Belum Qadha Puasa Sudah Masuk Ramadhan

Kata al-qadha'(ุงู„ู‚ุถุงุก) dalam bahasa Arab punya banyak makna, di antaranya bisa bermakna hukum (ุงู„ุญูƒู…), dan juga bisa bermakna penunaian (ุงู„ุฃุฏุงุก). Sedangkan istilah qadha menurut para ulama, di antaranya Ibnu Abdin dalam Hasyiyatu Ibnu Abdin ููุนู’ู„ ุงู„ู’ูˆูŽุงุฌูุจู ุจูŽุนู’ุฏูŽ ูˆูŽู‚ู’ุชูู‡ู (Mengerjakan kewajiban setelah lewat waktunya). Sedangkan Ad-Dardir menyebutkan makna istilah qadha dalam Asy-Syarhu Ash-Shaghir ุงุณู’ุชูุฏู’ุฑูŽุงูƒู ู…ูŽุง ุฎูŽุฑูŽุฌูŽ ูˆูŽู‚ู’ุชูู‡ู (mengejar ibadah yang telah keluar waktunya)

Bila suatu ibadah dikerjakan pada waktu yang telah lewat, disebut dengan istilah qadha. Sedangkan bila dikerjakan pada waktunya, disebut adaa’ (ุฃุฏุงุก). Sedangkan bila sebuah ibadah telah dikerjakan pada waktunya namun diulangi kembali, istilahnya adalah i’adah (ุฅุนุงุฏุฉ).

Qadha’ puasa maksudnya adalah berpuasa di hari lain di luar bulan Ramadhan, sebagai pengganti dari hari-hari yang ia tidak berpuasa pada bulan itu.

Seseorang yang tidak dapat melakukan puasa ketika Ramadhan, maka ia diwajibkan mengqadha puasanya. Kewajiban puasa tidak hilang meskipun masa wajibnya (hari-hari pada bulan Ramadhan) telah usai. kewajiban qadha ini juga tertuang dalam firman Allah

ููŽู…ูŽู† ูƒูŽุงู†ูŽ ู…ูู†ูƒูู… ู…ูŽู‘ุฑููŠุถู‹ุง ุฃูŽูˆู’ ุนูŽู„ูŽู‰ ุณูŽููŽุฑู ููŽุนูุฏูŽู‘ุฉูŒ ู…ูู‘ู†ู’ ุฃูŽูŠูŽู‘ุงู…ู ุฃูุฎูŽุฑูŽ

Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, (kemudian tidak puasa), maka wajib menggantinya pada hari-hari yang lain. (QS. Al-Baqarah : 184)

Dan juga terdapat perintah qadha puasa dalam hadist Nabi

ูƒูู†ูŽู‘ุง ู†ูŽุญููŠุถู ุนูŽู„ู‰ูŽ ุนูŽู‡ู’ุฏู ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‡ ููŽู†ูุคู’ู…ูŽุฑู ุจูู‚ูŽุถุงูŽุกู ุงู„ุตูŽู‘ูˆู…ู

Dari Aisyah radhiyallahuanha berkata, Dahulu di zaman Rasulullah SAW kami mendapat haidh. Maka kami diperintah untuk mengganti puasa. (HR.Muslim)

Qadha puasa berlaku bagi siapa saja yang memiliki kewajiban puasa namun tidak melakukanya. Baik dikarenakan adanya udzur syar’i maupun sengaja dilakukan tanpa adanya udzur. Jika seseorang melakukan hal yang membatalkan puasa karena lupa, maka ia tidak berdosa dan juga tidak batal puasanya. Misalnya seseorang yang lupa minum di siang hari bulan Ramadhan sedangkan ia sedang berpuasa.

Jika seseorang tidak berpuasa karena ada udzur syar’i maka hal itu diperbolehkan. Namun tetap wajib menggantinya. Dengan kata lain tidak berdosa namun wajib mengganti. Jika seseorang dengan sengaja membatalkan puasa, namun ia keliru menyangkanya sudah waktunya berbuka, maka ia tidak berdosa namun tetap wajib mengganti puasa yang telah ia rusak dengan sengaja tersebut.

