3 Tahapan Pensyaritan Puasa Ramadhan

Kata puasa adalah hasil terjamahan dari bahasa Arab yang diambil dari kata shaum atau shiyam. Dalam bahasa Arab kata shaum atau shiyam diartikan dengan imsak yang berarti menahan. Di dalam Al-Quran kata shaum menunjukkan makna lebih umum ketimbang shaum yang justru sering digunkan untuk menunjukkan makna yang lebih khusus yaitu berpuasa dengan menahan makan dan minum.

ููŽู‚ููˆู„ููŠ ุฅูู†ูู‘ูŠ ู†ูŽุฐูŽุฑู’ุชู ู„ูู„ุฑูŽู‘ุญู’ู…ูŽู†ู ุตูŽูˆู’ู…ู‹ุง ููŽู„ูŽู†ู’ ุฃููƒูŽู„ูู‘ู…ูŽ ุงู„ู’ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุฅูู†ู’ุณููŠู‹ู‘ุง

Maka Katakanlah: Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini (QS. Maryam: 26)

ูŠูŽุง ุฃูŽูŠูู‘ู‡ูŽุง ุงู„ูŽู‘ุฐููŠู†ูŽ ุขู…ูŽู†ููˆุง ูƒูุชูุจูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ูƒูู…ู ุงู„ุตูู‘ูŠูŽุงู…ู

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa (QS. Al-Baqarah: 183)

ููŽู…ูŽู†ู’ ู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุฌูุฏู’ ููŽุตููŠูŽุงู…ู ุซูŽู„ูŽุงุซูŽุฉู ุฃูŽูŠูŽู‘ุงู…ู

barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. (Al-Maidah: 89)

ููŽู…ูŽู†ู’ ู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุฌูุฏู’ ููŽุตููŠูŽุงู…ู ุดูŽู‡ู’ุฑูŽูŠู’ู†ู ู…ูุชูŽุชูŽุงุจูุนูŽูŠู’ู†ู

Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut (QS. Al-Mujadilah: 4)

Sedangkan secara istilah, dalam Mughni al-Muhtaj dijelaskan puasa puasa dapat bermakna

ู‡ููˆูŽ ุงู„ุฅู’ู…ู’ุณูŽุงูƒู ุนูŽู†ู ุงู„ู’ู…ููู’ุทูุฑู ุนูŽู„ูŽู‰ ูˆูŽุฌู’ู‡ู ู…ูŽุฎู’ุตููˆุตู

Menahan diri dari segala yang membatalkannya dengan cara-cara yang khsusus

Imam At-Thobari dalam Jami’ Al-Bayan menuliskan, bahwa Muadz bin Jabal ra berkata: Ketika Rasulullah datang ke Mekkah maka puasa yang dilakukan oleh beliau adalah puasa Asyuro dan puasa tiga hari pada setiap bulannya, hingga akhirnya Allah mewajibkan puasa Ramadhan, dan Allah menurunkan ayatNya

ูŠูŽุง ุฃูŽูŠูู‘ู‡ูŽุง ุงู„ูŽู‘ุฐููŠู†ูŽ ุขู…ูŽู†ููˆุงู’ ูƒูุชูุจูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ูƒูู…ู ุงู„ุตูู‘ูŠูŽุงู…ู ูƒูŽู…ูŽุง ูƒูุชูุจูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ูŽู‘ุฐููŠู†ูŽ ู…ูู† ู‚ูŽุจู’ู„ููƒูู…ู’ ู„ูŽุนูŽู„ูŽู‘ูƒูู…ู’ ุชูŽุชูŽู‘ู‚ููˆู†ูŽ

Wahai orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaiman telah diwajibkan kepada umat sebelummu agar kamu bertaqwa. (QS Al-Baqarah : 183) Hingga ayat:

ูˆูŽุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ูŽู‘ุฐููŠู†ูŽ ูŠูุทููŠู‚ููˆู†ูŽู‡ู ููุฏู’ูŠูŽุฉูŒ ุทูŽุนูŽุงู…ู ู…ูุณู’ูƒููŠู†ู

dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin

Pada awalnya siapa saja yang ingin berpuasa maka ia boleh berpuasa, dan siapa saja yang ingin berbuka maka dia boleh berbuka dan cukup menggantinya dengan memberi makan orang miskin. Namun pada akhirnya Allah mewajibkan kepada seluruh yang ummat yang sehat dan tidak dalam perjalanan untuk berpuasa, tidak ada pilihan untuk berbuka, dan untuk mereka yang sudah lanjut usia tetap diberikan keringanan boleh berbuka dengan syarat tetap memberikan makan fakir miskin, maka turunlah ayat:

ููŽู…ูŽู†ู’ ุดูŽู‡ูุฏูŽ ู…ูู†ู’ูƒูู…ู ุงู„ุดูŽู‘ู‡ู’ุฑูŽ ููŽู„ู’ูŠูŽุตูู…ู’ู‡ู

Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu

Al-Qurthubi menjelaskan, bahwa Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Al-Bara’ bin Azib, Bahwa (pada awalnya) para sahabat Rasulullah ketika berpuasa tidak makan ketika ia tertidur sebelum berbuka hingga esoknya mereka lanjut berpuasa lagi tanpa makan.

Bahwa Qais bin Shirmah Al-Anshari pernah berpuasa, dimana siang harinya beliau habiskan untuk mengurus pohon kurma, ketika waktu berbuka sudah hampir tiba ia datang kepada istrinya seraya menanyakan apakah ada makanan? Namun istrinya menjawab tidak ada, akan tetapi istrinya berusaha mencarikannya.

