Bekal Ramadhan : Segera Lunasi Hutang Puasa!

Saat Allah berfirman tentang kebolehan untuk tidak berpuasa bagi sebagian kelompok. Ada kewajiban mengganti dihari lain, dan hari yang lain yang dimaksud umum, yaitu hari-hari lain selain dari hari dimana ia sakit dan hari lain selain hari dimana ia sedang dalam kondsi safar/perjalanan.

ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูƒูŽุงู†ูŽ ู…ูŽุฑููŠุถู‹ุง ุฃูŽูˆู’ ุนูŽู„ูŽู‰ ุณูŽููŽุฑู ููŽุนูุฏูŽู‘ุฉูŒ ู…ูู†ู’ ุฃูŽูŠูŽู‘ุงู…ู ุฃูุฎูŽุฑูŽ

Dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan, boleh tidak berpuasa namun harus mengganti di hari yang lain (QS. Al-Baqarah: 185)

Sehingga wajar jika istri nabi sendiri yang bernama Aisyah ra pernah mengqadha puasa yang pernah ia tinggalkan hingga dibulan Sya’ban berikutnya

ูƒุงู† ูŠูŽูƒููˆู†ู ุนูŽู„ูŽูŠูŽู‘ ุงู„ุตูŽู‘ูˆู’ู…ู ู…ูู†ู’ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽุŒ ููŽู…ูŽุง ุฃูŽุณู’ุชูŽุทููŠุนู ุฃูŽู†ู’ ุฃูŽู‚ู’ุถููŠูŽ ุฅูู„ูŽู‘ุง ูููŠ ุดูŽุนู’ุจูŽุงู†ูŽ

Dulu saya pernah memiliki hutang puasa ramadhan. Namun saya tidak mampu melunasinya kecuali di bulan Syaban (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebagian ulama menggabungkan ayat Al-Quran yang memberikan petunjuk yang umum, dengan perilaku Aisyah ra ini, sehingga sebagian ulama menilai bahwa mengqadha puasa ramadhan dihari lain yang dimaksud didalam ayat tersebut dibatasi sebelum datang ramadhan berikutnya.

Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani didalam kitabnya Fath al-Bari memberikan pendapatnya

ูˆูŽูŠูุคู’ุฎูŽุฐู ู…ูู†ู’ ุญูุฑู’ุตูู‡ูŽุง ุนูŽู„ูŽู‰ ุฐูŽู„ููƒูŽ ูููŠ ุดูŽุนู’ุจูŽุงู†ูŽ ุฃูŽู†ูŽู‘ู‡ู ู„ูŽุง ูŠูŽุฌููˆุฒู ุชูŽุฃู’ุฎููŠุฑู ุงู„ู’ู‚ูŽุถูŽุงุกู ุญูŽุชูŽู‘ู‰ ูŠูŽุฏู’ุฎูู„ูŽ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ู ุขุฎูŽุฑู

Diambil kisimpulan dari perhatian da semnagtanya Aโ€™isyah ra meng-qadha puasanya di bulan sya’ban, menunjukkan bahwa tidak boleh mengakhirkan qadha puasa ramadhan, hingga masuk ramadhan berikutnya

Perihal menunda qadha ramadhan hingga datang ramadhan berikutnya tidak keluar dari dua kondisi. Pertama, menunda karena sebab-sebab khusus, seperti sakit yang menahun, atau kehamilan yang tidak berjarak, atau kondisi perjalanan yang belum selesai, dst, maka dalam kondis seperti ini mereka tidak berdosa, namun yang namanya hutang tetaplah harus dibayar ketika kondisi diatas sudah tidak ada lagi.

Menunda karena alasan malas, lalai, atau terkesan meremehkan, maka dalam kondisi seperti ini para ulama berbeda pandangan apakah selain hutang puasanya tetap harus dibayar ia juga dikenakan kewajiban semacam hukuman tambahan atas kelalaiannya atau tidak

Dalam madzhab Hanafi, Imam Al-Kasani (w. 587) menuliskan pendapat dalam kitabnya Badai’ Ash-Shanai

ุฅู†ูŽู‘ู‡ู ุฅุฐูŽุง ุฃูŽุฎูŽู‘ุฑูŽ ู‚ูŽุถูŽุงุกูŽ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ุญูŽุชูŽู‘ู‰ ุฏูŽุฎูŽู„ูŽ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ู ุขุฎูŽุฑู ููŽู„ูŽุง ููุฏู’ูŠูŽุฉูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู

ketika seseorang menunda qadha sampai masuk ramadhan berikutnya maka tidak ada fidyah baginya

Sedangkan Jumhur Ulama menilai bahwa selain tetap diwajibkan bagi mereka membayar hutang puasanya mereka juga dikenakan kewajiban tambahan yaitu membayar fidyah, berupa memberi makan orang miskin sejumlah hari yang ia tinggalkan sebesar satu mud (seperempat dari besaran zakat fitrah)

Pedapat mayoritas ulama ini diyakini juga sebagai pendapat sahabat Ibnu Umar ra Ibnu Abbas ra dan Abu Hurairah ra, demikian tegas As-Syaukani dalam kitabnya Nail al-Authar, juga dijelaskan dalam kitab Al-Majmu

Apapun itu yang jelas dalam perkara hutang baik hutang kepada sesama manusia atau hutang kepada Allah semuanya sangat baik disegerakan dan tidak baik ditunda-tunda.

ูŠูŽุง ุฃูŽูŠูู‘ู‡ูŽุง ุงู„ูŽู‘ุฐููŠู†ูŽ ุขู…ูŽู†ููˆุงู’ ูƒูุชูุจูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ูƒูู…ู ุงู„ุตูู‘ูŠูŽุงู…ู ูƒูŽู…ูŽุง ูƒูุชูุจูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ูŽู‘ุฐููŠู†ูŽ ู…ูู† ู‚ูŽุจู’ู„ููƒูู…ู’ ู„ูŽุนูŽู„ูŽู‘ูƒูู…ู’ ุชูŽุชูŽู‘ู‚ููˆู†ูŽ

Wahai orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaiman telah diwajibkan kepada umat sebelummu agar kamu bertaqwa. (QS Al-Baqarah : 183)

Saat menjelaskan ayat diatas, Syaikh Al-Maraghi didalam kitab tafsirnya Tafsir Al-Maraghi menggarisbawahi hikmah dari puasa itu adalah hadirnya sifat taqwa dalam diri seorang muslim, karena puasa membiasakan seorang muslim untuk takut kepada Allah dalam kondisi sembunyi maupun ramai, selama puasa seorang muslim selalu merasa diawasi oleh Allah, mereka berani menahan syahwat hanya karena merasa bahwa Allah selalu mengawasi, perasaan inilah yang jika berlanjut setelah Ramadhan akan menjadi sebab taqwa seorang muslim

Bagikan artikel ini ke :