Antara Sulaiman bin Dawud as, Phytagoras, Qalanus, dan Brahman (pendiri agama Hindu Brahmana)

Tidak banyak catatan sejarah yang menelusuri jejak Phytagoras terkait asal mula ia menjadi sosok bijak bestari dalam sejarah filsafat Yunani. Salah satu peninggalan Phytagoras yang terkenal adalah teorema Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat dari segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya, dengan rumus a²+b²=c²). Walaupun fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya Phythagoras, namun teorema ini dinisbatkan kepada Phythagoras karena dialah orang yang pertama kali membuktikan pengamatan ini secara matematis.

Phytagoras, yang lahir sekitar tahun 580 SM, putra dari Minsarakhus dari Samya atau Samos. Phytagoras ini Ternyata merupakan salah satu di antara murid Sulaiman bin Dawud as.

Seorang pakar sejarahwan kenamaan sekaligus murid dari Hujjatul Islam Abul Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi, yakni Imam Abi Al-Fath Muhammad bin Abdul Karim Asy-Syahrastani yang wafat tahun 548 H/1154 M, dalam kitabnya, Al-Milal Wa An-Nihal telah mencatat rekam jejak Phytagoras dari hasil penelitiannya selama beberapa tahun, dan di dalam catatan kitabnya ini ia sebutkan dalam bab tentang pandangan Phytagoras:

رأي فيثاغورس، إبن منسارخس من أهل سميا، وكان في زمان سليمان النبي ابن داود عليهما السلام، قد أخذ للحكمة من معدن النبوة، وهو الحكيم الفاضل ذو الرأي المتين والعقل الرصين، يدعى أنه شاهد العوالم العلوية بحسه وحدسه، وبلغ فى الرياضة إلى أن سمع خفيف الفلك، ووصل إلى مقام الملك، وقال: ما سمعت شيئا قط ألذ من حركاتها ولا رأيت شيئا أبهى من صورها وهيئتها. قوله فى الإلاهيات: إن البارى تعالى وأحد لا كالأحاد، ولا يدخل فى العدد، ولا يدرك من جهة العقل ولا من جهة النفس، فلا الفكر العقلى يدركه ولا المنطق النفس يصفه، فهو فوق الصفات الروحانية، غير مدرك من نحو ذاته، وإنما يدرك بأثآره وصنائعه وأفعاله… الخ. (الملل و النحل، ج. ٢، ص. ٣٨٥.)

Pandangan Phytagoras, putra Minsarakhus dari Samya (Samos). Ia hidup sezaman dengan Sulaiman bin Dawud as. Ia banyak mengambil (belajar) hikmah-hikmah kearifan dari sumber perbendaharaan nubuwah (kenabian Sulaiman as), dan ia merupakan seorang tokoh bijak yang utama, jenius, mempunyai pikiran yang cemerlang, dan akal yang bersih. Dikatakan oleh orang-orang, di masanya, bahwa ia telah menyaksikan ketinggian alam semesta dengan akal dan inderanya, dan sangat terampil dalam bidang matematika. Menurut sebagian orang ia mampu mendengar suara pergerakan falak, dan bahkan ada pula yang sampai mengatakan bahwa Phytagoras sampai ke tingkat malaikat.

Ia (Phytagoras) mengatakan, “Aku tidak pernah mendengar sesuatu yang lebih syahdu selain dari bunyi gerak falak (orbit), dan tidak ada kalimat yang lebih indah selain dari kalimat yang mengungkapkan bentuk dan keadaan falak. Adapun pendapatnya tentang keTuhanan, menurutnya, Tuhan itu Maha Esa. Esa tidaklah sama dengan satu, oleh karena Esa bukan termasuk angka bilangan, hakekatnya tidak dapat dijangkau oleh akal dan indera, akal tidak mampu menjangkau-Nya, dan sifat-Nya tidak mampu diuraikan oleh bahasa. Karena Tuhan mempunyai sifat di atas segala yang bersifat ruhaniyah, Dzat-Nya tidak mampu dijangkau oleh indera (hissi), hanya bekas perbuatan dan ciptaan-Nya saja yang bisa diamati….dst. (Al-Milal Wa An-Nihal, jilid 2, hal. 385.)

Asy-Syahrastani dalam kitab yang sama, bab Hukama Al-Hindi, jilid 3, hal. 730, menjelaskan sebagaimana berikut:

كان لفيثاغورس الحكيم اليوناني تلميذ يدعى قلانوس قد تلقى الحكمة منه وتلميذ له، ثم صار إلى مدينة من مدائن الهند وأشاع فيها رأي فيثاغورس، وكان برحمنن رجلا جيد الذهن ناقد البصر صائب الفكر راغبا في معرفة العوالم العلوية قد أخذ من قلانوس الحكيم حكمته واستفاد منه علمه وصنعته، فلما توفى قلانوس ترأس برحمنن على الهند كلهم فرغب الناس في تلطيف الأبدان وتهذيب الأنفس.

Phytagoras mempunyai seorang murid yang bernama Qalanus yang banyak belajar kearifan dan filsafat dengannya. Selanjutnya Qalanus pergi ke India (Hindustan) untuk mengajarkan hikmah dan filsafat gurunya, Phytagoras. Di India, seorang yang bernama Brahman yang cerdas mempunyai pandangan yang selalu ingin mengenal alam atas. Maka ia belajar kepada Qalanus dan banyak memperoleh ilmu pengetahuan akan hikmah dan filsafat dari gurunya ini. Ketika Qalanus meninggal, maka ia tampil menjadi pemimpin (spiritual) di India, dan banyak sekali orang yang ingin belajar membersihkan diri dan cara mensucikan bathin kepadanya. (Al-Milal Wa An-Nihal, jilid 3, hal. 730.)

Maka tak heran dalam ajaran Hindu Brahmana, bahwa seorang Yogi (sufi-nya orang Hindu) apabila ingin mencapai Nirwana, maka harus membersihkan bathiniyahnya dari kotoran-kotoran syahwat, dengan cara banyak melakukan puasa selama bertahun-tahun dan meditasi, yang mana sebagian besar ajaran riyadhoh ini diadopsi dan bersumber dari ajaran para Nabi ‘Alaihimussalam.

Wallahu a’lamu bisshawab.

Mudah-mudahan bermanfaat…

Alfaqir wa adz-Dzalil wa mujassirudz dzunub, Abu Muhammad Haqqy An-Nazily Basyaf (Danny H Ma’shum), Khodimut Tahsin wat Tahfidz MI & MA Bilingual Muslimat NU Sidoarjo, 20 Muharram 1442 / 7 September 2020.

Bagikan artikel ini ke :