Meski tetap harus diakui bahwa Al-Qur’an bukan kitab sains (baca artikel sebelumnya : Memahami Ayat-ayat Sain di dalam Al-Qur’an), namun sebagian pengamat menyebutkan ayat-ayat yang mengarahkan kita untuk melakukan penelitian atas berbagai fenomena alam, yang itu menjadi ilmu dasar dari sains itu sendiri, justru lebih banyak jumlahnya ketimbang ayat hukum.
Di dalam Al-Quran tak kurang terdapat 800 ayat-ayat kawniah dalam hitungan Muhammad Ahmad al-Ghamrawi. Sedangkan menurut Prof. Zaghlul al-Najjar, ada 1000 ayat yang tegas dan ratusan lainnya yang tidak langsung terkait dengan fenomena alam semesta. Sedangkan ayat terkait hukum, menurut versi yang paling populer, hanya sekitar 200-an ayat saja.
Sebenarnya ada banyak versi tentang berapa jumlah ayat hukum. Al-Ghazal, Ar-Razi, Ibnu Qudamah dan juga Muqatil bin Sulaiman menyebutkan jumlahnya sekitar 500-an ayat. (lihat Al-Mustashfa, 1/342, Al-Mahshul, 6/23 dan Raudhatun Nazhir wa Junnatul Munazhir, 2/344). Sedangkan yang mengatakan 200-an ayat adalah Abu Ath-Thayyib Al-Qanuji (w. 1307 H). Alasannya Beliau mengecek langsung tiap ayat dari 500-an ayat yang disebutkan sebelumnya, namun nampaknya hitungan 500-an ayat itu terlalu banyak kalau dianggap mengandung hukum. Yang benar-benar mengandung hukum hanya sekitaran 200-an ayat itu saja. Dan ada juga yang tidak membatasi jumlah ayat hukum, semisal Ibnu Daqiq Al-‘Id yang mengutip dari Az-Zarkasyi. Selain itu juga ada pendapat Al-Qarafi, Ash-Shan’ani dan Asy-Syaukani.
Menarik untuk diamati, ayat hukum yang jumlahnya hanya 200-an itu ternyata berkembang menjadi beribu judul kitab fiqih yang memenuhi rak-rak perpustakaan kita. Sebaliknya meski begitu banyak ayat yang mengajak kita meneneliti dan mengamati sains, namun pada kenyataannya karya-karya umat Islam di bidang sains untuk saat ini justru sangat sedikit jumlahnya.
Sejak awal turun Al-Quran di tahun 610 masehi dan berhenti 23 tahun kemudian, tidak satu pun ayatnya yang menjelaskan detail-detail teknologi. Tak satu pun ayat yang bicara tentang internet. Alasannya karena Al-Quran memang bukan buku sains. Yang kita temukan hanya ayat yang bercerita keunikan fenomena alam saja. Atau ayat yang memerintahkan kita untuk membaca, memperhatikan, meneliti, melakukan serangkaian uji coba. Seolah-olah hanya merupakan teka-teki yang mana kita diminta untuk memecahkannya. Yang kita baca dari ayat Al-Quran kebanyakan hanya berupa isyarat, anjuran dan pesan untuk melakukan riset ilmiyah.
Ayat-ayat terkait dengan sains ini sangat jauh berbeda karakternya dengan ayat-ayat terkait hukum. Ayat-ayat sains tidak memberi informasi apapun terkait dengan rahasia alam semesta. Dibahas dan dibolak-balik ayatnya dipastikan tidak akan melahirkan teknologi apa pun. Realita ini menjawab pertanyaan, kenapa ilmu pengetahuan dan teknologi justru berkembang di Barat, padahal mereka tidak membaca Al-Quran? Dan kenapa umat Islam tidak punya teknologi maju, padahal konon di dalam Al-Quran ada banyak ayat terkait teknologi?
Jawabannya bahwa ayat terkait teknologi itu sejatinya hanya berupa anjuran untuk melakukan penelitian di alam semesta, bukan di dalam isi Al-Quran itu sendiri. Kalau pun ada informasi terkait teknologi, hanya berupa isyarat yang amat halus dan tidak terbaca oleh siapa pun, termasuk para ahli tafsir sepanjang 14 abad. Jadi logikanya sederhana sekali. Meski pun seseorang telah menghafal seluruh ayat Al-Quran, bahkan sudah menguasai seluruh kitab tafsir yang pernah ditulis di muka bumi, tidak berarti dia bisa menciptakan mobil, motor, komputer dan berbagai teknologi lainnya. Karena di dalam Al-Quran sama sekali tidak terdapat informasi apapun terkait bagaimana cara membuat mobil, motor dan komputer.
Kalau memang ada, seharusnya mobil, motor dan komputer sudah diciptakan di masa kenabian. Sebagai orang yang paling mengerti isi Al-Quran, seharusnya Rasulullah SAW adalah seorang penemu sain dan teknologi. Namun ternyata Beliau SAW tidak pernah tercatat sebagai saintis yang menjadi penemu sekian banyak teknologi. Ini membuktikan bahwa di dalam Al-Quran memang tidak ada informasi rinci terkait dengan teknologi dan penemuannya. Yang terdapat di dalam Al-Quran semata-mata hanya isyarat tentang teknologi yang bersifat umum. Ditambah dengan perintah untuk melakukan penelitian dan pengamatan.
