Allah itu Witir dan Mencintai Witir

Dalam kesan sebagian kaum muslimin, sholat witir adalah sholat yang hanya dilakukan ketika bulan Ramadhan. Sholat ini, dalam kesan mereka selalu mengikuti sholat tarawih. Makanya, barangkali tidak sedikit yang melaksanakan sholat witir hanya di bulan Ramadhan saja. Setelah Ramadhan selesai dan tarawih juga sudah berakhir, maka selesai dan berakhir pula witirnya.

Padahal desain sholat witir bukanlah hanya untuk ramadhan. Kebetulan saja, sholat yang dijadikan sebagai penutup sholat malam itu ternyata juga dipakai untuk menutup sholat tarawih. Karena sholat tarawih memang bagian daripada sholat malam. Dan tarawih hanya ada dalam bulan ramadhan.

Namun tentu saja sayang sekali jika kebiasaan baik yang sudah terbangun di bulan ramadhan itu, harus tiba-tiba berhenti dengan berakhirnya ramadhan. Oleh karena itu, mengidentikkan witir dengan ibadah di malam ramadhan menjadi satu kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan. Sadar dan merasa atau tidak, sebagian kita barangkali ada yang terjebak dalam kesan identik semacam ini.

Akibat dari ritual ibadah yang seharusnya dilaksanakan tiap malam tapi malah menjadi ritual tahunan adalah kita kadang harus belajar ulang tentang sholat witir setiap hendak menyambut hadirnya bulan ramadhan. Tentu saja kondisi semacam itu tidak terjadi pada semua kaum muslimin. Tidak sedikit pula yang benarbenar telah menguasai fiqih seputar witir ini karena selain sudah khatam mengaji, juga memang menjadi rutinitas amal di malam hari.

Dan sebenarnya hubungan antara witir dan ramadhan memang tidak sepenuhnya salah jika kemudian dikaitkan. Karena hanya di bulan ramadhan lah ada witir secara berjamaah yang disepakati hukumnya. Dan juga hanya witir di dalam bulan ramadhan lah yang nanti akan ada kesunnahan melaksanakan qunut di rakaat terakhirnya.

Lalu hal apa saja yang kira-kira membuat kita merasa penting untuk melaksanakan witir ? Apa benar hukumnya ada yang mengatakan wajib ? Benarkah ada witir yang dua rakaat walaupun kemudian ditambah satu ? Apakah terlarang melaksanakan sholat tahajjud di akhir malam padahal sudah witir di awal malam ?

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Allah SWT Witir (yang Maha Tunggal dan Esa) dan mencintai yang witir (bilangan ganjil). Hadits ini ada yang terdapat dalam hadits terkait sholat witir, namun ada juga yang terpisah dari teks seputar sholat witir. Sebagian ulama menafsirkan bahwa witir yang Allah cintai itu maksudnya memang sholat witir itu. Jadi, Allah yang Witir itu mencintai mereka yang melaksanakan sholat witir. Itu maknanya.

Namun sebagian ulama yang lain ada yang menafsirkan secara lebih luas. Untuk hadits yang menyebutkan witir dalam konteks perintah sholat witir memang begitulah yang dikehendaki. Sedangkan yang sama sekali tidak menyebutkan perintah sholat witir, maka witir yang dimaksud adalah bilangan ganjil secara umum.

Ternyata, banyak sekali jenis ibadah yang Allah mensyariatkan bilangan-bilangan ganjil di dalamnya. Sebagai contoh; membasuh dan mengusap anggota wudhu, dzikir tasbih, tahmid dan takbir setelah sholat, thawaf keliling ka’bah, sa’i antara shafa dan marwah, dan masih banyak lagi.

Bahkan dalam penciptaan makhluk-makhluk-Nya pun, bilangan ganjil dipilih Allah sebagai jumlahnya. Seperti jumlah lapisan langit dan bumi, jumlah hari dalam seminggu, dan lain sebagainya.

Namun bukan berarti bahwa tanggal lahir ganjil, urutan ganjil dalam urutan anak-anak, dan berbagai hal personal dengan bilangan ganjil menunjukkan tanda-tanda kemuliaan. Kemuliaan hanya jika ada rekomendasi syariat bahwa bilangan itu mulia.

Dan betapa mulianya sebuah ibadah dan mereka yang melaksanakannya, jika ibadah tersebut sendiri disebut langsung dengan nama witir. Sungguh, Allah itu Witir, dan mencintai mereka yang menunaikan sholat witir.