Qadha puasa juga wajib bagi mereka yang membatalkan puasa dengan sengaja dan tanpa udzur syar’i yang membolehkan. Di sini maka selain ia wajib qadha puasanya, ia juga telah berdosa karena meninggalkan puasa dengan tanpa udzur. Bahkan sebagian ulama mewajibkan kaffarah selain harus qadha puasanya.

sampai kapan batas waktu qadha tersebut? Apakah boleh ditunda sampai kapan pun? Ataukah ada batasnya?

Dalam masalah qadha puasa ulama telah berbeda pendapat mengenai batasan waktu qadha puasa. Ada yang mengatakan sampai kapan saja, ada pula yang membatasi tidak boleh lebih dari Ramadhan berikutnya.

Al-Kasani (w. 587 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartibi As-Syarai’ menuliskan

ุฅู†ูŽู‘ู‡ู ุฅุฐูŽุง ุฃูŽุฎูŽู‘ุฑูŽ ู‚ูŽุถูŽุงุกูŽ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ุญูŽุชูŽู‘ู‰ ุฏูŽุฎูŽู„ูŽ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ู ุขุฎูŽุฑู ููŽู„ูŽุง ููุฏู’ูŠูŽุฉูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู

Ketika seseorang menunda qadha sampai masuk ramadhan berikutnya maka tidak wajib fidyah baginya

Ibnul Humam (w. 681 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Fathul Qadir menuliskan

ูˆูŽุฅูู†ู’ ุฃูŽุฎูŽู‘ุฑูŽู‡ู ุญูŽุชูŽู‘ู‰ ุฏูŽุฎูŽู„ูŽ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ู ุขุฎูŽุฑู ุตูŽุงู…ูŽ ุงู„ุซูŽู‘ุงู†ููŠูŽ) ู„ูุฃูŽู†ูŽู‘ู‡ู ูููŠ ูˆูŽู‚ู’ุชูู‡ู (ูˆูŽู‚ูŽุถูŽู‰ ุงู„ู’ุฃูŽูˆูŽู‘ู„ูŽ ุจูŽุนู’ุฏูŽู‡ู) ู„ูุฃูŽู†ูŽู‘ู‡ู ูˆูŽู‚ู’ุชู ุงู„ู’ู‚ูŽุถูŽุงุกู (ูˆูŽู„ูŽุง ููุฏู’ูŠูŽุฉูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู) ู„ูุฃูŽู†ูŽู‘ ูˆูุฌููˆุจูŽ ุงู„ู’ู‚ูŽุถูŽุงุกู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ุชูŽู‘ุฑูŽุงุฎููŠุŒ ุญูŽุชูŽู‘ู‰ ูƒูŽุงู†ูŽ ู„ูŽู‡ู ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุชูŽุทูŽูˆูŽู‘ุนูŽ

Ketika menunda qadha puasa sampai masuk bulan Ramadha berikutnya maka berpuasa untuk Ramadhan yang kedua. Karena memang itu waktu untuk puasa yang kedua. Dan mengqadha yang awal setelahnya. Karena waktu tersebut adalah waktu qadha. Dan tidak wajib qadha baginya. Karena kewajiban qadha itu tarakhir. Bahkan boleh baginya puasa sunnah terlebih dahulu

Az-Zaila’i (w. 743 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Tabyin Al-Haqaiq Syarh Kanzu Ad-Daqaiq menuliska

