Kalamullah Disebut Sebagai Al-Qur’an, Jika ….

Ada banyak ulama yang membuat definisi tentang Al-Qur’an. Yang paling populer adalah apa yang dijelaskan oleh Dr. Manna’ Al-Qaththan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum Al-Quran yaitu :

كلام الله المنزل على محمد المتعبد بتلاوته

Perkataan Allah yang turun kepada Nabi Muhammad SAW dimaan membacanya menjadi ritual ibadah. Sebenarnya definisi ini bukan satu-satunya definisi tentang Al-Qur’an. Kita menemukan banyak ulama yang membuat definisi yang lebih lengkap lagi. Diantaranya ada yang menambahkan tentang malaikat Jibril sebagai perantaranya, juga ada tambahan tambahan masalah bahasa arab, juga tentang terbatas hanya yang diriwayatkan secara mutawatir dan juga tentang adanya tantangan kepada bangsa (penyair) Arab untuk bisa membuat tandingannya. Semua definisi yang dibuat oleh para ulama tentu saja untuk memberikan batasan mana yang termasuk Al-Qur’an dan mana yang bukan. sebagian sudah dijabar disini

Al-Qur’an pada hakikatnya adalah perkataan Allah. Namun perkataan Allah itu ada banyak macam dan jenisnya. Tidak semua perkataan Allah itu menjadi Al-Qur’an. Al-Qur’an banyak menceritakan bahwa Allah SWT berbicara dengan banyak makhluknya, seperti para malaikat, para nabi, bahkan kepada hewan dan juga jin, iblis dan lainnya. Apakah semua perkataan Allah itu menjadi Al-Qur’an Tentu saja bukan.

Al-Qur’an adalah perkataan Allah SWT, namun sebatas hanya perkataan kepada para nabi dan rasul saja, itu pun khusus hanya kepada Nabi Muhammad SAW saja. Sedangkan perkataan Allah kepada nabi-nabi yang lain, bisa saja merupakan perkataan Allah dan menjadi kitab suci, seperti Taurat, Injil, Zabur, Shuhuf Ibrahim dan Shuhuf Musa. Tetapi tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, maka kitab-kitab itu bukan termasuk Al-Qur’an. Namun tidak dipungkiri bahwa di dalam Al-Qur’an pun banyak kita temukan kisah para nabi terdahulu beserta kutipan-kutipan wahyu yang Allah SWT turunkan kepada mereka. Misalnya disebutkan

وَكَتَبۡنَا عَلَيۡهِمۡ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفۡسَ بِٱلنَّفۡسِ وَٱلۡعَيۡنَ بِٱلۡعَيۡنِ وَٱلۡأَنفَ بِٱلۡأَنفِ وَٱلۡأُذُنَ بِٱلۡأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلۡجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِۦ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُۥ ۚ وَمَن لَّمۡ يَحۡكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

Photo by Utsman Media on Unsplash
Photo by Utsman Media on Unsplash

Hukum qishash yang disampaikan dalam ayat ini sebenarnya diturunkan kepada Bani Israil di masa lalu, sebagaimana tertuang dalam kitab suci mereka. Namun ketika Allah SWT ceritakan di dalam Al-Qur’an, maka terjadi dua hal sekaligus, yaitu hukum ini pun juga masuk ke dalam kategori Al-Qur’an, karena juga diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Sebuah pertanyaan penting dan perlu hati-hati kita dalam menjawabnya, yaitu apakah semua perkataan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW itu berarti itu Al-Qur’an. Sekilas mungkin kita akan mengatakan iya, bahwa Al-Qur’an adalah perkataan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi jawaban seperti itu sebenarnya kurang tepat. Mengapa Karena ternyata ada banyak perkataan Allah SWT kepada Nabi Muhammad yang tidak termasuk ke dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Salah satu buktinya adalah firman Allah

مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ وَمَا غَوَىٰ. وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ. إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡىٌ يُوحَىٰ

kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (QS. An-Najm : 2-4)

Ayat ini secara zhahirnya menyebutkan bahwa semua perkataan Nabi Muhammad SAW itu adalah wahyu. Walau pun para ulama sepakat bahwa hakikatnya tidak demikian. Benar bahwa ucapan Nabi Muhammad SAW banyak sekali yang dilandasi oleh wahyu dari Allah, namun secara teknis tidak semua yang keluar dari mulut Beliau itu perkataan Allah SWT secara langung. Banyak sekali dialog Nabi SAW dengan para shahabat sebagai dialog keseharian. Kalau pun Beliau SAW menerima wahyu dari Allah SWT atas suatu hal, maka ada beberapa jenis. Ada wahyu yang sifatnya hanya ilham alias petunjuk dari Allah SWT. Petunjuknya agak sangat teknis, misalnya ketika Nabi SAW melepas sendal saat sedang shalat. Beliau katakan bahwa malaikat Jibril membisikkan kepadanya bahwa ada najis di alas kaki Beliau SAW. Bisikan dari Jibril ini sebenarnya masuk dalam kategori wahyu juga, namun kita tidak temukan dalam ayat Al-Qur’an. Dan seperti apa bentuk kalimat yang dibisikkan oleh Jibril pun juga tidak diceritakan di dalam hadits nabawi

Jadi untuk membedakan mana wahyu yang masuk kategori Al-Qur’an dan mana yang bukan, para ulama kemudian menambahkan satu point penting dalam membuat definisi Al-Qur’an yaitu wahyu yang apabila dibaca akan mendatangkan pahala. Istilahnya dalam bahasa Arab adalah (المتعبد بتلاوته ). Point ini menjadi identitas yang tidak kalah penting dari Al-Qur’an. Point ini akan membedakan jenis wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Kalau yang ketika dibaca menjadi ibadah tersendiri, maka itulah Al-Qur’an. Tapi kalau tidak jadi ibadah, maka itu masuk dalam kategori hadits.

Kriteria yang ini sebenarnya untuk membedakan antara Al-Qur’an dengan Hadits Qudsi. Sebab Hadits Qudsi itu sebenarnya merupakan kalamullah juga, sama-sama firman dari Allah SWT. Namun untuk membedakannya dengan Al-Qur’an, maka hadits qudsi itu tidak bernilai ibadah apabila sekedar dibaca atau diucapkan. Berbeda dengan Al-Qur’an, meski sama-sama firman atau perkataan Allah SWT juga, namun Al-Qur’an punya nilai tersendiri yang istimewa, yaitu bernilai sebagai ibadah mahdhah. Oleh karena itulah maka di dalam shalat diwajibkan untuk membaca ayat-ayat Al-Qur’an, namun tidak boleh bahkan malah jadi membatalkan shalat apabila yang dibaca Hadits Qudsi.

Photo by T Foz on Unsplash
Photo by T Foz on Unsplash

Rasulullah SAW telah menegaskan bahwa tiap huruf dari Al-Qur’an merupakan pahala tersendiri ketika dibaca. Bahkan ada kelipatan 10 kali lipat dari masing-masing huruf. Sampai beliau SAW menegaskan bahwa bacaan alif lam mim itu bukan satu huruf tetapi tiga huruf yang berdiri sendiri-sendiri. Sedangkan hadits tidak mendatangkan pahala kalau hanya sekedar dibaca, kecuali bila dipelajari dan dijalankan pesannya.

Poin lainnya dari definisi Al-Qur’an adalah bahwa seluruh Al-Qur’an itu diriwayatkan dengan sanad yang mutawatir. Yang dimaksud dengan mutawatir adalah bahwa jumlah perawi itu sangat banyak dan tersebar luas dimana-mana, sehingga mustahil mereka kompak untuk berdusta. Al-Imam As-Suyuthi menyebutkan minimal riwayat yang mutawatir itu adalah 10 perawi dalam setiap thabaqat (level). Poin ini berfungsi membedakan Al-Qur’an dengan hadits, baik hadits itu merupakan hadits nabawi maupun hadits qudsi. Sebab hadits itu kadang ada yang diriwayatkan secara mutawatir, tetapi kebanyakannya ahad. Yang dimaksud dengan riwayat ahad bukan berarti hanya ada satu perawi, melainkan jumlahnya bisa banyak tetapi belum mencapai derajat mutawatir.

Dan satu lagi yang penting untuk dicatat dalam poin ini, bahwa dalam ilmu qiraat kita mengenal banyak jalur periwayatan bacaan (wajah) Al-Qur’an. Kita mengenal ada qiraat yang levelnya sudah disepakati secara mutlak berstatus mutawatir yaitu qiraah sab’ah. Selain itu juga ada tiga lagi riwayat Namun riwayat-riwayat lain ada yang jalurnya tidak sampai mutawatir, alias ahad. Yang riwayatnya ahad ini juga masih bermacam-macam jenisnya, ada yang shahih tapi ada juga yang lemah atau dhaif. Di dalam ilmu qiraat lazim disebut dengan qiraah syadzdah (قراءة شاذة ). Di antara contoh riwayat syadzdzah yang juga bertentangan dengan rasm Utsamani adalah tambahan-tambahan lafadz Al-Qur’an. Seperti contoh

حافظوا على الصلواة والصلاة الوسطى صلاة العصر

فمن لَم يجد فصيام ثلاثة أيًّم متتابعات

وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يََْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ صالحة غَصْبًا

Yang diberi garis di bawahnya merupakan riwayat yang syadz dan tentu saja disepakati bukan bagian dari Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an hanya sebatas yang diriwayatkan secara mutawatir saja dan bukan riwayat yang syadz. Selain itu kalam Allah dapat dikatakan sebagai Al-Qur’an haruslah berbahasa arab. Al-Qur’an ketika diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, turun dalam bahasa Arab yang benar, sebagaimana bahasa yang digunakan oleh Rasulullah SAW.

Photo by Syed Hussaini on Unsplash
Photo by Syed Hussaini on Unsplash

إِنَ أنزلناهُ قُرآنًَ عربِيًّا لعلكُم تعقِلُون

Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.(QS. Yusuf : 2)

وكذلِك أنزلناهُ حُكمًا عربِيًّا

Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Qur’an itu sebagai peraturan dalam bahasa Arab . (QS. Ar-Ra’d : 37)

وهذا لِسانٌ عربٌِِّ مُّبِيٌ

Sedang Al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang.(QS. An-Nahl : 103)

وَكَذَٰلِكَ أَنزَلۡنَٰهُ قُرۡءَانًا عَرَبِيًّا وَصَرَّفۡنَا فِيهِ مِنَ ٱلۡوَعِيدِ لَعَلَّهُمۡ يَتَّقُونَ أَوۡ يُحۡدِثُ لَهُمۡ ذِكۡرًا

Dan demikianlah Kami menurunkan Al-Quran dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau Al-Qur’an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.(QS. Thaha : 113)

Yang disebut Al-Qur’an hanyalah apa yang Allah turunkan persis sebagaimana turunnya. Adapun bila ayat-ayat Al-Qur’an itu dijelaskan atau diterjemahkan ke dalam bahasa lain, maka penjelasan atau terjemahannya itu tidak termasuk Al-Qur’an. Maka kalau ada buku yang berisi hanya terjemahan Al-Qur’an, buku itu bukan Al-Qur’an.

Dengan kerangka logika seperti itu, maka injil yang ada di tangan umat Kristiani, seandainya memang benar diklaim asli sebagaimana yang diterima Nabi Isa alaihissalam dari Allah, bagi umat Islam tetap saja bukan Injil. Mengapa Karena Injil itu tidak berbahasa asli sebagaimana waktu diturunkan kepada Nabi Isa alaihissalam. Para sejarawan menyebutkan bahwa Nabi Isa berbahasa Suryaniyah, dan hari ini tidak ada lagi Injil yang berbahasa Suryaniyah.

Meskipun Al-Qur’an diturunkan bukan hanya kepada bangsa Arab saja, tetapi kepada seluruh umat manusia, namun Allah SWT berkenan menurunkan kitab suci terakhirnya dengan bahasa Arab. Bahkan meski di dalam Al-Qur’an termuat kisah-kisah manusia yang bukan dari kalangan bangsa Arab, seperti bangsa Mesir, Romawi, Persia, Kaum ‘Aad, Tsamud dan lainnya, namun semua kisah mereka di dalam Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab. Bahkan dialog-dialog para tokoh sejarah yang dikutip di dalam Al-Qur’an pun sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Photo by Dancing Rain in the Autumn on Unsplash
Photo by Dancing Rain in the Autumn on Unsplash

Misalnya dialog antara Nabi Musa alahissalam dengan Fir’aun, keduanya di dalam Al-Qur’an nampak seperti berbicara dalam bahasa Arab. Padahal tak satu pun dari keduanya yang orang Arab. Fir’aun dan Musa sama-sama bukan orang Arab dan sama-sama tidak bisa berbahasa Arab. Namun dialog antara keduanya di dalam Al-Qur’an tampil dalam bahasa Arab.

وَقَالَ مُوسَىٰ يَٰفِرۡعَوۡنُ إِنِّى رَسُولٌ مِّن رَّبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ

Dan Musa berkata: “Hai Fir´aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta alam, (QS. Al-Araf : 104)

حَقِيقٌ عَلَىٰٓ أَن لَّآ أَقُولَ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡحَقَّ ۚ قَدۡ جِئۡتُكُم بِبَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّكُمۡ فَأَرۡسِلۡ مَعِىَ بَنِىٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ

wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku”. (QS. Al-Araf : 105)

قَالَ إِن كُنتَ جِئۡتَ بِـَٔايَةٍ فَأۡتِ بِهَآ إِن كُنتَ مِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ

Fir´aun menjawab: “Jika benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar”. (QS. Al-Araf : 106)

Satu hal yang perlu dicatat bahwa meski tokoh-tokoh yang diceritakan dalam Al-Qur’an itu tampil berbahasa Arab, namun sesugguhnya mereka berbicara dalam bahasa masing-masing. Yang menarik bahwa ada 124 ribu nabi dan rasul sebagaimana disebutkan dalam hadits. Bahasa mereka tentunya berbeda-beda, karena dipastikan bahwa setiap kaum pasti diturunkan kepada utusan dari Allah.