Ada sebagian ulama yang mewajibkan sholat witir. Memang pandangan yang menyatakan bahwa sholat witir itu wajib adalah pandangan minoritas. Akan tetapi kalau kita menyimak alasan dan argumentasinya, setidaknya membuat kita sedikit mepertimbangkan sholat witir tidak sekedar seperti sholat sunnah muakkadah yang lain. Meski samasama sholat sunnah muakkadah, sholat sunnah witir perlu disikapi berbeda.

Kita bisa mencontoh misalnya beberapa ulama yang menyepakati bahwa sholat witir memang sunnah. Akan tetapi sebagian mereka ada yang kemudian berfatwa bahwa mereka yang meninggalkan sholat witir sebaiknya tidak diterima persaksiannya. Itulah misalnya yang difatwakan oleh Imam Ahmad

ู‚ุงู„ ุฃุญู…ุฏ : ู…ู† ุชุฑูƒ ุงู„ูˆุชุฑ ุนู…ุฏุง ูู‡ูˆ ุฑุฌู„ ุณูˆุกุŒ ูˆู„ุง ูŠู†ุจุบูŠ ุฃู† ุชู‚ุจู„ ู„ู‡ ุดู‡ุงุฏุฉ

Imam Ahmad mengatakan, siapa yang meninggalkan sholat witir secara sengaja maka dia seorang yang buruk dan sebaiknya ditolak persaksiannya (Ibnu Qudamah, Al Mughni)

Imam ibnu Qudamah sebagai salah satu ulama otoritatif dalam madzhab hanbali memberikan penafsirannya, bahwa yang dimaksud Imam Ahmad adalah penekakan terhadap betapa sangat disunnahkan sholat witir tersebut. Penafsiran ini berlandaskan pada riwayat Imam Ahmad sendiri yang secara tegas mengatakan bahwa sholat witir itu sunnah bukan wajib.

Sholat Witir itu lebih baik dari onta merah. Onta merah merupakan salah satu jenis onta yang mahal. Hal ini dalam beberapa hadits sering dijadikan simbol tentang sesuatu yang bernilai tinggi. Sesuatu yang sangat sulit untuk diraih. Barang mewah yang hanya bisa dijangkau oleh mereka yang benar-benar kaya. Kata Imam Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim, onta merah adalah asset kekayaan yang yang paling dibanggakan di masa itu.

Salah satu hadits populer yang menyebutkan tentang onta merah misalnya hadits hidayah islam yang Allah anugerahkan kepada seseorang melalui diri kita. Maka, jika kita benar-benar berhasil menjadi media atau perantara keislaman seseorang, sungguh kita telah memperoleh pahala yang luar biasa. Pahala yang lebih baik dari onta merah itu.

Namun tentu saja, menjadi perantara keislaman seseorang bukanlah perkara mudah. Membuat seorang non muslim mau memeluk agama Islam, jelas memerlukan skill dakwah yang terlatih dan berpengalaman. Selain membutuhkan keikhlasan, ia juga memerlukan kemampuan bahasa, memberikan bukti, dan juga argumentasi kuat nan ilmiah yang tak terbantahkan.

Sedangkan dalam sholat witir, kualifikasi yang harus dimiliki tidak harus seketat juru dakwah penyebar risalah islam itu. Cukup belajar sekilas tentang hukum dan tatacaranya, maka kita tinggal meluangkan sedikit waktu untuk menunaikannya. Karena cukup dengan satu raka’at pun, witir sudah bisa sah terwujud. Dan jika itu berhasil, pahala yang didapat kurang lebih sama seperti yang diraih oleh mereka yang berhasil menjadi perantara keislaman seseorang.

Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Kharijah Ibn Khudzafah bersabda,

ุฅูู†ูŽู‘ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ูŽ ุฃูŽู…ูŽุฏูŽู‘ูƒูู…ู’ ุจูุตูŽู„ูŽุงุฉู ู‡ููŠูŽ ุฎูŽูŠู’ุฑูŒ ู„ูŽูƒูู…ู’ ู…ูู†ู’ ุญูู…ู’ุฑู ุงู„ู†ูŽู‘ุนูŽู…ู: ุงู„ูˆูุชู’ุฑูุŒ ุฌูŽุนูŽู„ูŽู‡ู ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ู„ูŽูƒูู…ู’ ูููŠู…ูŽุง ุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุตูŽู„ูŽุงุฉู ุงู„ุนูุดูŽุงุกู ุฅูู„ูŽู‰ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุทู’ู„ูุนูŽ ุงู„ููŽุฌู’ุฑู

Sungguh, Allah telah menganugerahi kalian sebuah sholat yang itu lebih baik dari sekedar ontaonta merah, yaitu Witir. Allah jadikan sholat witir itu waktunya memanjang antara sholat Isya sampai terbit fajar (HR. Tirmidzi)

Dan juga ada yang mengatakan sholat witir lebih baik dari qabliyah shubuh. Sebenarnya ini masalah khilafiyah di antara para ulama. Ada yang mengatakan Qabliyah subuh lebih utama dari sholat witir, namun ada juga yang menyatakan sebaliknya.