ูุฅู† ุฌุงุก ุฑู…ุถุงู† ู‚ุฏู… ุงู„ุฃุฏุงุก ุนู„ู‰ ุงู„ู‚ุถุงุก ุฃูŠ ุฅุฐุง ูƒุงู† ุนู„ูŠู‡ ู‚ุถุงุก ุฑู…ุถุงู† ูˆู„ู… ูŠู‚ุถู‡ ุญุชู‰ ุฌุงุก ุฑู…ุถุงู† ุงู„ุซุงู†ูŠ ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ุงู„ุซุงู†ูŠ ู„ุฃู†ู‡ ููŠ ูˆู‚ุชู‡ ูˆู‡ูˆ ู„ุง ูŠู‚ุจู„ ุบูŠุฑู‡ ุซู… ุตุงู… ุงู„ู‚ุถุงุก ุจุนุฏู‡ ู„ุฃู†ู‡ ูˆู‚ุช ุงู„ู‚ุถุงุก ูˆู„ุง ูุฏูŠุฉ ุนู„ูŠู‡

Jika seseorang memiliki tanggungan puasa yang belum diqadha sampai datang bulan Ramadhan berikutnya, maka dia berpuasa untuk Ramadhan kedua. Karena memang waktu tersebut waktu untuk puasa yang kedua. Dan tidak diterima puasa selainya (puasa kedua). Kemudian setelah itu baru mengqadha puasa Ramadhan silam. Karena waktu tersebut adalah waktu qadha. Dan tidak wajib membayar fidyah.

Ibnu Abdil Barr (w. 463 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah dalam kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah menuliskan

ูˆู…ู† ูˆุฌุจ ุนู„ูŠู‡ ุตูˆู… ุฃูŠุงู… ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ู„ู…ุฑุถ ุฃูˆ ุณูุฑ ููุฑุท ููŠู‡ุง ุญุชู‰ ุฏุฎู„ ุนู„ูŠู‡ ุฑู…ุถุงู† ุขุฎุฑ ูˆู‡ูˆ ู‚ุงุฏุฑ ุนู„ู‰ ุตูŠุงู…ู‡ุง ูุฅู†ู‡ ุฅุฐุง ุฃูุทุฑ ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ุตุงู… ุชู„ูƒ ุงู„ุฃูŠุงู… ูˆุฃุทุนู… ู…ุน ุฐู„ูƒ ูƒู„ ูŠูˆู… ู…ุฏุง ู„ูƒู„ ู…ุณูƒูŠู† ุจู…ุฏ ุงู„ู†ุจูŠ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุณู„ุงู…

Dan seseorang yang mempunyai kewajiban puasa Ramadhan kemudian tidak puasa dan mengakhirkan qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya sedangkan ia mampu untuk menqadhanya (sebelum datang Ramadhan kedua) maka jika dia tidak puasa pada Ramadhan tersebut wajib baginya menqadha hari-hari yang ditinggalkanya dan memberi makan orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan satu mud dengan ukuran mud Nabi SAW.

An-Nawawi (w. 676 H) salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi’iyah di dalam kitabnya Raudhatu At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin – Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab menuliskan

ูู„ูˆ ุฃุฎุฑ ุงู„ู‚ุถุงุก ุฅู„ู‰ ุฑู… ุถุงู† ุขุฎุฑ ุจู„ุง ุนุฐุฑ ุฃุซู… ูˆู„ุฒู…ู‡ ุตูˆู… ุฑู…ุถุงู† ุงู„ุญุงุถุฑ ูˆูŠู„ุฒู…ู‡ ุจุนุฏ ุฐู„ูƒ ู‚ุถุงุก ุฑู…ุถุงู† ุงู„ูุงุฆุช ูˆูŠู„ุฒู…ู‡ ุจู…ุฌุฑุฏ ุฏุฎูˆู„ ุฑู…ุถุงู† ุงู„ุซุงู†ูŠ ุนู† ูƒู„ ูŠูˆู… ู…ู† ุงู„ูุงุฆุช ู…ุฏ ู…ู† ุทุนุงู… ู…ุน ุงู„ู‚ุถุงุก

Ketika seseorang menunda qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya tanpa udzur maka ia berdosa. Dan wajib baginya berpuasa untuk Ramadhan yang kedua, dan setelah itu baru menqadha unruk Ramadhan yang telah lalu. Dan juga wajib baginya membayar fidyah untuk setiap hari yang ia tinggalkan dengan hanya masuknya Ramadhan kedua. Yaitu satu mud makanan beserta dengan qadha.

