Abu Bakar, Sahabat yang Bergelar Ash-Shiddiqul Akbar

Beliau adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Qurasyi At-Taimy. Nasab beliau bertemu dengan nasabnya Rasulullah v pada kakek keenam yaitu Murrah bin Ka’ab. Bapak beliau, Utsman bin Amir, akrab dipanggil Abu Quhafah. Ibu beliau adalah Ummul Khair yaitu Salma binti Shohr bin Amir. Berarti sang ibu adalah putri dari pamannya (sepupu) bapak. Beliau dilahirkan dua tahun enam bulan setelah Tahun Gajah.

Di masa jahiliah Abu Bakar dikenal sebagai seorang yang jujur, berakhlak mulia, dan mahir dalam berdagang. Hal ini diketahui oleh semua manusia sehingga beliau sering didatangi para pemuda Quraisy untuk diminta keterangan tentang ilmu pengetahuan, strategi berdagang, dan sopan santunnya. Selain itu, beliau juga termasuk salah satu dari ahli nasab Quraisy hingga Rasulullah pernah mengatakan, “Sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang Quraisy yang paling mengetahui tentang nasab mereka.” (HR. Muslim)

Bahkan Abu Bakar tidak pernah meminum Khamer sampaipun di masa jahiliah. Tatkala beliau ditanya, beliau menjawab, “Aku adalah orang yang menjaga kehormatan dan menjaga muru’ah, siapa yang meminum Khamer maka berarti dia telah melalaikan kehormatan dan muru’ahnya.” (Lihat Tarikh Al-Khaulafa) Ketika cahaya Islam menerangi bumi Makkah dibawa oleh seorang Al-Amin (yakni Rasulullah), maka Abu Bakar menyambut baik hidayah Islam, bahkan beliau adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan kaum laki-laki yang merdeka.

Sahabat Ammar bin Yasir bercerita, “Aku melihat Rasulullah di Makkah dan tidakkah bersamanya kecuali lima orang budak, dua wanita, dan Abu Bakar.” (HR. Bukhari)

Setelah mengikrarkan keislamannya, Abu Bakar mengajak sahabat-sahabatnya untuk masuk Islam, sehingga dengan sebab dakwahnya banyak para pemuda Makkah yang menyatakan keislamannya. Beliau pun banyak menginfakkan hartanya di jalan Allah. Bahkan beliau pernah menginfakkan seluruh hartanya hingga sahabat Umar tidak dapat mengalahkannya dalam berinfak. Selain itu, Abu Bakar memerdekakan para budak dan tidak mengharapkan dari hal itu semua kecuali wajah Allah.

Aisyah radiyallahu ‘anha bercerita, “Abu Bakar pernah memerdekakan tujuh budak yang telah disiksa di jalan Allah, di antara mereka adalah Bilal dan Amir bin Fuhairah.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak)

Ahlus sunnah wal Jama’ah sepakat bahwa manusia terbaik setelah Rasulullah adalah para sahabat dan sebaik-baik sahabat adalah Abu Bakar dan Umar atas seluruh para sahabat.” (Kitabul I’tiqad, 192) Berkata Al-Imam asy-Syafi’i, “Tidak ada seorang pun yang berselisih dari kalangan para sahabat dan tabi’in tentang keutamaan Abu Bakar dan Umar atas seluruh para sahabat.” (Kitabul I’tiqad, 192) Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir, “(Orang yang) paling mulia di antara para sahabat bahkan paling mulia di antara seluruh makhluk setelah para Nabi adalah Abu Bakar, kemudian setelahnya Umar bin Khaththab, kemudian Utsman bin Affan, dan kemudian Ali bin Abi Thalib.” (Al-Ba’itsul Hatsis, 183)

Di antara hal yang menunjukkan kemuliaan Abu Bakar adalah peristiwa bersejarah yang telah dicatat oleh Alquran dan akan selalu dikenang oleh seluruh kaum muslimin hingga hari kiamat yaitu peristiwa besar hijrahnya Rasulullah dari kota Makkah ke kota Madinah. Orang-orang kafir Quraisy tidak begitu saja membiarkan Nabi Muhammad keluar dari kota Makkah dalam keadaan aman. Mereka telah menyiapkan pasukan berkuda untuk menyusul dan membawa kembali Nabi Muhammad baik hidup atau mati. Begitulah keadaan Rasulullah b di tengah beratnya safar panjang di bawah terik matahari, di atas kerikil panas padang pasir yang luas seakan lautan tak bertepi, ditambah lagi di belakang sana ada serambongan serigala padang pasir dengan bersenjata lengkap semakin mendekat.

