Qunut subuh sudah akrab di telinga masyarakat muslim Indonesia, hafal bacaannya dan selalu diamalkan setiap harinya, karena mayoritas dari mereka dalam fiqih memang mengikuti mazhab Syafi’i. Qunut menurut Ath-thabari dalam tafsirnya memiliki tiga makna yaitu: ketaatan, berdiri, dan diam tidak berbicara. Sedangkan Imam Syafi’i mendefinisikannya dengan berdiri dalam shalat untuk membaca doa. definisi yang diberikan oleh Imam Syafi’i inilah dalam kamus standar hukum Islam, Qunut diartikan sebagai doa yang dibaca pada rakaat terakhir sesudah Iโtidal dengan bacaan tertentu, misalnya “allahummahdini fiman hadait”.
Selain mendefinisikan Qunut seperti para ulama di atas, ia juga menambahkan bahwa Qunut merupakan salah satu doa atau amalan yaumiyah (ibadah harian) yang dapat dilakukan pada setiap pagi dan sore hari. Karena itu dengan membacanya ketika sholat umat Islam berharap kebaikan dapat berpihak kepadanya. Dari definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sejatinya, melaksanakan Qunut dapat memperoleh banyak manfaat. Sebab Qunut merupakan pintu untuk menuju kebaikan. Adapun beberapa hadist yang membahas tentang perihal Qunut. Salah satunya adalah hadis yang terdapat dalam Sunan Abu Daud berikut ini.
Dari Ibnu Abbas, beliau berkata: “Rasulullah membaca doa Qunut selama satu bulan berturut-turut dalam sholat Dhuhur, Asar, Maghrib, Isya’ dan Subuh di penghujung tiap-tiap sholat, setelah membaca “Sami’allahu liman hamidah” (Allah Maha Mendengar orang-orang yang memuji-Nya) pada rakaat terakhir, beliau berdoa memohon (kebinasaan) atas kabilah-kabilah Bani Sulaim, kabilah Ri’i, Dzakwan dan Ushaiyah serta memohon keimanan untuk generasi setelah mereka.” Hadis tersebut merupakan dalil bagi umat Islam yang melakukan Qunut”.
Hadis tersebut merupakan dalil bagi umat Islam yang melakukan Qunut ketika sholat. Mengenai sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya hadis tersebut (Asbab wurud hadis) diketahui bahwa peristiwa yang dialami oleh Nabi Muhammad saw terjadi pada bulan Shafar tahun ke-4 Hijriah. Ketika itu Nabi Muhammad saw mengirim sekelompok sahabat yang berjumlah 70 orang diketuai oleh al-Mundzir bin Amr bin al-Khazraji sebagai utusan delegasi Muslim untuk menemui penduduk Najd.
Karena utusan tersebut terdiri dari para Qari, maka utusan delegasi tersebut dikenal dengan nama delegasi “al Qurra”. Pengiriman ini merupakan permintaan dari Abu Bara Amir bin Malik namun ketika sampai di sumur “Ma’unah” mereka diserang oleh kabilah Bani Sulaim yaitu Ushaiyah, Ri’i dan Dzakwan. Akibat serangan yang dilakukan secara mendadak itu semua delegasi al-Qurra utusan Nabi Muhammad saw tersebut terbunuh.
Sebagian ulama sepakat mengenai pembagian Qunut berdasarkan kebiasaan yang dilakukan oleh Nabi saw yaitu: Qunut nazilah dan Qunut ratibah atau Qunut biasa. Qunut nazilah dibaca ketika umat Islam tertimpa musibah atau berada dalam kondisi genting seperti perang dan lain sebagainya. Sedangkan Qunut ratibah atau Qunut biasa adalah Qunut yang biasa dibaca dalam sholat subuh. Mengenai hukum melaksanakan Qunut nazilah di atas para ulama sepakat memperbolehkannya.
Dengan catatan, pada moment-moment tertentu saja, seperti terjadinya musibah yang terus-menerus melanda suatu daerah ataupun terjadinya peperangan besar. Yang kemudian menjadikan perbedaan pendapat di antara mereka adalah dalam pelaksanaan Qunut ratibah, yaitu Qunut yang dilakukan pada saat sholat subuh. Perbedaan pendapat mengenai boleh dan tidaknya Qunut ini menjadi perdebatan yang tak pernah usai.
Bahkan, di masyarakat Indonesia sendiri, ritual Qunut ini menjadi ciri khas dari sebuah ormas tertentu. Perbedaan pendapat tersebut muncul karena adanya pengambilan hadis yang dijadikan sebagai dasar hukumnya pun berbeda.
Pendapat yang menggunakan Qunut dalam sholat subuhnya, berkeyakinan bahwa Rasulullah selalu membacanya secara terus menerus pada sholat subuh sampai beliau meninggal, dan tidak melakukannya pada sholat yang lain. Hal ini sesuai dengan hadis berikut ini “Rasulullah selalu melakukan Qunut pada sholat subuh hingga beliau wafat.”
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa Nabi saw tidak melaksanakan Qunut dalam sholat subuh karena mereka hanya meyakini bahwasannya Nabi saw hanya melakukan Qunutselama satu bulan saja, yaitu Qunut nazilah, Qunut yang dilakukan karena Nabi bersedih atas meninggalnya para penghafal al-Qur’an seperti yang telah diceritakan di atas.
Setelah itu, beliau pun lantas meninggalkannya, sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadis berikut ini “Rasululullah melakukan Qunut selama sebulan, mendoakan jelek kepada satu kelompok (salah satu kabilah dari Bani Sulaim) kemudian tidak melakukan Qunut lagi.”