Dasar kewajiban fidyah ini adalah atsar sahabat, yang diriwayatkan darai shahabat Abu Hurairah. Sebagaimana disebutan oleh Imam an-Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab ia menyebutkan

ู„ู…ุง ุฑูˆู‰ ุนู† ุงุจู† ุนุจุงุณ ูˆุงุจู† ุนู…ุฑ ูˆุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ ุงู†ู‡ู… ู‚ุงู„ูˆุง ููŠู…ู† ุนู„ูŠู‡ ุตูˆู… ูู„ู… ูŠุตู…ู‡ ุญุชู‰ ุงุฏุฑูƒู‡ ุฑู…ุถุงู† ุขุฎุฑ ูŠุทุนู… ุนู† ุงู„ุงูˆู„

Dalilnya adalah riwayat dari Ibn Abbas, Ibn Umar dan Abu Hurairah bahwasanya mereka menghukumi orang yang memiliki hutang puasa kemudian tidak mengqadhanya sampai datang Ramadhan berikutnya wajib memberi makan (fidyah) untuk puasa ramadhan yang pertama.

ูˆู„ูุธ ุงู„ุฑูˆุงูŠุงุช ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ ู…ู† ู…ุฑุถ ุซู… ุตุญ ูˆู„ู… ูŠุตู… ุญุชู‰ ุฃุฏุฑูƒู‡ ุฑู…ุถุงู† ุขุฎุฑ ู‚ุงู„ ูŠุตูˆู… ุงู„ุฐูŠ ุฃุฏุฑูƒู‡ ุซู… ูŠุตูˆู… ุงู„ุดู‡ุฑ ุงู„ุฐูŠ ุฃูุทุฑ ููŠู‡ ูˆูŠุทุนู… ู…ูƒุงู† ูƒู„ ูŠูˆู… ู…ุณูƒูŠู†ุง

Adapun redaksi riwayat dari Abu Hurairah: barang siapa yang sakit , kemudian sembuh ( memungkinkan untuk mengqadha puasanya) namun ia tidak segera membayar puasanya itu, sampai datang Ramadhan berikutnya maka ia wajib berpuasa untuk Ramadhan saat itu terlebih dahulu. Kemudian baru mengqadha puasa Ramadhan yang telah lalu dan memberi makan setiap hari (jumlah puasa yang tertinggal) satu orang miskin.

Zakaria Al-Anshari (w. 926 H) yang juga ulama mazhab Asy-syafi’iyah di dalam kitabnya Asnal Mathalib Syarah Raudhu Ath-Thalib menuliskan

ุชุฌุจ ุงู„ูุฏูŠุฉ (ุจุชุฃุฎุฑ) ุงู„ุฃูˆู„ู‰ ุจุชุฃุฎูŠุฑ (ุงู„ู‚ุถุงุก ูู„ูˆ ุฃุฎุฑ ู‚ุถุงุก ุฑู…ุถุงู†) ุฃูˆ ุดูŠุฆุง ู…ู†ู‡ (ุจู„ุง ุนุฐุฑ) ููŠ ุชุฃุฎูŠุฑู‡ (ุฅู„ู‰ ู‚ุงุจู„ ูุนู„ูŠู‡ ู…ุน ุงู„ู‚ุถุงุก ู„ูƒู„ ูŠูˆู… ู…ุฏ)… ุฃู…ุง ุฅุฐุง ุฃุฎุฑู‡ ุจุนุฐุฑ ูƒุฃู† ุงุณุชู…ุฑ ู…ุณุงูุฑุง ุฃูˆ ู…ุฑูŠุถุง ุฃูˆ ุงู„ู…ุฑุฃุฉ ุญุงู…ู„ุง ุฃูˆ ู…ุฑุถุนุง ุฅู„ู‰ ู‚ุงุจู„ ูู„ุง ุดูŠุก ุนู„ูŠู‡ ุจุงู„ุชุฃุฎูŠุฑ ู„ุฃู† ุชุฃุฎูŠุฑ ุงู„ุฃุฏุงุก ุจุงู„ุนุฐุฑ ุฌุงุฆุฒ ูุชุฃุฎูŠุฑ ุงู„ู‚ุถุงุก ุจู‡ ุฃูˆู„ู‰