Ketika menunggu istrinya mencari makan tidak sengaja Qais ini tertidur, karena capek dari bekerja siang hari tadi. Mengetahui suaminya tertidur, maka istrinya berucap: “Celakahlah engkau!”, esok harinya Qais tetap berpuasa walau tanpa berbuka, karena tidak boleh makan ketika bangun dari tidur. Tapi di pertengahan hari berikutnya Qais malah pingsan. Lalu cerita ini sampai kepada nabi, maka turunlah ayat:

ุฃูุญูู„ูŽู‘ ู„ูŽูƒูู…ู’ ู„ูŽูŠู’ู„ูŽุฉูŽ ุงู„ุตูู‘ูŠูŽุงู…ู ุงู„ุฑูŽู‘ููŽุซู ุฅูู„ูŽู‰ ู†ูุณูŽุงุฆููƒูู…ู’

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu

Dari sana mereka semua bergembira, lalu turun kelengkapan ayat berikutnya:

ูˆูŽูƒูู„ููˆุง ูˆูŽุงุดู’ุฑูŽุจููˆุง ุญูŽุชูŽู‘ู‰ ูŠูŽุชูŽุจูŽูŠูŽู‘ู†ูŽ ู„ูŽูƒูู…ู ุงู„ู’ุฎูŽูŠู’ุทู ุงู„ู’ุฃูŽุจู’ูŠูŽุถู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ุฎูŽูŠู’ุทู ุงู„ู’ุฃูŽุณู’ูˆูŽุฏู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ููŽุฌู’ุฑู

dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar

Dalam kesempatan lainnya, Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Quran Al-Adhim juga menjelaskan, bahwa sebenarnya proses pensyariatan puasa Ramadhan ini mempunyai kemiripan dengan proses pensyaraitan shalat, dimana keduanya melalui tiga tahapan pensyariatan. Penjelasan ini didapat lewat riwayat Imam Ahmad melalui jalur Muadz bin Jabal, menceritakan: Bahwa pensyaritan shalat itu melui tiga tahapan dan pensyariatan puasa juga melalui tiga tahapan.

Awalnya ketika tiba di Madinah, Rasulullah saw dan para sahabat berpuasa tiga hari pada setiap bulannya, dan beliau juga berpusa di hari Asyuro, lalu kemudian turun syariat puasa Ramadhan (QS. Al-Baqarah: 183), dan ini dinilai sebagai tahapan pertama.

Namun diawal-awal puasa Ramadhan ini masih sifatnya pilihan, siapa yang dengan sengaja tanpa alasan tidak mau berpuasa mereka boleh tidak berpuasa, asalkan menggantinya dengan fidyah, tapi ketika Allah menurunkan ayatNya:

ููŽู…ูŽู†ู’ ุดูŽู‡ูุฏูŽ ู…ูู†ู’ูƒูู…ู ุงู„ุดูŽู‘ู‡ู’ุฑูŽ ููŽู„ู’ูŠูŽุตูู…ู’ู‡ู

Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu

Maka tidak ada alasan lagi untuk tidak berpuasa, walaupun Allah tetap memberikan keringan bagi mereka yang sakit, dalam perjalanan dan lanjut usia untuk tidak berpuasa dengan cara menggantinya, baik dengan cara puasa qadha atau dengan fidyah. Dan sampai disini dinilai sebagai tahapan kedua dalam syariat puasa.

Seperti yang sudah disinggung pada sebab turun diatas, bahwa diawal pensyariatan para sahabat boleh untuk makan dan minum dan berhubungan suami istri setelah tiba waktu berbuka dengan syarat itu semua dilakukan sebelum tidur, dan jika sudah tertidur maka semua yang tadi tidak boleh dilakukan walaupun terjaganya sebelum fajar.

Adalah Shirmah, atau dalam riwayat lain dia adalah anaknya Shirmah yang bernama Qais, karena terlalu capek bekerja akhirnya dia tertidur kala waktu berbuka, dan dia belum memakan apapun, juga belum meminum walau seteguk air, tapi esoknya beliau tetap berpuasa dengan kondisi yang sangat lemah, dan bahkan dalam riwayat lain diceritan sempat pingsan karena fisik yang melemah.

Dan dalam waktu yang beramaan Umar bin Khattab juga menceritakan bahwa dia sempat mendatangi istrinya, padahal itu dialakukankannya setelah bangun dari tidur yang sebenarnya tidak boleh dilakukan, untuk kedua cerita inilah akhirnya Allah menurunkan:

ุฃูุญูู„ูŽู‘ ู„ูŽูƒูู…ู’ ู„ูŽูŠู’ู„ูŽุฉูŽ ุงู„ุตูู‘ูŠูŽุงู…ู ุงู„ุฑูŽู‘ููŽุซู ุฅูู„ูŽู‰ ู†ูุณูŽุงุฆููƒูู…ู’

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu

ูˆูŽูƒูู„ููˆุง ูˆูŽุงุดู’ุฑูŽุจููˆุง ุญูŽุชูŽู‘ู‰ ูŠูŽุชูŽุจูŽูŠูŽู‘ู†ูŽ ู„ูŽูƒูู…ู ุงู„ู’ุฎูŽูŠู’ุทู ุงู„ู’ุฃูŽุจู’ูŠูŽุถู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ุฎูŽูŠู’ุทู ุงู„ู’ุฃูŽุณู’ูˆูŽุฏู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ููŽุฌู’ุฑู

dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar

Dan cerita ini dinilai sebagai penyempurna dari syariat puasa, dan ini adalah tahapan ketiga dari pensyariatan puasa.

Bagikan artikel ini ke :