Dari sini dapat disimpulkan bahwa baik pendapat yang membolehkan atau melaksakan Qunut dengan yang tidak, sama-sama mempunyai dalil yang jelas, yaitu hadis Nabi saw.Maka, upaya mereka untuk tetap konsinten dengan pendapatnya masing-masing tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam. Keduanya sama-sama berusaha untuk menghidupkan hadis Nabi saw di tengah-tengah masyarakat.
Sebenarnya Perbedaan masalah hukum qunut di indonesia terjadi oleh kaum tradisional dan pembaharu yaitu antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Menurut LBMNU tentang qunut dalam sholat subuh. Dikatakan oleh H.M Cholis Nafis dalam sebuah tulisan mencoba mengompromikan dua pendapat yang bertentangan diantara ulama salaf tentang qunut dalam sholat subuh ini.
Pendapat pertama, datang dari Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bahwa hukum Qunut subuh tidak disunahkan. Sedangkan pendapat kedua, datangnya dari Imam Maliki dan Syafi’i yang menyatakan bahwa qunut subuh adalah sunah Haiah (dianjurkan). Chalil menyimpulkan, bahwa ketika interpretasi sebagian ulam bertentangan dengan pendapat ulama lainya dan makna teks tersurat hadist, maka yang ditetapkan adalah hukum yang sesuai dengan pendapat ulama yang berdasarkan teks tersurat hadist Sahih.
Berbeda dengan Muhammadiyah melalui Majlis Tarjih tidak sependapat dengan pemahaman LBMNU berdasarkan pemikiran. Bahwa Majlis Tarjih memilih untuk tidak melakukan doa qunut karena melihat hadist-hadist tentang qunut subuh dinilai lemah dan banyak diperselisihkan oleh para ulama. Di samping itu, terdapat hadist yang menguatkan tidak adanya qunut shubuh. Adapun hadits pertama tentang Qunut :
ุนููู ุฃูููุณู ุจููู ู ูุงูููู ููุงูู : ู ูุง ุฒูุงูู ุฑูุณููููู ุงูููู ููููููุชู ููู ุงููููุฌูุฑู ุญูุชููู ููุงุฑููู ุงูุฏููููููุง.
Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam terus membaca qunut dalam sholat fajar (shubuh) sampai meninggalkan dunia.”(HR. Ahmad dan Baihaqi)
Al Imam Nawawi berkata: Hadits diatas shahih, diriwayatkan oleh banyak kalangan huffazh dan mereka menilainya shahih. Di antara yang memastikan keshahihannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu Abdillah dalam beberapa tempat dalam kitab-kitabnya dan al-Baihaqi. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-Daraquthni dari beberapa jalur dengan sanad-sanad yang shahih.
ุตููููููุชู ุฎููููู ุฑูุณููููู ุงูููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุขูููู ููุณููููู ู ููุฎููููู ุนูู ูุฑู ููููููุชู ููุฎููููู ุนูุซูู ูุงูู ููููููุชู
Saya sholat di belakang Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam lalu beliau qunut, dan dibelakang ‘umar lalu beliau qunut dan di belakang ‘Utsman lalu beliau qunut.(HR. Baihaqi dari Anas).
ููุนููู ุฃูุจููู ููุฑูููุฑูุฉู ุฃูููู ุฑูุณููููู ุงูููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ููุงูู ุฅูุฐูุง ุฑูููุนู ุฑูุฃูุณููู ู ููู ุงูุฑููููููุนู ูููู ุตููุงูุฉู ุงูุตููุจูุญู ูููู ุขูุฎูุฑู ุฑูููุนูุฉู ููููุชู
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shalallahuโalaihi wasslam apabila bangun dari ruku’ dalam sholat shubuh pada rakaat akhir, selalu membaca qunut
Sudah kita ketahui bersama, bahwa qunut subuh dalam mazhab Syafi’i hukumnya sunah, sunah disini adalah sunah ab’adh, yaitu perbuatan sunah yang apabila ditinggalkan, baik sengaja atau tidak, dianjurkan untuk melakukan sujud sahwi.
ููุงููุฃูุจูุนูุงุถู ุณูุชููุฉู ุฃูุญูุฏูููุง ุงูููููููุชู ููู ุงูุตููุจูุญู ููููู ุงููููุชูุฑู ููู ุงููููุตููู ุงูุซููุงููู ู ููู ุดูููุฑู ุฑูู ูุถูุงูู ููุงูุซููุงููู ุงููููููุงู ู ูููููููููุชู
Sunah abadh (dalam shalat) ada enam, pertama adalah qunut ketika shalat subuh atau shalat witir pertengahan bulan Ramadhan, kedua adalah berdiri untuk qunut.
ููุฅููู ุชูุฑููู ุบูููุฑูููู ูุง ุตูุญููุชู ููููุงุชููู ุงููููุถููููุฉู ุณูููุงุกู ุชูุฑููููู ุนูู ูุฏูุง ุฃููู ุณูููููุง ูููููู ุฅูู ููุงูู ุงููู ูุชูุฑูููู ู ููู ุงููุฃูุจูุนูุงุถู ุณูุฌูุฏู ูููุณูููููู ููุฅููููุง
Apabila meninggalkan selain keduanya (rukun dan syarat) maka sah (shalatnya) tetapi dia tidak memperoleh fadhilah, baik dia tinggalkan sengaja atau karena lupa, tetapi apabila yang ditinggal sunah abโadh maka dia sujud sahwi, apabila bukan sunah ab’adh maka tidak usah sujud sahwi.
Jadi, ketika kita lupa atau sengaja meninggalkan qunut subuh, maka dianjurkan sebelum salam untuk melakukan sujud sahwi.