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولٌ

Sementara Allah SWT menciptakan manusia dengan beragam suku, bangsa, ras serta bahasa yang berbeda-beda.

وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦ خَلۡقُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفُ أَلۡسِنَتِكُمۡ وَأَلۡوَٰنِكُمۡ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّلۡعَٰلِمِينَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (QS. Ar-Rum : 22)

Maka kitab-kitab samawi diturunkan sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh nabi dan kaumnya, sebagaimana firman Allah SWT

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوۡمِهِۦ لِيُبَيِّنَ لَهُمۡ

Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. (QS. Ibrahim : 4)

Kalau kaumnya kaum Yahudi, tentu kitab yang turun kepada mereka berbahasa Yahudi atau bahasa Ibrani. Begitu juga kalau kaum itu berbahasa Suryani, maka turunlah kitab sucinya dengan bahasa yang dipahami oleh kaum itu. Boleh dikatakan satu-satunya kitab suci yang berbahasa Arab hanya Al-Qur’an saja. Namun uniknya, meski Al-Qur’an berbahasa Arab, ternyata Al-Qur’an tidak hanya ditujukan khusus untuk bangsa Arab, namun juga untuk bangsa manusia mana pun.

Lalu muncul pertanyaan yang cukup nakal, bagaimana mungkin Allah SWT menurunkan kitab suci yang ditujukan kepada semua umat manusia, tetapi bahasa yang digunakan hanya satu yaitu bahasa Arab Bukankah ini menjadi tidak adil Bahasa Al-Qur’an adalah bahasa Arab, bukan bahasa universal seperti yang diasumsikan oleh segelintir orang. Bahasa Arab dipilih Allah SWT karena punya banyak kelebihan dibandingkan dengan bahasa yang lain

Definisi sesuatu bisa dikatan Al-Qur’an berikutnya adalah Al-Qur’an itu yutahadda bihal ’arab (يتحدى بها العرب ). Yang dimaksud dengan menantang disini bahwa Allah SWT ingin menegaskan bahwa Al-Qur’an itu tidak bisa ditandingi nilai keindahan sastranya oleh manusia. Dalam hal ini yang para pujangga Arab-lah yang ditantang, karena mereka pada masa itu sudah mampu membuat syair-syair yang sedemikian indah, sehingga mirip seperti sihir. Sebagaimana ungkapan Nabi SAW sendiri

إِنَّ مِنَ البَيَانِ لَسِحْرً

Sesungguhnya sebagian dari syair itu bagaikan Sesungguhnya sebagian dari syair itu bagaikan sihir (HR. Bukhari)

Photo by Ashkan Forouzani on Unsplash
Photo by Ashkan Forouzani on Unsplash

Di tengah puncak kejayaan sastra Arab itulah Al-Qur’an turun dari sisi Allah SWT. Tidak ada satu pun yang bisa menandingi keindahan sastranya. Seorang Arab yang tidak mau masuk Islam di masa jahiliyah pun mengakui keindahan sastra Al-Qur’an. Dia mengaku mengenal seluruh bentuk sastra Arab, termasuk sastra di kalangan jin. Namun tak satu pun yang bisa menyaingi keindahan dan ketinggian sastra Al-Qur’an. Maha Benar-lah Allah SWT ketika berfirman

وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيلًامَا تؤُْمِنُون

dan Al Qur’an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. (QS. Al-Haqqah : 41)

Kalau kita bandingkan dengan hadits Qudsi yang pada dasarnya juga perkataan Allah juga, maka Al-Qur’an dengan hadis Qudsi bisa dibedakan secara mudah yaitu di titik ini. Kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada keindahannya dari segi sastra Arab, sedangkan hadits Qudsi yang juga merupakan perkataan Allah, namun tidak punya keistimewaan seperti Al-Qur’an. Al-Qur’an dijadikan sebagai tantangan kepada orang Arab untuk menciptakan yang setara dengannya. Dan tantangan itu tidak pernah bisa terjawab. Karena tak satupun orang Arab yang mengklaim ahli di bidang sastra yang mampu menerima tandangan itu.

وَإِن كُنتُمۡ فِى رَيۡبٍ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا فَأۡتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثۡلِهِۦ وَٱدۡعُواْ شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ

Dan jika kamu dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami, buatlah satu surat yang semisal Al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (QS. Al-Baqarah : 23)

أَمۡ يَقُولُونَ ٱفۡتَرَىٰهُ ۖ قُلۡ فَأۡتُواْ بِعَشۡرِ سُوَرٍ مِّثۡلِهِۦ مُفۡتَرَيَٰتٍ وَٱدۡعُواْ مَنِ ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ

Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an itu”. Katakanlah,”Datangkan sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”. (QS. Hud : 13)

Bagikan artikel ini ke :