Bagi para ulama mazhab yang mengatakan bahwa sujud syukur itu hukumnya sunnah, (baca artikel sebelumnya Sujud Syukur Agar Terhindar dari Bencana) maka hal-hal yang menjadi penyebab sujud syukur ada beberapa hal, dimana intinya bila mendengar kenikmatan yang mendatanginya, contohnya seperti mendapatkan anak. Maksudnya bila pasangan suami istri telah lama menantikan datangnya seorang anak, dan hampir putus asa menanti kedatangannya. Lalu tiba-tiba Allah SWT mentaqdirkan mereka mendapatkan anak. Tentu ini merupakan anugerah yang tidak ternilai harganya.
Sebagian orang memang diuji Allah SWT dengan tidak diberi anak meski sudah menikah berpuluh tahun lamanya. Salah satunya adalah Nabi Zakaria alaihissalam. Beliau berdoa siang dan malam untuk mendapatkan keturunan, namun doanya belum terkabulkan, padahal semua rambutnya sudah memutih.
ุฐูููุฑู ุฑูุญูู ูุฉู ุฑูุจูููู ุนูุจูุฏููู ุฒูููุฑููููุง ุฅูุฐู ููุงุฏูู ุฑูุจูููู ููุฏูุงุก ุฎููููููุง ููุงูู ุฑูุจูู ุฅููููู ูููููู ุงููุนูุธูู ู ู ููููู ููุงุดูุชูุนููู ุงูุฑููุฃูุณู ุดูููุจูุง ููููู ู ุฃูููู ุจูุฏูุนูุงุฆููู ุฑูุจูู ุดููููููุง ููุฅููููู ุฎูููุชู ุงููู ูููุงูููู ู ูู ููุฑูุงุฆูู ููููุงููุชู ุงู ูุฑูุฃูุชูู ุนูุงููุฑูุง ููููุจู ููู ู ูู ูููุฏูููู ูููููููุง ููุฑูุซูููู ููููุฑูุซู ู ููู ุขูู ููุนููููุจู ููุงุฌูุนููููู ุฑูุจูู ุฑูุถููููุง
(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.
Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub, dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai”. (QS. Maryam : 2-6)
Di antara anugerah yang layak untuk disyukuri adalah ketika seorang yang sakit parah atau menderita dalam waktu yang lama, pada akhirnya Allah SWT berikan kesembuhan sehingga bisa kembali sehat wal afiat. Maka saat itu disunnahkan untuk melakukan sujud syukur atas pemberian Allah SWT.
ููุฅูุฐูุง ู ูุฑูุถูุชู ูููููู ููุดูููููู
Dan bila Aku sakit maka Dia Yang Menyembuhkan (QS. Al-Asy-Syu’ara : 80)
Terkadang harta yang dimiliki oleh seseorang bisa hilang atau diambil orang seperti dirampok, dicuri atau dijambret. Kejadian ini tentu menyedihkan dan juga merupakan musibah. Bila atas kehendak Allah SWT ternyata setelah sekian lama harta itu kembali lagi atau ditemukan, tentu hal ini patut untuk disyukuri, selain juga rasa gembira yang tiada tara. Untuk itu disunnahkan bagi yang bergembira untuk melakukan sujud syukur atas karunia Allah itu.
Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah menegaskan bahwa disunnahkan untuk melakukan sujud syukur baik karena terlepas dari petaka. Bahaya bisa berupa hal-hal yang menimpa masyarakat secara umum seperti bencana alam, semisal banjir, gempa, letusan gunung berapi, angin topan, tersebarnya wabah penyakit, penjajahan musuh bahkan selamat dari kejahatan perang. Dan bisa juga berupa selamat yang bersifat pribadi, misalnya selamat dari kecelakaan lalu lintas, penculikan, penyanderaan, hukuman mati atau perkelahian.
Kemenangan umat Islam dalam penaklukan negeri-negeri kafir juga disyariatkan untuk disyukuri dengan sujud syukur. Selain itu juga termasuk kemenangan umat Islam dari penjajahan atas negerinya yang dilancarkan oleh pihak musuh. Pendeknya semua hal yang sekiranya membuat seseorang mendapatkan anugerah yang lama tidak didapat, maka hal itu patut disyukuri dengan jalan melakukan sujud syukur.
Dijelaskan Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah menegaskan bahwa intinya yang disyukuri adalah kenikmatan yang sifatnya rutin atau terus menerus. Bila kenikmatan itu memang terjadi terus menerus tanpa kita sadari, seperti nikmat hidup sehat, tidak kekurangan, punya anak, punya harta, bisa makan dan minum, maka tidak perlu dilakukan sujud syukur. Ar-Ramli mengatakan bahwa bila kenikmatan itu sudah terjadi di masa lalu, sehingga ada jeda yang lama, maka sudah tidak perlu lagi dilakukan sujud syukur.