Wajib membayar fidyah dengan mengakhirkan qadha. Ketika mengakhirkan qadha puasa Ramadhan tanpa udzur dalam penundaanya sampai Ramadhan berikutnya maka wajib qadha disertai membayar fidy ah satu mud untuk setiap hari…. Adapun ketika ia menunda qadha karena udzur, yaitu karena dia terus-terusan menjadi musafir, sakit atau perempuan yang hamil dan menyusui sampai Ramadhan berikutnya maka tidak mengapa. Karena mengakhirkan adaa’ boleh ketika ada udzur apalagi sekedar qadha

ูˆู…ู† ุฃุฎุฑ ู‚ุถุงุก ุฑู…ุถุงู† ู…ุน ุฅู…ูƒุงู†ู‡) ุจุฃู† ุฎู„ุง ุนู† ุงู„ุณูุฑ ูˆุงู„ู…ุฑุถ ู‚ุฏุฑ ู…ุง ุนู„ูŠู‡ ุจุนุฏ ูŠูˆู… ุนูŠุฏ ุงู„ูุทุฑ ููŠ ุบูŠุฑ ูŠูˆู… ุงู„ู†ุญุฑ ูˆุฃูŠุงู… ุงู„ุชุดุฑูŠู‚ (ุญุชู‰ ุฏุฎู„ ุฑู…ุถุงู† ุขุฎุฑ ู„ุฒู…ู‡ ู…ุน ุงู„ู‚ุถุงุก ู„ูƒู„ ูŠูˆู… ู…ุฏ

Barang siapa mengakhirkan qadha puasa Ramadhan, padahal ia mampu(yaitu ia memiliki waktu yang cukup untuk mengqadha semua hutangnya, setelah hari Iedul Fitri dan selain hari qurban dan Tasyriq ,sedang ia tidak sakit atau bepergian di hari tersebut) sehingga datang Ramadhn berikutnya maka wajib baginya qadha dan membayar fidyah satu mud untuk setiap hari yang ia tinggalkan.

Ibnu Qudamah (w. 620 H) ulama dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Mughni menuliskan

ูุตู„: ูุฅู† ุฃุฎุฑู‡ ู„ุบูŠุฑ ุนุฐุฑ ุญุชู‰ ุฃุฏุฑูƒู‡ ุฑู…ุถุงู†ุงู† ุฃูˆ ุฃูƒุซุฑ ู„ู… ูŠูƒู† ุนู„ูŠู‡ ุฃูƒุซุฑ ู…ู† ูุฏูŠุฉ ู…ุน ุงู„ู‚ุถุงุก

Fashl: Ketika seseorang mengakhirkan qadha, bukan karena udzur, sampai melewati dua Ramadhan atau lebih, maka tidak wajib baginya kecuali qadha dan fidyah.

Al-Mardawi (w. 885 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Inshaf fi Ma’rifati Ar-Rajih minal Khilaf menuliskan

