Kembali Berbuat Dosa Selepas Ramadhan

Di antara tradisi yang paling bertentangan dengan syariat Islam adalah fenomena ramai-ramai kembali ke dalam jurang kemaksiatan dan dosa selepas bulan Ramadhan. Fenomena ini jelas-jelas sangat mengusik rasa keagamaan kita. Seolah-olah semua perbuatan yang haram dan maksiat itu hanya dilarang dilakukan selama bulan Ramadhan saja. Tetapi begitu bulan Ramadhan lewat, maka semua orang kembali lagi ke dalam lembah nista.

Namun kalau kita lihat secara logika, memang godaan yang paling berat untuk menahan segala kemaksiatan justru bukan selama Bulan Ramadhan, tetapi justru tantangan paling berat itu terjadi pasca Ramadhan.

Bisa jadi penyebabnya adalah tradisi, alangkah konyolnya ketika persepsi keliru ini kemudian dianggap sebagai sebuah keyakinan atau kewajaran. Dan ironisnya, kejadian seperti ini nyaris dianggap tradisi yang tidak boleh dipungkiri.

Di dalam banyak hadits memang disebutkan bahwa bila datang bulan Ramadhan, maka pintu-pintu surga akan dibuka. Dan sebaliknya pintu-pintu neraka akan ditutup.

إِذَا جَاءَ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِين

Ketika datang (bulan) Ramadan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. (HR. Bukhari)

Memang hadits di atas tidak menyebutkan bila selesai Ramadhan maka pintu surga akan ditutup dan pintu neraka akan dibuka lebar. Namun kalau kita menggunakan logika pemahaman terbalik (mafhum mukhalafah) dari hadits di atas, berarti begitu Ramadhan selesai, maka yang terjadi sebaliknya.

Selesai Ramadhan maka pintu-pintu neraka akan kembali dibuka lebar. Sehingga kesempatan untuk masuk neraka akan kembali terbuka lebar juga. Caranya tentu dengan akan kembali maraknya berbagai kemaksiatan dilakukan orang selepas bulan Ramadhan.

Dan sebaliknya, pintu-pintu surga akan ditutup, sehingga kesempatan untuk masuk surga jauh lebih sempit. Lanjutan dari hadits di atas adalah dengan datangnya bulan Ramadhan, maka setan dibelenggu.

وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِين

Dan setan-setan dibelenggu. (HR. Bukhari)

Lepas dari perbedaan pendapat dalam tafsirannya, tetapi yang jelas pengertian terbaliknya (mafhum mukhalafah) adalah bila selesai Ramadhan, maka belenggu setan pun akan dilepas lagi.

Kalau sudah begini, lagi-lagi kita harus berpikir keras, selama ini begitu banyak pengajian dan kajian digelar di bulan Ramadhan, terus sejauh mana semua itu bisa mengubah cara hidup yang kurang sejalan dengan semangat Ramadhan dan Idul Fihtri ini?

Semua perlu kita renungkan sekali lagi rasanya. Setidaknya kita perlu sadari, bahwa semua hiruk-pikuk ini malah tidak datang dari syariah agama, melainkan justru bagian dari tradisi dan gaya hidup yang terlanjur dianggap bagian dari agama.

Maka alangkah baiknya ke depan, Ramadhan yang akan kita songsong bukan lagi Ramadhan yang hanya sekedar menjalankan ritual tradisi masa lalu. Namun sebaliknya, datangnya bulan Ramadhan kita sambut dengan berbagai macam perbaikan serta amal-amal yang berpijak pada ajaran syariah Islam yang asli.

Bahkan momen Ramadhan tiap tahun seharusnya dijadikan wasilah (perantaraan) untuk bisa kembali kepada nilai-nilai original ajaran yang dahulu diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Bagikan artikel ini ke :