Namun, Rasulullah tidak sendiri. Beliau ditemani oleh Sahabat setianya yang selalu berbagi baik dalam suka dan duka, dialah Abu Bakar Ash-Shiddiq, manusia pertama yang beriman dan membenarkan kenabian Muhammad. Hingga akhirnya keduanya dapat berlindung di sebuah gua menyelamatkan diri dari kejaran musuh-musuh Allah. Allah mengabadikan peristiwa besar tersebut di dalam firman-Nya,

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدۡ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذۡ أَخۡرَجَهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ ثَانِىَ ٱثۡنَيۡنِ إِذۡ هُمَا فِى ٱلۡغَارِ إِذۡ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحۡزَنۡ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيۡهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمۡ تَرَوۡهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ ٱلسُّفۡلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلۡعُلۡيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Alah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad). (QS At-Taubah, 40)

Anas bin Malik mengatakan, “Sahabat Abu Bakar telah menceritakan kepadaku, beliau (Abu Bakar) mengatakan, ‘Aku melihat ke arah kaki-kaki kaum musyirikin yang berada tepat di atas kami, sedangkan kami berada di dalam gua, maka aku katakan kepada Rasulullah, ‘Wahai, seandainya salah satu di antara mereka mau melihat ke arah kakinya maka pasti mereka di bawah kaki-kaki mereka. Maka Rasulullah memenangkan beliau seraya mengatakan, “Wahai Abu Bakar, bagaimana menurutmu kalau Allah adalah yang ketiga dari kita berdua.” (HR. Bukhari, 4386 dan Muslim, 2381)

Beliau adalah shiddiqul akbar yaitu seorang yang selalu membenarkan berita yang dibawa Nabi Muhammad semustahil apa pun menurut manusia. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah bukti nyata bahwa beliau adalah shiddiqul akbar. Tatkala manusia datang beramai-ramai sambil mengolok-olok Rasulullah karena ceritanya tersebut, tetapi apa yang diucapkan oleh sahabat Abu Bakar? Beliau justru mengatakan, “Apabila Rasulullah telah mengatakan hal itu, maka sungguh dia telah benar.”

Karena itu, tidak berlebihan bila beliau di sebut sebagai Ash-Shiddiq. Bahkan yang menggelari beliau Ash-Shiddiq adalah Rasulullah sendiri. Suatu hari Rasulullah naik ke Gunung Uhud dan bersama beliau ada Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Maka Uhud bergetar, lantas Rasulullah memenangkannya seraya mengatakan, “Tenang wahai Uhud, karena di atasmu ada seorang Nabi, Shiddiq dan dua orang Syahid.” (HR. Bukhari, 3472)

وَٱلَّذِى جَآءَ بِٱلصِّدۡقِ وَصَدَّقَ بِهِۦٓ ۙ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ

Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. (QS Az-Zumar, 33)

Al-Imam Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Muhammad dan Abu Bakar. (Jamiul Bayan, 24/3)

Abu Bakar adalah sahabat Rasulullah m yang sangat berhati-hati dalam hal makanan. Aisyah menceritakan bahwa suatu waktu Abu Bakar memiliki seorang budak yang setiap harinya budak tersebut memberi beliau hasil usaha kesehariannya. Abu Bakar pun memakan dari hasil usaha budaknya tersebut. Suatu hari budak tersebut membawa makanan dan Abu Bakar memakan sebagian dari makanan tersebut. Lantas budak tersebut mengatakan kepadanya, “Wahai tuanku, tahukan Anda dari mana makanan ini?” Abu Bakar menjawab, “Dari mana engkau dapat makanan ini?”

