Islam Menampakkan keterhormatan Muslimah dengan Jilbab

Ajaran islam dibuat sebagai petunjuk untuk manusia dalam menjalankan tatanan kehidupan yang penuh rahmat (rahmatan lil’ alamin) wujud yang nyata dari rahmat Allah ialah keselamatan, kesehatan, ketentraman dan kebahagian. Hal inilah yang terkandung dalam kata Hasanah dan dalam istilah hukum Islam biasanya disebut maslahah (kemaslahatan). Hukum Islam hakikatnya tidak lain adalah merupakan jaminan untuk kemaslahatan dalam kehidupan manusia. Salah satu contoh bentuk dari kemaslahatan adalah tata cara berpakaian. Budaya pakaian adalah salah satu ciri peradaban manusia sebagai makhluk terhormat. Pakaian sendiri sebagai busana akan selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman dan juga tradisi yang yang berkembang ditengah masyarakat.

Oleh karena itu, masalah pakaian adalah masalah kemanusiaan yang didalam nya terdapat harkat dan martabat manusia. Yang mana berpakaian erat kaitannya dengan menutup aurat. Zaman sekarang begitu banyak sekali model pakaian yang diciptakan orang dengan berbagai model. Mulai dari yang sempit hingga yang longgar, mulai dari bahan yang sederhana sampai bahan yang mahal baik untuk kaum laki-laki maupun perempuan. Terutama untuk perempuan, yang sering dijadikan objek seksual oleh sebagian laki-laki. Zaman sekarang busana perempuan mulai dari model yang terbuka memperlihatkan perhiasannya, ada juga yang sempit yang menunjukkan lekuk tubuhnya. Maka berpakaian bagi wanita adalah hal yang penting.

Islam sendiri merupakan agama yang sempurna, salah satu ajaran Islam yang mengatur masalah busana bagi perembuan yaitu dengan memakai jilbab. Ayat al-Qur’an yang berbicara mengenai jilbab diturunkan Allah untuk merespons kondisi dan konteks budaya masyarakat, yang penekanannya kepada persoalan etika, hukum, dan juga keamanan masyarakat. Walaupun antara satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan persepsi terhadap penafsiran mengenai jilbab itu sendiri. Al-Qurtubi memberikan penjelasan bahwa jilbab merupakan baju atau kurung yang longgar dan lebar dan lebih lebar dari selendang ataupun kerudung. Menurut Ibnu ‘Abbas dan Qatadah yang dikutip dari Abu Hayyan jilbab merupakan jenis pakaian yang menutup pelipis dan hidung walaupun kedua mata pemakaiannya terlihat namun tetap menutup dada dan bagian muka.

Di dalam Ajaran islam Iilbab sendiri bertujuan untuk membatasi seluruh bentuk pemuasaan seksual. Jilbab memiliki dua dimensi, yaitu materi dan rohani. Jilbab berupa materi yaitu berupa penutupan tubuh sedangkan jilbab berupa rohani adalah kondisi dimana perempuan ditengah kehidupan masyarakat tidak berusaha tampil dengan dandanan yang menarik perhatian, dalam artian bahwa jilbab rohani ini sebagai pencegah dari perbuatan yang menyimpang dan kemerosotan akhlak dan perilaku.

Kedua dimensi ini dapat dikatakan saling keterkaitan dan saling mempengaruhi. Jilbab sebagai materi berfungsi sebagai imunitas dan kekebalan tubuh yang mempunyai sifat preventif sehingga jilbab rohani juga akan terjaga dengan jilbab materi. Dapat diakui atau tidak jilbab tidak hanya melulu soal agama akan tetapi bergulir dalam ranah sosial dan juga politik. Di indonesia sendiri jilbab mulai booming pada tahun 1990-an dan hal itu berkat sumbangsih besar dari Cak nun dengan acara roadshow nya yang mengelilingi indonesia dengan mementaskan puisi lautan jilbab sebagai motor budaya yang menjadikan perempuan indonesia melirik jilbab.

Saat ini jilbab sangat identik dengan busana perempuan muslim atau muslimah. Sehingga jika boleh disebut jilbab menjadi sebuah simbol namun disebut dengan kata tif’eret, begitu pula dalam Injil ada istilah yang semakna dengan jilbab yaitu zammah, re’adah, juga zaif. Lebih jauh lagi ternyata penggunaan jilbab juga dikenal dalam hukum kekeluargaan Asyria. Sehingga dapat dikatakan bahwa masalah jilbab ini bukan masalah sederhana karena ia terkait dengan aspek pakaian wanita dan lintas budaya.

Istilah jilbab dalam perkembangannya fenomena jilbab membawa pesan beragam bukan hanya pada upaya pendefinisian istilahnya, tetapi juga pada pemberian makna dan penerapannya di masyarakat yang mengusung simbol sosial keagamaan dan identitas sosial. Banyak perempuan muslim yang sebenarnya belum mengetahui dalil-dalil seputar jilbab, Sehingga mereka tidak memakai, dan boleh jadi mereka yang memakai pun sebenarnya belum mengetahui secara menyeluruh alasanna memakai jilbab. Seperti dipaparkan sebelumnya alasan memakai jilbab bisa jadi karena paksaan. Maka bisa jadi alasan berjilbab karena paksaan lembaga, misal sekolah yang mewajibkan siswinya untuk berjilbab. Sehingga mereka tidak sempat atau merasa tidak perlu untuk mencari tahu ayat-ayat seputar jilbab tersebut.

Tetapi pandangan tersebut tentu saja tidak bisa digeneralisasi pada setiap perempuan muslim. Hal ini karena banyak pula perempuan muslim yang berjilbab setelah melakukan pencarian yang mendalam tentang jilbab. Sampai akhirnya memutuskan untuk berjilbab. Tidak sedikit pula yang sudah tahu tentang ayat-ayat seputar jilbab, kemudian karena berbagai pengalaman akhirnya memutuskan untuk melepas jilbabnya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Ketika membaca ayat ini juga muncul masalah tentang makna jilbab, karena di sini para mufasir berbeda pendapat. Hampir semua ulama sepakat bahwa perintah ayat di atas berlaku bukan saja pada zaman Nabi SAW, tetapi juga sepanjang masa hingga kini dan masa yang akan datang. Namun sementara ulama kontemporer memahaminya hanya berlaku pada zaman Nabi SAW dimana ketika itu ada perbudakan dan diperlukan adanya pembeda antara mereka dan wanita-wanita merdeka, serta bertujuan menghindarkan gangguan lelaki usil. Menurut ulama kontemporer, jika tujuan tersebut telah dapat dicapai dengan satu dan cara lain, maka ketika itu pakaian yang dikenakan telah sejalan  dengan tuntunan agama.

Mereka beranggapan bahwa ayat ini turun pada situasi tertentu, dimana pada saat itu budak-budak perempuan bisa digoda, sedangkan perempuan merdeka bisa juga dianggap sebagai budak karena pakaian yang mereka kenakan. Terlepas apapun makna jilbab yang diyakini oleh tiap-tiap mufasir, yang lebih penting menurut Quraish Shihab adalah apakah perintah mengulurkan jilbab pada ayat tersebut berlaku hanya pada zaman Nabi SAW atau berlaku sepanjang masa? Quraish Shihab memahami perintah tersebut hanya berlaku pada zaman Nabi SAW dan setelahnya, ketika itu ada perbudakan dan diperlukan adanya pembeda antara mereka dan wanita-wanita merdeka, serta bertujuan menghindarkan gangguan lelaki usil.

Menurutnya, sebelum turunnya ayat ini, cara berpakaian wanita merdeka atau budak yang baik-baik atau yang kurang sopan hampir dapat dikatakan sama. Karena itu lelaki usil sering kali mengganggu wanita-wanita khususnya yang mereka ketahui atau duga sebagai sahaya. Untuk menghindarkan gangguan tersebut, serta menampakkan keterhormatan wanita muslimah ayat di atas turun.

Bagikan artikel ini ke :