Keharaman Riba dan Ancamannya

Secara bahasa, kata riba (ุฑุจุง) berarti ziyadah (ุฒูŠุงุฏุฉ) yaitu tambahan. Dikatakan dalam ungkapan Arab ุฑูŽุจูŽุง ุงู„ุดูŽู‘ูŠู’ุกู ุฅูุฐูŽุง ุฒูŽุงุฏูŽ. Artinya Sesuatu mengalami riba, maksudnya mengalami pertambahan. Kadang kata riba juga disebutkan dengan lafadz yang berbeda, seperti rama’ (ุฑู…ุงุก), sebagaimana perkataan Umar bin Al-Khattab ุฅูู†ูู‘ูŠ ุฃูŽุฎูŽุงูู ุนูŽู„ูŽูŠู’ูƒูู…ู ุงู„ุฑูŽู‘ู…ูŽุง. Aku takutkan dari kalian adalah rama’ (maksudnya adalah riba)

Kadang juga digunakan istilah rubbiyah (ุฑุจูŠุฉ), sebagaimana sabda Rasulullah SAW ุฃูŽู†ู’ ู„ูŽูŠู’ุณูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ู’ ุฑูุจูู‘ูŠูŽู‘ุฉูŒ ูˆูŽู„ุงูŽ ุฏูŽู…ูŒ. Tidak ada lagi tuntutan atas riba ataupun darah. Adapun definisi riba menurut istilah dalam ilmu fiqih, kita temukan beberapa ungkapan yang berbeda-beda dari masing-masing mazhab utama

Dalam madzhab hanafi diterangkan dalam kitab Hasyiyatu Ibnu Abdin, riba adalah kelebihan yang bukan termasuk penggantian dengan ketentuan syar’i yang disyaratkan atas salah satu pihak dalam masalah mu’awadhah

ููŽุถู’ู„ูŒ ุฎูŽุงู„ู ุนูŽู†ู’ ุนููˆูŽุถู ุจูู…ูุนู’ูŠูŽุงุฑู ุดูŽุฑู’ุนููŠูู‘ ู…ูŽุดู’ุฑููˆุทู ู„ุฃูุญูŽุฏู ุงู„ู’ู…ูุชูŽุนูŽุงู‚ูุฏูŽูŠู’ู†ู ูููŠ ุงู„ู’ู…ูุนูŽุงูˆูŽุถูŽุฉู

Dalam pandangan mazhab Asy-syafi’iyah yang diterngkan di kitab Mughni Al-Muhtaj, riba didefinisikan sebagai ,

ุนูŽู‚ู’ุฏูŒ ุนูŽู„ูŽู‰ ุนููˆูŽุถู ู…ูŽุฎู’ุตููˆุตู ุบูŽูŠู’ุฑู ู…ูŽุนู’ู„ููˆู…ู ุงู„ุชูŽู‘ู…ูŽุงุซูู„ ูููŠ ู…ูุนู’ูŠูŽุงุฑู ุงู„ุดูŽู‘ุฑู’ุนู ุญูŽุงู„ูŽุฉูŽ ุงู„ู’ุนูŽู‚ู’ุฏู ุฃูŽูˆู’ ู…ูŽุนูŽ ุชูŽุฃู’ุฎููŠุฑู ูููŠ ุงู„ู’ุจูŽุฏูŽู„ูŽูŠู’ู†ู ุฃูŽูˆู’ ุฃูŽุญูŽุฏูู‡ูู…ูŽุง

Akad atas penggantian yang dikhususkan yang tidak diketahui kesetaraan dalam pandangan syariah pada saat akad atau dengan penundaan salah satu atau kedua harta yang dipertukarkan.

