Bagaimana Hukumnya Membatalkan Nadzar Sebelum Terlaksana Apa Yang Dinginkan?

Hukum nadzar sendiri merupakan perselisihan para ulama. Sebagian membolehkannya dan sebagian lainnya melarangnya. Meski sesungguhnya kurang disukai oleh sebagian ulama. Sebab di balik nadzar itu tersembunyi sebuah akhlaq yang kurang baik kepada Allah SWT. Seolah-olah seseorang baru mau mengerjakan ibadah tertentu apabila Allah SWT memberikan terlebih dahulu apa yang diinginkannya. Sehingga, menurut para ulama yang mendukung pendapat ini, sebaiknya seseorang tidak bernadzar. Rasulullah SAW telah melarang untuk bernadzar dan bersabda:

لاَ تَنْذُرُوا فَإِنَّ النَّذْرَ لاَ يُغْنِى مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ

Janganlah bernadzar. Karena nadzar tidaklah bisa menolak takdir ‎sedikit pun. Nadzar hanyalah dikeluarkan dari orang yang pelit.(HR Muslim).

Sedangkan pengertian nadzar dalam Kasysyaf Al-Qanna’ an Matni Iqna’ adalah mewajibkan atas diri sendiri untuk melakukan sesuatu perbuatan (ibadah) untuk Allah yang asal hukumnya tidak wajib sehingga menjadi wajib.

Sebagai contoh adalah bernadzar untuk puasa Senin Kamis selama setahun. Hukum asal puasa Senin Kamis itu sunnah, namun dengan bernadzar untuk melakukannya selama setahun, maka hukumnya buat yang bernadzar berubah menjadi wajib. Allah berfirman mengenai kewjaiban untuk menunaikan nadzar yang terlanjur diucapkan:

وَلۡيُوفُواْ نُذُورَهُمۡ

Dan hendaklah mereka melaksanakan nazarnya. (QS. Al-Hajj: 29)

يُوفُونَ بِٱلنَّذۡرِ وَيَخَافُونَ يَوۡمًا كَانَ شَرُّهُۥ مُسۡتَطِيرًا

Mereka menunaikan nazarnya dan takut atas hari yang azabnya merata di mana-mana. (QS. Al-Insan: 7)

Pada dasarnya nazar itu wajib dilaksanakan apabila telah diucapkan. Dan bila telah diucapkan maka tidak boleh dicabut lagi. Karena nazar itu merupakan janji kepada Allah. Kecuali bila nazarnya itu mengandung kemaksiatan atau kemudharatan. Maka tidak boleh dilakukan. Sebagai contoh bernadzar untuk tidak makan ketika waktu buka hingga malam hari justru sebuah kemaksiatan. Sebab buka itu sebuah kewajiban. Bahkan Rasulullah SAW sampai mengharuskan untuk bersegera dalam berbuka.

Janji seperti itu adalah janji yang batil, sehingga justru harus dilanggar. Sebab berbuka itu sudah halal untuk makan minum. Yang menghalalkannya adalah Allah SWT langsung, sehingga bagaimana mungkin justru seseorang mengharamkan apa yang telah Allah SWT halalkan.

Lalu mengapa suatu yang halal dilakukan ketika berbuka, kita malah mengikuti gaya hidup para dukun yang tidak mau berbuka? Di sisi Allah SWT, perilaku seperti itu justru tidak ada nilai taqarrub apa-apa, bahkan justru malah bisa dianggap melanggar karena ada unsur mengharamkan apa yang telah dihalalkan-Nya. Bahkan kalau dalam hati anda niatnya untuk dijadikan persembahan kepada jin, roh, dukun atau ritual dari alam ghaib lainnya, tentu saja hukumnya haram. Selain syirik, praktek seperti itu melahirkan dosa besar, sehingga kalau nadzarnya seperti itu, hukumnya tidak boleh dilaksanakan.

Adapun bolehkah membatalkan nazar sebelum terjadinya, pada dasarnya adalah karena seseorang sudah berjanji kepada Allah. Namun selama apa yang dinadzarkan itu belum terjadi, seseorang belum lagi dituntut untuk menunaikannya. Dan selama belum ada tanda-tanda keinginannya itu terkabul, kemudian dia mengurungkan nadzarnya, tentu saja menjadi haknya. Namun jangan sampai pembatalan itu dilakukan ketika dia sudah mengetahui tanda-tanda bahwa permintaannya itu hampir terkabul. Agar jangan sampai seseorang menipu Allah SWT atau membohongi janjinya sendiri kepada Allah SWT.

Bagikan artikel ini ke :