Bahkan imam Syafi’i sendiri memiliki dua pandangan yang saling bertentangan dalam hal ini. Beliau pernah berpandangan bahwa sholat sunah dua raka’at qabliyah fajar atau shubuh lebih baik daripada sholat sunnah witir. Namun dalam qaul jadid beliau menyimpulkan bahwa sholat witirlah yang lebih utama.

Pandangan yang menyatakan bahwa sholat qabliyah shubuh lebih baik barangkali berangkat dari hadits pahala qabliyah shubuh yang nilainya lebih baik dari pada dunia dan seisinya. Dan tentu saja onta-onta merah termasuk ke dalam dunia seisinya itu. Ini menunjukan pahala qabliyah shubuh jauh lebih baik dari pahala sholat witir.

Sedangkan yang menyatakan bahwa sholat witir lebih baik, mereka melihat dari sisi hukum. Sholat qabliyah shubuh disepakati bahwa hukumnya ‘hanya sekedar’ sunnah. Sedangkan sholat witir ada yang sampai mengatakan hukumnya wajib. Dan yang namanya kewajiban, meskipun diperselisihkan, tetaplah lebih baik dari pada sunnah. Dan lagi Rasulullah juga sempat memberikan semacam ancaman tidak termasuk golonganku orang yang tidak melaksanakan witir.

Sampai-sampai beberapa ulama yang mengatakan sunnah pun, berfatwa bahwa orang yang berani meninggalkan sholat witir tidak boleh diterima sebagai saksi. Pandangan yang menyatakan sholat witir lebih baik dari qabliyah shubuh inilah yang dinyatakan sebagai yang sahih dalam madzhab syafi’i oleh sang Muhaqqiq Imam An Nawawi

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW biasa melaksanakan sholat di atas kendaraannya ketika safar. Sholat yang dimaksud adalah sholat yang hukumnya sunnah. Dan ketika hendak melaksanakan sholat wajib, beliau selalu turun dari kendaraannya.

Salah satu sholat sunnah yang selalu diupayakan untuk tidak dilewatkan oleh Rasulullah SAW adalah sholat sunnah witir. Termasuk ketika beliau dalam keadaan safar sekalipun. Padahal kita tahu bahwa yang namanya safar adalah satu kondisi yang dalam perspektif syariat pun membolehkan untuk mendapatkan rukhsah atau dispensasi dalam melaksanakan tugas dan kewajiban rutual seorang muslim.

Mereka yang safar boleh untuk tidak berpuasa. Mereka yang safar juga boleh untuk tidak sholat tepat pada waktunya. Bahkan boleh mengurangi jumlah raka’at yang seharusnya empat menjadi dua. Dan berbagai dispensasi syar’i yang lain. Padahal semua tadi dihukumi sebagai sebuah kewajiban. Namun yang dihukumi sunnah justru dikejar-kejar oleh Rasulullah SAW. Makah al ini tidak lain menunjukkan bahwa sholat sunnah witir bukan sholat sunnah biasa.

Ibnu Umar radhiyallahu’anhu menuturkan

ูƒูŽุงู†ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ ุงู„ู„ูŽู‘ู‡ู ูŠูุณูŽุจูู‘ุญู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ุฑูŽู‘ุงุญูู„ูŽุฉู ู‚ูุจูŽู„ ุฃูŽูŠูู‘ ูˆูŽุฌู’ู‡ู ุชูŽูˆูŽุฌูŽู‘ู‡ูŽ ูˆูŽูŠููˆุชูุฑู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูŽุง ุบูŽูŠู’ุฑูŽ ุฃูŽู†ูŽู‘ู‡ู ู„ุงูŽ ูŠูุตูŽู„ูู‘ูŠ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูŽุง ุงู„ู’ู…ูŽูƒู’ุชููˆุจูŽุฉูŽ

Bahwa Rasulullah SAW bertsbih di atas untanya kemana pun untanya menghadap, dan beliau SAW melakukan sholat witir di atasnya. Namun beliau tidak sholat fardhu di atas unta. (HR. Bukhari Muslim).

Bagikan artikel ini ke :