Dan juga dalam kitab Khasysyaf AL-Qina’, kalangan mazhab Al-Hanabilah mendefinisikan riba sebagai

ุชูŽููŽุงุถูู„ูŒ ูููŠ ุฃูŽุดู’ูŠูŽุงุกูŽ ูˆูŽู†ูŽุณู’ุกูŒ ูููŠ ุฃูŽุดู’ูŠูŽุงุกูŽ ู…ูุฎู’ุชูŽุตูŒู‘ ุจูุฃูŽุดู’ูŠูŽุงุกูŽ ูˆูŽุฑูŽุฏูŽ ุงู„ุดูŽู‘ุฑู’ุนู ุจูุชูŽุญู’ุฑููŠู…ูู‡ูŽุง – ุฃูŽูŠู’ ุชูŽุญู’ุฑููŠู…ู ุงู„ุฑูู‘ุจูŽุง ูููŠู‡ูŽุง – ู†ูŽุตู‹ู‘ุง ูููŠ ุงู„ู’ุจูŽุนู’ุถู ูˆูŽู‚ููŠูŽุงุณู‹ุง ูููŠ ุงู„ู’ุจูŽุงู‚ููŠ ู…ูู†ู’ู‡ูŽุง

Kelebihan pada harta yang dipertukarkan atau penangguhan pembayaran yang dikhusuuskan, dimana syariat mengharamkan kelebihannya baik secara nash atau secara qiyas

Dan secara istilah berarti tambahan pada harta yang disyaratkan dalam transaksi dari dua pelaku akad dalam tukar menukar antara harta dengan harta. Sebagian ulama ada yang menyandarkan definisi riba pada hadits yang diriwayatkan al-Harits bin Usamah

Dari Ali bin Abi Thalib, yaitu bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Setiap hutang yang menimbulkan manfaat adalah riba”

Pendapat ini tidak tepat, karena, hadits itu sendiri sanadnya lemah, sehingga tidak bisa dijadikan dalil. Jumhur ulama tidak menjadikan hadits ini sebagai definisi riba karena tidak menyeluruh dan lengkap, disamping itu ada manfaat yang bukan ribaโ€™ yaitu jika pemberian tambahan atas hutang tersebut tidak disyaratkan.

Riba termasuk satu dari tujuh dosa besar yang telah ditentukan Allah SWT. Pelakunya diperangi Allah di dalam Al-Quran, bahkan menjadi satu-satunya pelaku dosa yang dimaklumatkan perang di dalam Al-Quran adalah mereka yang menjalankan riba. Pelakunya juga dilaknat oleh Rasulullah SAW. Mereka yang menghalalkan riba terancam dengan kekafiran, tetapi yang meyakini keharamannya namun sengaja tanpa tekanan menjalankanya termasuk orang fasik.

Riba adalah bagian dari 7 dosa besar yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.

ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠ ู‡ูุฑูŽูŠู’ุฑูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ุงู„ู†ูŽู‘ุจููŠูู‘ ู‚ูŽุงู„ูŽ : ุงุฌู’ุชูŽู†ูุจููˆุง ุงู„ุณูŽู‘ุจู’ุนูŽ ุงู„ู’ู…ููˆุจูู‚ูŽุงุชู ู‚ูŽุงู„ููˆุง : ูˆูŽู…ูŽุง ู‡ูู†ูŽู‘ ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุŸ ู‚ูŽุงู„ูŽ : ุงู„ุดูู‘ุฑู’ูƒู ุจูุงูŽู„ู„ูŽู‘ู‡ู ูˆูŽุงู„ุณูู‘ุญู’ุฑู ูˆูŽู‚ูŽุชู’ู„ู ุงู„ู†ูŽู‘ูู’ุณู ุงู„ูŽู‘ุชููŠ ุญูŽุฑูŽู‘ู…ูŽ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุฅู„ูŽู‘ุง ุจูุงู„ู’ุญูŽู‚ูู‘ ูˆูŽุฃูŽูƒู’ู„ู ุงู„ุฑูู‘ุจูŽุง ูˆูŽุฃูŽูƒู’ู„ู ู…ูŽุงู„ู ุงู„ู’ูŠูŽุชููŠู…ู ูˆูŽุงู„ุชูŽู‘ูˆูŽู„ูู‘ูŠ ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู„ุฒูŽู‘ุญู’ูู ูˆูŽู‚ูŽุฐู’ูู ุงู„ู’ู…ูุญู’ุตูŽู†ูŽุงุชู ุงู„ู’ุบูŽุงููู„ุงุชู ุงู„ู’ู…ูุคู’ู…ูู†ูŽุงุชู

Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah oleh kalian tujuh hal yang mencelakakan”. Para shahabat bertanya, “Apa saja ya Rasulallah?”. “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari peperangan dan menuduh zina”. (HR. Muttafaq alaihi).

