni surga tersebut. Dia datang ke rumah pria itu dan berkata, “Wahai Saudaraku, aku ingin datang bertamu ke rumahmu tiga hari. Apakah boleh?”
Si penghuni surga tersebut dengan senang hati menyambut Abdullah bin Amr. Karena budaya arab sangat menghormari dan senang sekali kalau rumahnya kedatangan tamu “Tentu, silakan,” ujarnya gembira. Maka, tinggallah Abdullah bin Amr di rumah calon penghuni surga itu selama tiga hari.
Pria itu tak keberatan dan membolehkannya. Kemudian Abdullah bin Amr melihat semua aktivitas pria tersebut. Saat setelah makan malam, orang itu tidur dan sepertiga malam pria itu tidak bangun untuk sholat malam. Pagi-pagi saat subuh sholat ke masjid dan kembali pulang sarapan dan lain sebagainya.
Hari pertama, Abdullah bin Amr tak menemukan adanya amalan spesial dari laki-laki itu. Hari kedua, ibadahnya masih sama, tak ada yang istimewa. Hingga hari terakhir, Abdullah bin Amr tak juga menemukan ibadah yang luar biasa dari si laki-laki yang berhasil meraih keutamaan surga tersebut.
Abdullah bin Amr hanya melihat ibadah si laki-laki yang biasa, hanya menjalankan ibadah wajib saja. Meski Abdullah bin Amr selalu mendengar laki-laki itu berdzikir dan bertakbir acap kali terjaga dari tidur, pria itu baru bangun saat waktu sholat subuh tiba.
Luput dari sholat malam, pria penghuni surga itu pun tak menjalankan puasa sunnah. Namun, Abdullah bin Amr juga tak pernah mendengar pria itu berbicara, kecuali ucapan yang baik. Tiga hari terlewat tanpa menemukan jawaban apa pun. Bahkan, hampir saja sahabat meremehkan amalan si penghuni surga jika tak mendapat jawaban sebelum pamit.
Hingga akhirnya Abdullah bin Amr mengatakan kepada pria itu bahwa ia bertamu selama tiga hari di rumahnya adalah lantaran memiliki tujuan. Yaitu mencari tahu alasan mengapa dia ditunjuk Rasulullah SAW selama tiga kali sebagai penghuni surga.
Kepada pria itu Abdullah bin Amr berkata, “Wahai hamba Allah, Tujuanku menginap di rumahmu adalah karena aku ingin tahu amalan yang membuatmu menjadi penghuni surga, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah. Aku bermaksud dengan melihat amalanmu itu aku akan menirunya supaya bisa menjadi sepertimu. Tapi, ternyata kau tidak terlalu banyak beramal kebaikan. Apakah sebenarnya hingga kau mampu mencapai sesuatu yang dikatakan Rasulullah sebagai penghuni surga?” tanyanya.
Laki-laki itu pun tersenyum dan menjawab ringan, “Aku tidak memiliki amalan, kecuali semua yang telah engkau lihat selama tiga hari ini.” Jawabannya itu tak memuaskan hati Abdullah bin Amr. Namun, ketika sahabat melangkah keluar dari rumah, laki-laki tersebut memanggilnya. Ia berkata kepada Abdullah bin Amr,
“Benar, amalanku hanya yang engkau lihat. Hanya saja, aku tidak pernah berbuat curang kepada seorang pun, baik kepada Muslimin ataupun selainnya, maka setiap saya letakkan kepala saya dibantal mau tidur di malam hari, saya selalu memaafkan semua orang yang berbuat salah tanpa ada perkataan maaf dari orang itu. Apa pun itu saya maafkan dan bersihkan.”
Mendengarnya perkataan tersebut, takjublah Abdullah bin Amr. Ia yakin sifat pemaaf membuat pria itu masuk surga. Ia pun malu karena banyak dari Muslimin yang tak memperhatikan akhlak tersebut. Tak hanya ibadah semata yang mengantarkan manusia merasakan surga Allah, tetapi juga amalan kebaikan, termasuk sifat pemaaf dan akhlakul karimah.
“Kemungkinan amalan inilah yang membuatmu mendapatkan derajat yang tinggi. Ini adalah amalan yang sangat sulit untuk dilakukan,” ujar Abdullah bin Amr girang mendapat jawaban sekaligus pelajaran berharga. Tak sia-sia sahabat menginap tiga hari bersama sang calon penghuni surga. Karena, ia mendapatkan pelajaran yang amat patut dicontoh dirinya maupun Muslimin secara umum.
Dari riwayat itu, Gus Luthfi menyampaikan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk memaafkan siapa pun yang berbuat salah kepada kita. Allah tidak akan berhenti memberi hukuman kepada orang yang salah terhadap kita meski telah kita maafkan selama orang yang berbuat salah tak bertaubat.
Wallahu a’lam Bissawab.
Tulisan ini disadur dari cerama KH Lutfhi Hakim, S.Pd.I, Pengasuh Pondok Pesantren Assholach Bumi Istighfar Kejeron Gondang Wetan Pasuruan Jawa Timur