Budak itu menjawab, “Dahulu saya pernah berlagak seperti orang pintar (dukun) kepada seseorang, padahal saya sama sekali tidak tahu tentang ilmu perdukunan. Saya hanya menipunya dan ia memberikan upah kepadaku, termasuk apa yang engkau makan tadi.” Mendengar hal itu Abu Bakar langsung memasukkan jari ke mulutnya dan memuntahkan semua makanan yang tadi ia makan. (HR. Bukhari, 3629)

Zaid bin Arqam bercerita, “Salah satu budak Abu Bakar pernah melakukan ghulul dan darinya ia membawa makanan kepada Abu Bakar. Setelah Abu Bakar selesai makan, budak tersebut mengatakan, ‘Wahai Tuanku, biasanya setiap malam engkau bertanya kepadaku tentang setiap hasil usahaku, tetapi mengapa malam ini engkau tidak bertanya terlebih dahulu?’ Abu Bakar menjawab, ‘Yang menyebabkan hal itu tidak lain adalah karena rasa lapar. Memangnya dari mana harta tersebut?’ Maka budak tersebut menceritakan usahanya.

Serta-merta Abu Bakar menjawab, ‘Hampir saja engkau membunuhku.’ Lalu Abu Bakar memasukkan tangannya ke mulut dan berusaha memuntahkan setiap suapan makanan yang tertelan, tetapi usahanya tidak berhasil, kemudian dikatakan, ‘Sesungguhnya makanan itu tidak dapat keluar kecuali dengan air.’

Maka beliau meminta segelas air lalu meminumnya dan memuntahkannya hingga keluar semua makanan yang tadi beliau makan. Lalu dikatakan kepada beliau, ‘Engkau lakukan ini hanya karena ingin memuntahkan makanan yang telah engkau makan?’ Beliau menjawab, ‘Seandainya ia tidak keluar kecuali bila harus bersama jiwaku maka akan aku lakukan’.” (Lihat Shafwatush Shafwah 1/252, Hilyatul Auliya 1/31)

Allahu Akbar, wahai Shiddiq Umar ini, sungguh inilah sikap wara’ yang sangat tinggi, yang hampir-hampir tidak dijumpai lagi di zaman akhir seperti zaman ini. Inilah ketaqwaan. Inilah keimanan. Aku bersaksi bahwa engkau adalah orang yang termulia setelah Nabi Muhammad. Maka hendaklah bertakwa kepada Allah orang-orang yang selalu memakan harta yang haram baik siang maupun malam, hingga jasadnya dan jasad anak-anaknya tumbuh dari hasil yang haram.

Semoga Allah merahmati para wanita salaf, di mana tatkala sang suami akan keluar ke pasar, ia memegang pundaknya seraya berpesan, “Wahai suamiku, bertaqwalah kepada Allah dari apa yang engkau berikan kepada kami. Jangan engkau berikan kepada kami barang yang haram. Sesungguhnya kami dapat bersabar dari beratnya rasa lapar, tetapi kami tidak dapat bersabar dari panasnya api neraka Jahannam.!!!”

Demikianlah perjalanan hidup manusia terbaik setelah Nabi Muhammad. Darinya kita dapat memetik teladan yang sangat banyak, di antaranya, seorang muslim hendaklah berhias dengan akhlak yang mulia dan meninggalkan perkara-perkara yang dapat menghilangkan kemuliaan dan muru’ah-nya. Anjuran untuk berinfak dan bersedekah di jalan Allah. Harta yang diinfakkan dan disedekahkan oleh seseorang itulah harta yang akan bermanfaat baginya. Merupakan adab dan kewajiban seorang mukmin adalah membenarkan semua kabar dari Rasulullah, karena beliau tidak berbicara melainkan dari wahyu Allah.

Sesama muslim adalah bersaudara, hendaklah mereka saling ta’awun alal birri wat taqwa (tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa), saling meringankan beban saudaranya sesuai dengan kadar yang ia mampu. Wara’ dari memakan barang yang haram adalah sifat khusus seorang muslim, karena jasad yang tumbuh dari harta yang haram maka nerakalah tempat yang pantas untuknya. Hampir-hampir sifat wara’ ini hilang dari diri kaum muslimin kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allah.

Bagikan artikel ini ke :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *