Selama ini istilah fiqih menjadi trend untuk dikaitkan dengan banyak tema. Terkadang sampai keluar jauh pembahasannya dari istilah baku penamaan fiqih itu sendiri, yang merupakan ilmu tentang hukum syariah amaliyah yang diistimbath dari dalil-dalilnya yang tafshili.
العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية
Entah siapa yang mengawali istilah fiqih yang diikuti dengan bahasan lain hingga populer, sehingga melahirkan makna baru di luar fokus ilmu fiqih itu sendiri. Seperti contoh ada fiqih siroh, fiqih sunnah, fiqih prioritas (aulawiyah), fiqih dakwah, fiqih keseimbangan (muwazanah), fiqih waqi’, fiqih kontemporer (nawazil/mu’ashirah) dan fiqih-fiqih lainnya.
Maka Khazanah Quraniyah pun tidak mau ketinggalan, mau nyumbang istilah baru, yaitu Fiqih Al-Qur’an (فقه القرآن). Sebuah kajian fiqih juga, yaitu kajian tentang hukum wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Namun disusun berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an. Sebenarnya hampir sama dengan tafsir ayat ahkam dan juga masih sejalur dengan tafsir fiqhi. Keduanya adalah kajian ilmu yang sudah terkenal duluan.
Lalu Fiqhul Qur’an ada dimana posisinya? Ada dua sisi bahasan : Pertaman, untuk jalan dan media orang awam dalam memahami ayat Al-Quran secara keseluruhan. Ada 6.236 ayat semuanya. Tema-tema besar Al-Qur’an itu amat luas, ada masalah aqidah, kisah umat terdahulu, sejarah kenabian Muhammad, sains teknologi, berbagai perumpamaan, pelajaran adab dan etika, filosofi kehidupan, masalah ghaib seperti kiamat, hisab, surga, neraka, dan isinya, dsn seterusnya.
Namun sayang sekali selama ini kita hanya bisa baca dalam arti tilawah, tanpa pernah memahami apa yang kita baca. Disitulah kita butuh Fiqhul-Qur’an, yaitu memahami ayat yang kita baca. Kedua, Untuk menjelaskan lebih rinci dan detail rincian detail hukum-hukum yang termuat dalam ayat-ayat yang memang sudah teramat kental kandungan hukumnya.
Satu ayat seringkali punya banyak sekali kandungan hukum sampai berlapis-lapis. Ini perlu kita uraikan, kandungan hukum di dalamnya apa saja. Ini adalah Fiqhul-Qur’an yang kedua.
دراسة فقهية تأصيلية مقارنة
Tentu saja kajian-kajian semua itu sudah banyak dibahas, sama sekali tidak ada kebaruannya. Puluhan ribu jilid kitab tafsir sudah pernah membahasnya. Terus yang baru apanya? Yang baru adalah kemudahan aksesnya bahkan untuk orang awam sekalipun.
Harus berbahasa Indonesia, bukan bahasa Arab. Kalau berbahasa Arab percuma saja. Sama saja, nggak paham-paham juga. Bangsa Indonesia ini 270-an juta, negeri muslim terbesar di dunia dan bahasa Arab banyank yang tidak paham. Selain itu harus dengan sangat bisa mudah diakses, berarti bukan buku atau kitab. Kalau dalam bentuk buku percuma saja, harus beli dulu bukunya. Kalau pun mampu beli, belum tentu rajin baca. Padahal mazhab kita ini sudah mazhab online. Maka ilmu itu harus tersedia secara online.
Dan juga harus free tidak berbayar.Masyarakat kita bukannya miskin tidak berduit. Tapi kalau ada yang gratis, kenapa harus repot bayar? Begitu logikanya. Bahkan kalau perlu sengaja niat untuk mengoleksi bajakan, haram-haram dikit, jamak lah. Padahal duitnya banyak dan rajin infaq. mencuri itu nikmat. Ya sudah, biar tidak nambah koleksi dosa, kita gratiskan saja.