Tidak ada dosa yang lebih sadis diperingatkan Allah SWT di dalam Al-Quran, kecuali dosa memakan harta riba. Bahkan sampai Allah SWT mengumumkan perang kepada pelakunya. Hal ini menunjukkan bahwa dosa riba itu sangat besar dan berat.

ูŠูŽุง ุฃูŽูŠู‘ู‡ูŽุง ุงู„ูŽู‘ุฐููŠู†ูŽ ุขู…ูŽู†ููˆุง ุงุชูŽู‘ู‚ููˆุง ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ ูˆูŽุฐูŽุฑููˆุงู…ูŽุง ุจูŽู‚ููŠูŽ ู…ูู†ู’ ุงู„ุฑูู‘ุจูŽุง ุฅู†ู’ ูƒูู†ู’ุชูู…ู’ ู…ูุคู’ู…ูู†ููŠู†ูŽ ููŽุฅูู†ู’ ู„ูŽู…ู’ ุชูŽูู’ุนูŽู„ููˆุง ููŽุฃู’ุฐูŽู†ููˆุง ุจูุญูŽุฑู’ุจู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ูˆูŽุฑูŽุณููˆู„ูู‡ู ูˆูŽุฅูู†ู’ ุชูุจู’ุชูู…ู’ ููŽู„ูŽูƒูู…ู’ ุฑูุกููˆุณู ุฃูŽู…ู’ูˆูŽุงู„ููƒูู…ู’ ู„ูŽุง ุชูŽุธู’ู„ูู…ููˆู†ูŽ ูˆูŽู„ูŽุง ุชูุธู’ู„ูŽู…ููˆู†ูŽ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman.Maka jika kamu tidak mengerjakan, maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat , maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya. (QS. Al-Baqarah : 278-279)

ุนูŽู†ู’ ุฌูŽุงุจูุฑู ู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูŽุนูŽู†ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ุขูƒูู„ูŽ ุงู„ุฑูู‘ุจูŽุง ูˆูŽู…ููˆูƒูู„ูŽู‡ู ูˆูŽูƒูŽุงุชูุจูŽู‡ู ูˆูŽุดูŽุงู‡ูุฏูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽู‚ูŽุงู„ูŽ ู‡ูู…ู’ ุณูŽูˆูŽุงุกูŒ

Rasulullah saw melaknat pemakan riba, yang memberi, yang mencatat dan dua saksinya. Beliau bersabda : mereka semua sama. (HR. Muslim)

Dalam hadits lain disebutkan : Diriwayatkan oleh Aun bin Abi Juhaifa, Ayahku membeli budak yang kerjanya membekam. Ayahku kemudian memusnahkan alat bekam itu. Aku bertanya kepaa ayah mengapa beliau melakukannya. Beliau menjawab bahwa Rasulullah SAW. Melarang untuk menerima uang dari transaksi darah, anjing dan kasab budak perempuan. Beliau juga melaknat penato dan yang minta ditato, menerima dan memberi riba serta melaknat pembuat gambar.

Dalam konteks hukum, ada dua kemungkinan buat mereka yang menjalankan riba, yaitu kafir atau fasik. Seorang muslim wajib mengetahui bahwa riba itu haram. Karena keharaman riba adalah sesuatu yang sudah teramat jelas tanpa ada keraguan dan kesamaran sedikitpun, sebagaimana keharaman mencuri, minum khamar, berzina, membunuh nyawa manusia dan seterusnya.

Dan bila ada seorang muslim dengan sepenuh kesadaran hati berkeyakinan bahwa praktek riba itu halal, maka dia telah menjadi kafir atas keyakinannya itu. Untuk itu wajib buat umat Islam untuk memberinya informasi, pelajaran, ilmu, nasihat dan pengarahan yang sebaik-baiknya, supaya pemahamannya yang keliru itu bisa diluruskan kembali.

Kalau upaya itu sudah dilakukan dengan cara yang benar dan sepenuh kesabaran, tetapi yang bersangkutan masih tetap saja meyakini kehalalan riba, tindakan selanjutnya yang boleh dilakukan adalah pelaku itu diminta bertaubat, agar keyakinannya itu bisa kembali diluruskan.

