Bolehkah Nadzar dengan Sesuatu yang Wajib?

Nadzar merupakan sebuah janji hutang kepada Allah untuk melakukan suatu bentuk ibadah sunnah tertentu, dengan syarat apabila dia mendapatkan apa yang diinginkan dari Allah SWT. Misalnya, seseorang berjanji kepada Allah SWT untuk menyembelih kurban apabila Allah SWT memberinya seorang anak. Ini adalah syarat. Kalau Allah SWT memberi anak, maka dia wajib melaksanakan janjinya itu. Sebaliknya kalau Allah tidak memberi anak, maka menyembelih kurban tidak wajib.

Nadzar memang harus dalam perkara kebaikan atau taqarrub kepada Allah. Nadzar yang tidak terkait dengan hal-hal itu, tidak sah serta juga tidak boleh dilakukan. Di masa Rasulullah SAW, ada seorang bernama Abu Israil yang bernazdar untuk berpanas-panas di bawah terik matahari bila keinginannya terkabul. Bahkan dia bernadzar juga untuktidak duduk serta tidak berbicara dan berpuasa. Maka Rasulullah SAW melarang dirinya melakukan semua itu kecuali puasa. Karena puasa termasuk bagian dari ibadah.

Dari Ibnu Abbas ra. berkata bahwa ketika Rasulullah SAW berkhutbah, ada seseorang berdiri dan bertanya, “Abu Israil telah bernadzar untuk berpanas-panas di bawah terik matahari, tidak duduk, tidak berbicara serta berpuasa.” Nabi SAW berkata, “Perintahkan padanya untuk berbicara, berteduh (dari terik matahari) dan duduk. Tapi biarkan dia nadzar untuk berpuasa.” (HR Bukhari)

Bernadzar dengan membisu (tidak berbicara) bukanlah bentuk ibadah dalam pandangan syariat Islam.Allah SWT tidak menerima sebuah amal yang tidak dilandasi dengan ketetapan syariah. Demikian juga dengan bentuk-bentuk nadzar lainnya, meski kelihatan berkurban atau berpayah-payah, tapi tidak akan diterima, selama tidak ada landasan syariahnya. Sedangkan bernadzar dengan berpuasa termasuk salah satu nadzar yang dibenarkan dalam Islam.

وَلۡيُوفُواْ نُذُورَهُمۡ

Allah berfirman, “Hendaknya mereka memenuhi nadzar mereka.” (Q.S. al-Hajj: 29).

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allah, maka hendaklah ia mentaati-Nya, dan barangsiapa nadzar untuk bermaksiat kepada-Nya, maka janganlah ia berbuat maksiat kepada-Nya. (HR Bukhari)

Adapun nadzar untuk mengerjakan suatu ibadah yang pada dasarnya wajib, sebenarnya tidak ada larangan. Walaupun mungkin istilahnya bukan nadzar sebagaimana yang kita kenal. Nadzar yang dilakukan di masa Rasulullah SAW adalah perkara yang bersifat sunnah, kemudian karena dinadzarkan berubah menjadi wajib hukumnya. Sedangkan perkara yang pada dasarnya sudah wajib, kalau dinadzarkan akan menjadi apa hukumnya? Apakah menjadi double wajib?

Barangkali ada sementara orang yang masih belum menunaikan kewajiban dasar dalam agama ini. Mungkin masih ada hal-hal yang dirasa menghalangi, entah dari dalam diri sendiri, atau dari lingkungan yang membentuk. Maka boleh saja seorang wanita yang belum menutup auratnya, kebetulan dia sangat berhajat pada suatu keberhasilan, katakanlah ingin jadi pegawai negeri, lalu dia bernadzar kalau diterima jadi pegawai negeri, akan memakai jilbab. Dan ternyata keinginannya terkabul, maka ada semacam lecutan khusus yang bersifat shock therapy pada dirinya untuk memakai jilbab.

Barangkali kalau bukan karena diterima jadi pegawai negeri, belum tentu ada kekuatan yang khusus dan memotivasinya memakai jilbab. Untuk kasus yang seperti ini, mungkin bisa dianggap benar. Tetapi negatifnya juga ada dan boleh jadi semakin parah hasilnya. Misalnya, saat pengumuman pegawai negeri, ternyata namanya tidak ada.

Maka yang tadinya mau pakai jilbab, kembali lagi tidak mau pakai. Seolah-olah memakai jilbab adalah bayaran atas pemberian Allah dalam bentuk diterima jadi pegawai negeri. Yang sebaiknya dilakukan bukan bernadzar, tetapi berwasilah dengan amal shalih. Ketika berniat untuk menjadi pegawai negeri, maka perbanyaklah amal kebaikan, termasuk segera menutup aurat. Niatnya yang pertama tentu karena Allah. Tetapi tentu tidak salah kalau sambil disisipkan harapan dan doa agar keinginannya terkabul.

Untuk membedakan apakah niatnya ikhlas semata karena Allah atau bukan, ditentukan saat pengumuman. Kalau keinginannya tidak diterima Allah, lalu jilbabnya dicopot, berarsi niatnya tidak ikhlas. Tetapi kalau tidak diterima tetapi tetap saja dia memakai jilbab, maka itu pertanda keikhlasan niatnya. Dia adalah wanita yang sabar dan pandai bersyukur.

Bagikan artikel ini ke :