Dalam menetapkan syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan sujud syukur, ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Sebagian mensyaratkan harus suci dari hadats kecil dan besar, persis seperti syarat shalat. Namun sebagian yang lain tidak mensyarakatnya. Imam an-Nawawi as-Syafiโi (w. 676 H) menyebutkan dalam kitabnya Raudhatu at-Thalibi bahwa syarat sah sujud syukur itu sama seperti syarat sah shalat
ูููุชูุฏ ุณุฌูุฏ ุงูุดูุฑ ุฅูู ุดุฑูุท ุงูุตูุงุฉ. ูููููุชู ูููููุฉ ุณุฌูุฏ ุงูุชูุงูุฉ ุฎุงุฑุฌ ุงูุตูุงุฉ
Sujud syukur itu butuh seperti apa yang disyaratkan dalam shalat, tata cara sujud syukur itu sama dengan sujud tilawah diluar shalat
Ibnu Qudamah menambahi dalam kitabnya al-Mughni
ููููุดูุชูุฑูุทู ููุณูุฌููุฏู ุงูุดููููุฑู ู ูุง ููุดูุชูุฑูุทู ููุณูุฌููุฏู ุงูุชููููุงููุฉู
Apa saja yang disyaratkan dalam sujud tilawah, maka itu pula syarat sujud syukur.
Termasuk syarat sah shalat adalah suci dari najis. Maka untuk sahnya melakukan sujud syukur, disyaratkan seseorang harus membersihkan terlebih dahulu segala najis yang masih menempel di tubuhnya bila memang ada. Imam Alauddin al-Mardawi (w. 885 H) pernah menyebutkan bahwa Imam Nawawi (w. 676 H) menyatakan jika sujud syukur dan tilawah itu harus suci merupakan kesepakatan para ulama. Sebagaimana dijelaskan oleh Alauddin al-Mardawi (w. 885 H) dalam kitab al-Inshaf
ููุฏ ุญูู ุงูููููู ุงูุฅุฌูู ุงุนู ุนูู ุงุดุชุฑุงุทู ุงูุทูุงุฑุฉู ูุณุฌูุฏ ุงูุชูุงููุฉ ูุงูุดููุฑู.
Imam Nawawi menceritakan bahwa ada kesepakatan para ulama yang menyebut bahwa sujud tilawah dan sujud syukur itu harus suci
Maka orang yang bekerja di rumah potong hewan, dimana sehari-hari tubuhnya bergelimang dengan najis, kalau dapat kabar gembira, dia tidak boleh langsung sujud di kubangan yang berisi benda-benda najis. Dia harus mandi dan membersihkan terlebih dahulu semua najis yang melekat di badannya
Orang yang sedang dalam keadaan berhadats, baik hadats kecil apalagi hadats besar, adalah orang yang tidak atau belum memenuhi syarat sah shalat. Oleh karena itu, dia juga tidak sah kalau melakukan sujud syukur. Sebab dalam pandangan mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, sujud syukur itu sama ketentuan persyaratannya dengan syarat-syarat shalat.
Maka untuk itu, bila masih dalam keadaan berhadats dan ingin melakukan sujud syukur, wajiblah atasnya berwudhu’. Maka orang yang tidak mendapatkan air atau tanah, tidak perlu sujud syukur. Hanya saja ada satu pendapat dari Ibnu Taimiyyah dalam al-Fatawa al-Kubra, bahwa sujud tilawah dan sujud syukur itu tak harus suci.
ูุณุฌูุฏ ุงูุดูุฑ ูุง ููุชูุฑ ุฅูู ุทูุงุฑุฉ: ูุณุฌูุฏ ุงูุชูุงูุฉ.
Sujud syukur dan tilawah itu tak butuh suciTetapi tetap jika dalam keadaan suci, maka itu lebih baik.
ูุนูุฏ ุงูุดูููุฎู ุชููู ุงูุฏููุ ุณูุฌูุฏ ุงูุชูุงููุฉ ูุณูุฌูุฏู ุงูุดููููุฑู ุฎุงุฑูุฌู ุงูุตูุงุฉูุ ูุง ูููุชููุฑ ุฅูู ููุถูุกู ูุจุงูููุถูุกู ุฃููุถูู
Menurut Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah, sujud tilawah diluar shalat dan sujud syukur itu tak harus wudhu, tapi jika dalam keadaan wudhu itu lebih baik.
memandang sujud syukur itu persis seperi shalat, dimana arah sujud harus mengarah ke kiblat. Untuk itu, sebelum melakukan sujud syukur, seseorang harus memastikan dulu arah kiblat yang benar. Sebab bila tidak mengarah ke kiblat, sujud syukur itu dianggap tidak sah.
Dan sebagaimana umumnya ibadah shalat yang mensyaratkan pelakunya menutup aurat, maka orang yang melakukan sujud syukur pun juga harus menutup auratnya terlebih dahulu sebelumnya.
Sebagian ulama dari kalangan mazhab Al-Malikiyah yang menerima pensyariatan sujud syukur mengatakan bahwa inti dari sujud syukur adalah spontanitas begitu mendengar sesuatu yang membahagiakan, segera dilaksanakan sujud.
Tetapi kalau sudah terlewat lama, karena harus berwudhu atau mandi janabah terlebih dahulu, maka tidak ada sujud syukur lagi. Sehingga mereka tidak mensyaratkan sujud syukur dengan suci dari hadats atau najis.