Dan apabila sudah diminta bertaubat, masih juga menghalalkan riba, diberi waktu untuk berpikir selama beberapa waktu, sampai akhirnya qadhi berhak menjatuhinya hukuman yang membuatnya berubah pikiran, hingga hukuman mati.

Seorang muslim yang masih menyakini bahwa riba itu haram, namun masih menjalankannya tanpa ada alasan syar’i yang masuk akal, statusnya bukan kafir tetapi fasik. Sedangkan muslim yang menjalankan riba karena tekanan tertentu, keterpaksaan, dan juga udzur yang lainnya, sementara dia masih berkeyakinan bahwa riba itu haram, akan dihisab secara adil di hari kiamat oleh Allah

Bisa saja dia dibebaskan dari tuntutan dosa, karena kemurahan Allah, namun bisa juga dia disiksa arena keadilan Allah. Semua akan kembali kepada alasan dan latar belakang kenapa seseorang menjalankan dosa riba. Karena itu yang paling aman adalah meninggalkan riba itu sepenuhnya, apapun resikonya di dunia.

As-Sarakhsy berkata bahwa seorang yang makan riba akan mendapatkan lima dosa atau hukuman sekaligus, yaitu at-takhabbut, al-mahqu, al-harbu, al-kufru dan al-khuludu fin-naar. Orang yang makan harta riba mendapat at-takhabbut, yang bermakna kesurupan seperti kesurupannya syetan.

Orang yang makan harta riba mendapat al-mahqu, yaitu dimusnahkan oleh Allah. Yang dimusnahkan bisa saja hartanya secara fisik, tetapi bisa juga keberkahannya. Orang yang makan harta riba mendapat al-harbu, yaitu diperangi oleh Allah SWT, sehingga menjadi musuh Allah dan musuh agama.

Orang yang makan harta riba mendapat dianggap kufur dari perintah Allah SWT, dan dianggap keluar dari agama Islam apabila menghalalkannya. Tapi bila hanya memakannya tanpa mengatakan bahwa riba itu halal, dia berdosa besar. Serta orang yang makan harta riba di akhirat nanti tempatnya kekal di dalam neraka, sekali masuk tidak akan pernah keluar lagi dari dalamnya. Nauzu bilah.

Saking dahsyatnya riba itu, sampai disebutkan bahwa dosa menjalankan riba itu setara dengan menikahi ibu kandung sendiri.

ุงูŽู„ุฑูู‘ุจูŽุง ุซูŽู„ุงุซูŽุฉูŒ ูˆูŽุณูŽุจู’ุนููˆู†ูŽ ุจูŽุงุจู‹ุง ุฃูŽูŠู’ุณูŽุฑูู‡ูŽุง ู…ูุซู’ู„ู ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽู†ู’ูƒูุญูŽ ุงูŽู„ุฑูŽู‘ุฌูู„ู ุฃูู…ูŽู‘ู‡ู

Dari Abdullah bin Masud RA dari Nabi SAW bersabda, Riba itu terdiri dari 73 pintu. Pintu yang paling ringan seperti seorang laki-laki menikahi ibunya sendiri. (HR. Ibnu Majah dan Al-hakim)

Tingkatan haramnya dosa riba lainnya adalah setara dengan 36 perempuan pezina, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini :

ุฏุฑู’ู‡ูŽู…ู ุฑูุจูŽุง ูŠูŽุฃู’ูƒูู„ูู‡ู ุงู„ุฑูŽู‘ุฌูู„ู ูˆูŽู‡ููˆูŽ ูŠูŽุนู’ู„ูŽู…ู ุฃูŽุดูŽุฏูู‘ ู…ูู†ู’ ุณูุชูู‘ ูˆูŽุซูŽู„ุงูŽุซููŠู’ู†ูŽ

Dari Abdullah bin Hanzhalah ghasilul malaikah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan sadar, jauh lebih dahsyah dari pada 36 wanita pezina. (HR. Ahmad)

Dengan dalil-dalil qoth’i di atas, maka sesungguhnya tidak ada celah bagi umat Islam untuk mencari-cari argumen demi menghalalkan riba. Karena dali-dalil itu sangat sharih dan jelas. Bahkan ancaman yang diberikan tidak main-main karena Allah memerangi orang yang menjalankan riba itu.

Bagikan artikel ini ke :