ูˆูŽู„ูŽุง ูŠูŽุฌููˆุฒู ุชูŽุฃู’ุฎููŠุฑู ู‚ูŽุถูŽุงุกู ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ุฅู„ูŽู‰ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ุขุฎูŽุฑูŽ ู…ูู†ู’ ุบูŽูŠู’ุฑู ุนูุฐู’ุฑู) ุŒ ู†ูŽุตูŽู‘ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูุŒ ูˆูŽู‡ูŽุฐูŽุง ุจูู„ูŽุง ู†ูุฒูŽุงุนูุŒ ููŽุฅูู†ู’ ููŽุนูŽู„ูŽ ููŽุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ุงู„ู’ู‚ูŽุถูŽุงุกู ูˆูŽุฅูุทู’ุนูŽุงู…ู ู…ูุณู’ูƒููŠู†ู ู„ููƒูู„ูู‘ ูŠูŽูˆู’ู…ูุŒ ูˆูŽู‡ูŽุฐูŽุง ุงู„ู’ู…ูŽุฐู’ู‡ูŽุจู ุจูู„ูŽุง ุฑูŽูŠู’ุจู

Dan tidak diperbolehkan menunda qadha puasa Ramadhan sampai Ramadhan beikutnya. Dan ini yang di-nashkan. Dan tidak ada perbedaan disini. Dan ketika ia melakukanya maka wajib baginya qadha dan memberi makan orang miskin. Untuk setiap harinya satu mud. Dan ini adalah pendapat madzhab Hambali tanpa ada keraguan.

Ibnu Hazm (w. 456 H) salah satu tokoh mazhab Azh-Zhahiriyah di dalam kitab Al-Muhalla bil Atsar menuliskan

ูˆู…ู† ูƒุงู†ุช ุนู„ูŠู‡ ุฃูŠุงู… ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ูุฃุฎุฑ ู‚ุถุงุกู‡ุง ุนู…ุฏุงุŒ ุฃูˆ ู„ุนุฐุฑุŒ ุฃูˆ ู„ู†ุณูŠุงู† ุญุชู‰ ุฌุงุก ุฑู…ุถุงู† ุขุฎุฑ ูุฅู†ู‡ ูŠุตูˆู… ุฑู…ุถุงู† ุงู„ุฐูŠ ูˆุฑุฏ ุนู„ูŠู‡ ูƒู…ุง ุฃู…ุฑู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ูุฅุฐุง ุฃูุทุฑ ููŠ ุฃูˆู„ ุดูˆุงู„ ู‚ุถู‰ ุงู„ุฃูŠุงู… ุงู„ุชูŠ ูƒุงู†ุช ุนู„ูŠู‡ ูˆู„ุง ู…ุฒูŠุฏุŒ ูˆู„ุง ุฅุทุนุงู… ุนู„ูŠู‡ ููŠ ุฐู„ูƒุ› ูˆูƒุฐู„ูƒ ู„ูˆ ุฃุฎุฑู‡ุง ุนุฏุฉ ุณู†ูŠู† ูˆู„ุง ูุฑู‚ ุฅู„ุง ุฃู†ู‡ ู‚ุฏ ุฃุณุงุก ููŠ ุชุฃุฎูŠุฑู‡ุง ุนู…ุฏุง ุณูˆุงุก ุฃุฎุฑู‡ุง ุฅู„ู‰ ุฑู…ุถุงู† ุฃูˆ ู…ู‚ุฏุงุฑ ู…ุง ูƒุงู† ูŠู…ูƒู†ู‡ ู‚ุถุงุคู‡ุง ู…ู† ุงู„ุฃูŠุงู…

Barang siapa yang memiliki hutang puasa Ramadhan dan menunda qadha baik dengan sengaja atau karena lupa, atau karena udzur, sehingga masuk Ramadhan brikutnya, maka dia berpuasa untuk Ramadhan saat itu, seperti yang diperintahkan Allah, sampai ifthar di bulan Syawal. Kemudian baru mengqadha untuk Ramadhan yang telah lalu dan tidak ada kewajiban tambahan. Tidak pula harus memberi makan (sebagai fidyah). Walaupun ia menunda sampai beberapa tahun, maka tidak ada bedanya. Namun ia telah berbuat buruk dalam menjalankan syariat ketika ia menundanya secara sengaja. Baik sampai Ramadhan berikutnya atau menunda hanya beberapa hari saja.

Bagikan artikel ini ke :