Dan Rasulullah SAW tidak diutus untuk ngajar internet. Apalagi kok memperkenalkan kabel FO atau jaringan 4G, 5G dan 6 G. Tidak ada itu. Sayangnya masih ada segelintir orang yang main paksakan sebuah asumsi, bahwa Rasulullah SAW itu diutus untuk ngurusin teknologi, termasuk masalah pengobatan dan kedokteran. Lalu muncul istilah-istilah yang aneh, kedokteran ala nabi, senjata ala nabi, alat lalu lintas ala nabi dan seterusnya.
Ini jelas aneh dan menggelikan. Apa urusannya Allah turunkan seorang nabi terakhir, tapi ngeributin teknologi yang sifatnya dinamis? Padahal umatnya masih akan menjalani masa panjang, seiring dengan dinamika penemuan sains terbaru yang tidak akan pernah berhenti. Kalau mau diikuti logika itu, maka seharusnya Nabi SAW itu jangan perkenalkan teknologi purba abad ke-7. Sebagai utusan Allah, kenapa tidak perkenalkan teknologi abad 24 sekalian. Teknologi mesin wrap, anti materi, nano tecnologi, mesin tranporter, holodex, hologram, dan . . . time machine.
Ya, mesin waktu. Biar kita nggak ribut atas shahih tidaknya suatu hadits. Tinggal masuk mesin waktu, tentukan koordinat dan masukkan angka tahunnya dan boom . . . Tiba-tiba Nabi SAW di depan mata. Langsung Beliau komen, ya haditsnya shahih tuh.
Mengapa Karya Sains Umat Islam Sedikit?
Ada berbagai analisa untuk menjawab pertanyaan ini, salah satunya yang paling adil bahwa sebenarnya kita sudah mengalami masa-masa kejayaan di abad-abad pertengahan lalu. Hanya saat ini kita lagi mengalami down-grade cukup parah. Peradaban Islam sempat menjadi pusat ilmu pengetahuan dunia, bahkan sebagai kiblat teknologi umat manusia. Dan itu semua itu terjadi di masa pertengahan, dimana kita berhasil melakukannya karena kita mengikuti perintah Allah di dalam Al-Quran, yaitu melakukan penelitian di alam semesta, termasuk juga menyerap semua sains yang pernah dimiliki oleh semua peradaban manusia.
Tidak sedikit ilmu-ilmu yang pernah berkembang di tengah peradaban manusia yang sempat kita ambil dan kita kembangkan. Mulai dari filsafat Yunani yang yang menjadi dasar ilmu pengetahuan versi orang Barat. Lalu merambah ke berbagai sains yang dikenal peradaban lain di masa itu, seperti Romawi, Persia, India, China, dan lainnya.
Lalu apa yang kita dapat itu kita teliti dan kembangkan terus sehingga melahirkan banyak bidang ilmu baru, seperti biologi, kedokteran, fisika, kimia, matematika, geografi, astronomi, termasuk juga ilmu ekonomi, hukum dan tata negara. Seorang pengamat sejarah pernah menyebutkan bahwa orang Barat hari ini tidak kenal tokoh moyang peradaban mereka seperti Aristoles, Socrates dan Plato, kecuali lewat kitab-kitab berbahasa Arab.
Dahulu umat Islam berhasil membawa pulang kekayaan dan khazanah milik Yunani kuno, untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Lalu diambil hal-hal positifnya. Sementara peradaban barat pada saat yang sama sedang memasuki the dark-ages atau masa-masa kegelapan. Kemajuan ilmu pengetahuan mereka yang lama, aman tersimpan di pusat-pusat peradaban Islam. Dihargai bahkan dikembangkan lagi menjadi sangat canggih dan maju.
Ketika dunia ilmu pengetahuan dan teknologi mulai mengalami percepatan perkembangan, khususnya mulai abad ke-18 dan 19, posisinya sudah berbalik 180 derajat. Bangsa Eropa melejit naik membumbung tinggi dengan teknologi mereka kembangkan. Seolah-olah teknologi modern itu 100% hak bangsa Barat yang nota bene bukan muslim. Sedangkan kita justru kembali ke zaman pre-hystoric. Yang didoktrinkan di tengah umat Islam di berbagai negeri Islam justru memusuhi ilmupengetahuan dan teknologi. Malah di beberapa titik, muncul pesan bahwa teknologi modern itu haram, karena milik yahudi, milik orang kafir atau milik musuh Islam.
Kepada kita umat Islam diserukan untuk mencurigai semua yang berbau sains dan teknologi. Alternatifnya, kita malah merujuk ke teknologi zaman purbakala, namun diselubungi dengan jubah ‘teknologi masa kenabian’. Padahal sesungguhnya itu hanya alibi yang mengada-ada belaka. Bagaimana tidak mengada-ada, kita semua tahu bahwa Nabi Muhammad SAW itu tidak diutus untuk menjadi ‘nabi’ dalam urusan teknologi.